Tokoh Persatuan Islam (Persis), K.H. Endang Syaifuddin Anshari mencetuskan ungkapan 'Islam téh Sunda, Sunda téh Islam' (Islam itu Sunda, Sunda itu Islam). Ungkapan ini menimbulkan banyak tafsir. Ada yang setuju sepenuhnya, ada yang setengah. Jurnal Asy-Syari'ah Vol. 17 No. 1, April 2015 bahkan memuat tulisan Abdurrahman MBP berjudul "Rekonstruksi Islam teh Sunda, Sunda teh Islam".
Namun, diamini atau tidak, orang Sunda memang punya kelekatan yang kuat dengan Islam. Di antaranya, banyak istilah-istilah yang tercipta untuk menyebutkan kondisi keagamaan Islam seseorang berbasis kebudayaan Sunda. Di antaranya adalah istilah-istilah dalam puasa di bulan Ramadan.
Di Sunda, ada istilah 'Puasa Kuda', 'Puasa Kendang', 'Puasa Sadud', dan lain sebagainya untuk menyebut orang yang puasanya bocor. Di dalam sumber hukum Islam sendiri, tidak banyak istilah yang digunakan. Yang populer adalah 'muftir' (yang membatalkan puasa), sebab puasa, seperti yang didefinisikan Syaikh Jainuddin Al-Malyabar dalam Fathul Mu'in (Pustaka As-Salam, hal. 54) adalah 'imsaaku an muftirin' (mencegah diri dari melakukan hal-hal yang membatalkan puasa).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana istilah-istilah batal puasa di Sunda itu? Simak sampai tuntas yuk!
Istilah Batal Puasa di Sunda
Istilah-istilah batal puasa di Sunda ini di antaranya diperbincangkan dalam kursus Budaya Sunda secara daring yang digelar Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda (PDPBS) Universitas Padjadjaran yang berlangsung Rabu (5/3/2025), berjudul "Puasa & Lebaran Jaman Baheula". Hadir sebagai pemantik, Pegiat Literasi dan Budaya Sunda Atep Kurnia.
Puasa Kuda
Ada banyak hal yang dapat membatalkan puasa. Puasa sendiri merupakan ibadah yang dilakukan dengan cara tidak makan, minum, dan bersenggama, di siang hari sejak terbit fajar hingga tenggelam matahari. Tepatnya, terhitung Subuh hingga Magrib.
Jika orang berpuasa misalnya tiba-tiba makan di siang hari, maka puasanya batal. Namun, Atep Kurnia menyebutkan istilah lain untuk batal. Dia mengungkapkan kata 'bocor' dikutip dari Kamus R.A. Danadibrata. Ungkapan 'bocor puasa' lebih lanjut dijelaskan sebagai 'batal di siang hari' sebagaimana dijelaskan oleh mistikus Sunda, Haji Hasan Mustapa dengan perumpamaan lambung perahu yang bocor.
Nah, ada orang-orang Sunda yang selalu mencari-cari alasan agar puasanya bocor atau batal. Boleh jadi dengan berpura-pura kecapaian, atau berpura-pura sakit, yang penting ada alasan untuk berbuka puasa di siang hari. Cara puasa orang-orang seperti itu diistilahkan dengan Puasa Kuda.
Puasa Kendang
Diistilahkan pula Puasa Tutup Kendang. Kendang adalah sebuah alat musik tabuh berupa selongsong kayu besar (kuluwung) yang setiap sisinya ditutup dengan kulit binatang. Kulit yang terbaik biasanya adalah jenis handalam. Yaitu, kulit kambing, sapi, kerbau yang masih muda, sehingga ketika diregangkan bahan tersebut punya elastisitas yang cocok.
Penutup kendang itu ditempel pada setiap ujung kuluwung dengan diikat menggunakan jalinan tali dari kulit yang disebut 'rarawat'. Rarawat bukan saja untuk mengikat tutup kendang, namun juga supaya permukaan kulit yang akan ditabuh dalam kondisi kencang.
Sebagaimana tutup kendang yang ada di setiap ujung, orang Sunda juga ada yang berpuasa di ujung awal dan ujung akhir saja. Cara berpuasa seperti ini di Sunda menjadi istilah 'Puasa Kendang' atau 'Puasa Tutup Kendang'.
Puasa Sadud
Puasa Sadud menjadi istilah yang 'akal-akalan' bagi orang Sunda. Sadud berarti 'puasa tapi udud' (berpuasa tapi merokok). Ini lantaran rokok bukan termasuk klasifikasi makanan atau minuman yang harus dijauhi. Padahal, merokok juga membatalkan puasa karena memasukkan sesuatu ke dalam 'jauf' (rongga) di badan.
Dikutip dari situs Forum TBM, Atep Kurnia menulis istilah 'Puasa Sadud' itu ditemukan dalam kamus susunan R. Hardjadibrata, Sundanese-English Dictionary. Di dalam kamus itu dijelaskan bahwa orang dengan Puasa Sadud tetap menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, kecuali merokok.
"diberi pengertian dengan "do all the fasting, except for smoking" (berpuasa, kecuali merokok)," tulis Atep.
Puasa Nyemen
Jika bermain-main ke jalan-jalan di perkotaan saat bulan Ramadan, barangkali di balik tirai penutup warung atau gerobak penjual makanan di pinggir jalan, terlihat hanya kaki-kaki orang saja sedang berada di sana.
Mereka tidak berpuasa, boleh jadi dengan alasan yang beragam. Ada alasan-alasan yang memperbolehkan orang tidak berpuasa, di antaranya bagi musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan. Namun, ada juga yang sengaja tanpa alasan yang sahih berbuka puasa di siang hari atau istilah kiwarinya 'godin'.
Di dalam bahasa Sunda, kondisi yang demikian juga ada istilahnya. Disebut 'Puasa Nyemen'. Istilah ini menurut Atep Kurnia, ditemukan dalam Kamus Sunda-Inggris, R. Harjadibrata dengan ungkapan 'belekecepetnyemen'.
"Yaitu merasa malu karena kepergok makan selama bulan puasa ("feel embarassed caught eating during fasting month")," tulisnya.
Di dalam kursus bertajuk "Puasa & Lebaran Jaman Baheula" di atas, Kepala PDPBS Unpad Ganjar Kurnia mengatakan 'cemen' merupakan istilah yang diambil dari pertunjukan boneka Cina yang dalangnya duduk di belakang layar.
Secara lebih terperinci, dalam tulisan di situs Forum TBM, Atep Kurnia mengutip R. Harjadibrata bahwa 'cemen' atau 'nyemen' dapat diartikan "orang yang berada di balik layar terutama diterapkan kepada orang yang selama bulan Ramadan makan siang hari di belakang layar, sehingga dia tidak terlihat".
(iqk/iqk)