Pemerintah Kabupaten Cirebon telah menetapkan besaran pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang ada di wilayahnya. Salah satunya pajak hiburan malam yang akan naik 40 persen.
Kepala Bapenda Kabupaten Cirebon, Rahmat Sutrisno mengatakan sesuai undang-undang dan perbup untuk pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) mengalami kenaikan.
"Awal tahun Januari 2024, kita sudah menaikan pajak untuk hiburan malam 40 persen dari sebelumnya 35 persen," kata Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Cirebon Rahmat Sutrisno, Kamis (18/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Naiknya pajak tersebut sesuai dengan undang-undang dan Perbup untuk Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Menurut Rahmat, kenaikan pajak hiburan malam sebesar 40 persen tersebut juga diberlakukan di wilayah Cirebon Raya meliputi Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Kuningan.
"Kita (Cirebon Raya) sama untuk kenaikan pajak hiburan malam semunya 40 persen," ujarnya.
Rahmat menyebut kenaikan pajak yang diberlakukan kepada usaha hiburan malam masih terbilang masuk dalam kategori kecil. Pasalnya sebelumnya hanya 35 persen, artinya hanya kenaikan pajak sebesar 5 persen.
"Kenaikan tidak cukup signifikan, karena hanya 5 persen, jadi kita ambil paling rendahnya yakni 40 persen. Karena paling rendah 40 persen dan paling tinggi 70 persen. Kalau paling rendahnya 20 persen ya kita ambil paling rendah," ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Rahmat, dengan kenaikan hingga 40 persen tersebut, hingga saat ini belum ada penolakan dari para pengusaha hiburan malam di Kabupaten Cirebon.
"Sampai sejauh ini setelah ditetapkan belum ada penolakan dari pengusaha hiburan malam," katanya.
Sementara itu, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Ida Kartika mengatakan pihaknya merasa keberatan tentang kenaikan PBJT yang telah ditetapkan pemerintah.
"Para pengusaha pada keberatan kenaikan pajak hingga 40 persen, ini kan di Cirebon, kalau di kota-kota besar yang pengunjungnya banyak dan dari kunjungan luar negeri juga itu tidak apa-apa," katanya
Ia menjelaskan hasil rapat kerja daerah (Rakerda) PHRI Jawa Barat mengajukan keberatan dan mengajukan banding kepada pemerintah. Bahkan ia membandingkan dengan usaha kos-kosan yang tidak mengalami kenaikan pajak.
"Kenapa kos-kosan tidak dikenakan pajak, padahal sama mengahasilkan uang kaya hotel," ujarnya.
Ida menjelaskan saat pandemi Covid-19, sektor pariwisata khususnya hotel sangat terdampak. Bahkan banyak pengusaha yang menutup usahanya karena pandemi tersebut. Kini paska pandemi mulai bangkit dari keterpurukan.
"Kinerja para pengusaha pariwisata setelah paska pandemi sudah mulai bangkit. Kemarin hanya rame di natal saja, biasanya natal dan tahun baru hotel semua penuh 90 sampai 100 persen, sedangkan ini malah menaikan pajak" katanya.
Lebih lanjut, Ida mengusulkan kepada pemerintah untuk PBJT hanya 10 persen. Hal tersebut dikarena masih menyesuikan paska pandemi Covid-19 dua tahun yang lalu.
"Lebih baik kenaikan pajak ditunda dulu biar kita bangkit terlebih dahulu, kalau sudah bangkit baru ada kenaikan," katanya.
Seperti diketahui pemerintah menaikkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa yang ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
(dir/dir)