Situs Megalitikum Gunung Padang yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dilakukan pemugaran. Situs yang ditemukan sejak 1914 ini dilakukan pemugaran berdasarkan rencana yang pernah dilontarkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Pemugaran akan dilakukan, pada awal Agustus 2025, dengan melibatkan 100 orang tim ahli dengan dibantu warga lokal dan diketuai oleh Peneliti sekaligus Arkeolog Ali Akbar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti Ahli Utama Bidang Arkeologi BRIN, Dr. Lutfi Yondri. M.Hum, belum mengetahui kerangka kerja atau steuktur konseptual pemugaran situs tersebut.
"Saya belum tahu tentang framework dari penelitian yang akan mereka lakukan," kata Yondri dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar, Jumat (1/8/2025).
Seperti diketahui, struktur Gunung Padang terdiri dari lima teras batu berundak dengan dinding penahan dan tangga penghubung. Lokasinya berada di atas gunung berapi yang sudah punah dan tidak aktif.
"Secara arkeologis tinggalan budaya di gunung padang itu hanya struktur punden berundak yang dibangun menggunakan balok-balok batu andesit (columnar joint) yang berasal dari Gunung Padang sendiri," ungkapnya.
Selain itu Yondri pastikan, tidak ada piramida di situs Gunung Padang. Begitupun dengan peninggalan yang tidak dapat dibuktikan keberadaanya.
"Tidak ada ada piramida dan budaya lebih tua yang terpendam di dalam Gunung Padang, juga angka pertanggalan situs yang dipublikasikan (jurnal yang ditarik oleh penerbitnya) tidak bisa diverifikasikan sama sekali, serta informasi lainnya seperti koin purba, kujang purba, pasir sungai yang diayak untuk peredam gempa, reaktor hidroelektrik, dan juga terkait bentuk Gunung Padang yang mereka gambarkan kembali baik yang dibuat oleh Pon S Purajatnika, Dani Hilman, maupun oleh Ali Akbar sendiri," jelasnya.
Yondri menilai, yang harus dilakukan pemerintah saat ini melakukan restorasi struktur punden berundak Gunung Padang.
"Menurut pendapat saya restorasi yang perlu dilakukan di struktur punden berundak Gunung Padang hanya sebatas untuk mengembalikan susunan batuan yang rusak karena longsor atau yang melesak dengan memperhatikan bagian kiri dan kanannya yang masih utuh," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Tim Peneliti Ali Akbar mengatakan, mengatakan pihaknya ak melakukan survei dengan dua metode. Metode yang pertama, yakni cat-eye view yang secara sederhana menggunakan mata peneliti, dengan berjalan kaki dan mengamati permukaan tanah.
Selain itu, akan menggunakan metode bird-eye view antara lain menggunakan drone dari udara agar dapat melihat kondisi keseluruhan dari atas. "Dengan dua metode itu, kami ingin melihat kondisi keseluruhan dari Situs Megalitikum Gunung Padang. Terutama memastikan kaitan pilar yang akan jadi fokus penelitian kali ini," kata dia, Kamis (31/7).
Menurutnya, tim peneliti juga akan menggunakan Lidar (Light Detection and Ranging), mengingat banyak pepohonan di kawasan tersebut. Alat ini akan melakukan penginderaan jarak jauh dengan radar. Kemudian, diolah dengan komputer sehingga pepohonan akan dapat dibersihkan di layar komputer. Alat dan teknik ini, akan membuat permukaan tanah akan terlihat sepenuhnya,.
"Lidar telah digunakan antara lain di hutan Amazon dan hasilnya dapat menemukan berbagai bentuk peninggalan arkeologi yang selama ini tertutup rimbunnya pepohonan," kata dia.
Ali menyebut keseluruhan alat dan teknik ini bersifat non-destruktif, sebab pada tahap ini belum dilakukan penggalian dan pengubahan bentuk lahan. "Tapi apabila nanti ditemukan sesuatu, maka tidak menutup kemungkinan akan kami gunakan alat lain yang lebih canggih dengan metode penelitian lainnya," kata dia.
(wip/dir)