Tak jauh dari Alun-alun Kejaksan Kota Cirebon terdapat tajuk yang menyimpan kisah penyebaran Islam. Lokasi tajuk bersejarah ini beradai di belakang pertokoan Gang Pangeran Kejaksan, Jalan Siliwangi Kota Cirebon, namanya Tajug Agung Pangeran Kejaksan.
Suasana Tajug Agung Pangeran Kejaksan itu terbilang sepi. Damai seketika menyapa saat mengunjungi ajug Agung Pangeran Kejaksan. Usia Tajug Agung Pangeran Kejaksan sudah lebih dari 5 abad. Terlihat dari papan nama di tajuk tersebut sebelum pintu masuk yang bertuliskan 1479-1480 M.
Kendati usianya sudah tua, bangunan asli tajuk masih terlihat kokoh berdiri. Tiang-tiang penyangganya yang dibangun oleh Pangeran Kejaksan pada abad ke-15 masih kokoh. Bahkan, masih digunakan sebagai tiang utama Tajug Agung Pangeran Kejaksan. Selain itu juga terlihat beberapa piring keramik yang masih menempel di dinding pintu masuk tajuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sonhaji yang merupakan salah satu imam sekaligus DKM dari Tajug Agung Pangeran Kejaksan mengatakan, Tajug Agung Pangeran Kejaksan dibangun oleh Pangeran Kejaksan yang memiliki nama asli Syekh Syarif Abdurrahim. Ia merupakan adik dari Syekh Abdurrahman yang dikenal dengan nama Pangeran Panjunan.
"Syekh Syarif Abdurrahim memiliki 4 saudara yaitu Syekh Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan, Syarifah Bagdad, dan Syarif Hafidz, semuanya merupakan anak-anak dari Syekh Dzatul Kahfi," kata Sonhaji, Selasa (16/12/2023).
Diceritakan pada tahun 1479-1480 M, Syekh Syarif Abdurrahim atau Pangeran Kejaksan datang ke daerah Pelabuhan Amparan Jati. Tidak jauh dari sana beliau membangun sebuah langgar kecil atau tajuk yang digunakan untuk beribadah dengan 16 tiang kayu jati sebagai penyangga utama.
Setidaknya Tajug Agung Pangeran Kejaksaan terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian dalam dan bagian luar masjid. Di setiap bagian ada tiang-tiang penyangga dari kayu. Di bagian dalam terlihat peninggalan dari Pangeran Kejaksaan yang masih ada dan dipakai hingga sekarang yaitu sebuah mimbar dan tombak yang digunakan untuk salat Idulfitri.
![]() |
"Dulunya banyak pernak-pernik di tembok, namun sekarang sudah tidak ada," tutur Sonhaji.
"Untuk peninggalan Syekh Syarif Abdurrahim sendiri hanya tersisa tombak dan mimbar aja," tambah Sonhaji.
Tajug Agung Pangeran Kejaksan sudah beberapa kali direnovasi, tetapi renovasi tersebut tetap mempertahankan bentuk asli tajuknya. "Pertama kali renovasi tahun 90an pada waktu itu direnovasi oleh pemerintah," kata Sonhaji.
Pascarenovasi banyak bagian-bagian tajuk yang hilang seperti makam yang ada di sekitar tajuk. Makam-makam tersebut sekarang sudah tidak terlihat karena tertutup bangunan.
"Banyak makam sekitar sini, tapi sekarang sudah pada diplester pada saat renovasi kedua," kata Sonhaji.
Tajug Pangeran Kejaksan sendiri memiliki beberapa kegiatan rutin yaitu setiap malam Minggu pembacaan ratib, malam Rabu pengajian dan selawatan, dan malam jumatnya tawasulan. Ada juga kegiatan hari-hari besar seperti muludan dan rajaban, serta peringatan hari-hari besar Islam lain.
Di samping tajuk ada sebuah kolam dengan ikan besar. Di dalam kolam ada sebuah Tembikar besar tua yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Konon dulunya tembikar tersebut berasal dari zaman Pangeran Kejaksan.
"Ada dua tembikar, dulunya digunakan untuk berwudu," kata Sonhaji.
Namun karena kapasitas jemaah yang bertambah, akhirnya dua tembikar tersebut dimasukan ke dalam kolam yang sekarang menjadi tempat berwudu.
(sud/sud)