Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan merupakan salah satu daerah di Kota Cirebon yang menyimpan cerita legenda. Cerita itu bahkan telah berlangsung secara turun temurun.
Kampung Mandalangan merupakan salah satu daerah di Kota Cirebon yang dilintasi oleh aliran Sungai Kriyan. Konon, ada sesosok buaya putih yang menghuni sungai Kriyan. Cerita itulah yang hingga kini masih dipercaya oleh masyarakat setempat.
Berdasarkan cerita yang beredar di tengah masyarakat, konon Buaya Putih itu merupakan jelamaan dari Pangeran Angkawijaya dari Keraton Kasepuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kini, kepercayaan terhadap cerita tentang adanya sesosok buaya putih di Sungai Kriyan masih dipegang kuat oleh masyarakat. Terutama oleh warga yang tinggal di sekitar Sungai Kriyan.
Lantas, bagaimana asal usul lahirnya cerita tentang sesosok buaya putih di Sungai Kriyan yang hingga kini masih dipercayai oleh masyarakat?
detikJabar sempat berbincang-bincang dengan salah seorang warga yang tinggal di Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Dia adalah Gina Anggraini (43).
Sebagai warga setempat, Gina pun sempat membagikan cerita tentang asal usul cerita buaya putih yang menghuni sungai Kriyan. Gina mengatakan, buaya putih yang menghuni sungai Kriyan merupakan jelmaan dari Pangeran Angkawijaya.
Ia menyebut, Pangeran Angkawijaya sendiri merupakan putra dari Sultan Sepuh I Syamsudin Martawijaya. Kisah soal adanya sesosok buaya putih ini berawal dari Pangeran Angkawijaya saat dia masih berusia anak-anak.
Saat itu, orang tua dari Pangeran Angkawijaya meminta agar anaknya itu makan. Namun posisi Pangeran Angkawijaya saat sedang makan dinilai kurang baik. Ia makan dalam posisi tengkurap.
"Waktu itu dia mau disuapin makan. Tapi waktu lagi disuapin makan, posisi dia tengkurap. Orang tuanya bilang kamu makan tengkurap seperti buaya. Hanya hitungan detik dia jadi buaya. Namanya Pangeran Angkawijaya putra dari Sultan Sepuh I Syamsudin Martawijaya," kata Gina.
"Jadi mau disuapin dianya ngga nurut. Malah tiduran terus, tengkurap. Orang tuanya sampai ngucap akhirnya jadi (buaya putih)," sambung dia.
Gina menuturkan, Pangeran Angkawijaya yang telah menjelma menjadi buaya putih itu masih hidup di lingkungan Keraton Kasepuhan. Namun seiring berjalannya waktu, dia berpindah tempat ke Sungai Kriyan.
Hingga kini, kepercayaan tentang adanya sesosok buaya putih di Sungai Kriyan masih dipegang kuat oleh masyarakat. Terutama oleh masyarakat di Kampung Mandalangan yang lokasinya berdekatan dengan aliran sungai.
"Sampai sekarang kalau di sini kepercayaannya (soal sosok buaya putih) masih ada. Masih dipegang," kata Gina.
Bahkan, masyarakat setempat memiliki tradisi tersendiri jika di antara mereka ada yang melihat penampakan dari buaya putih di sungai Kriyan. Mereka akan membuat tumpeng yang nantinya diletakan di pinggir sungai Kriyan.
"Nanti nasi tumpengnya diletakkannya itu di pinggir kali (Sungai Kriyan). Terus setiap malam Jumat juga kita nyiapin kopi manis, kopi pahit, teh manis, teh pahit, dan air putih. Itu kita letakan di depan pintu lawang sanga," kata Gina.
(sud/sud)