Mengenal Kesenian Benjang yang Populer di Bandung Timur

Wisma Putra - detikJabar
Sabtu, 01 Feb 2025 10:30 WIB
Benjang (Foto: Istimewa).
Bandung -

Benjang gulat atau benjang gelut adalah kesenian tradisional dan bela diri yang cukup dikenal di wilayah Bandung Timur, khususnya Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung. Seni benjang ini sudah berumur lebih dari 100 tahun dan kerap digelar di pesta khitanan.

Selain benjang gelut, ada juga benjang jenis lain, yakni helaran dan benjang topeng. Tiga jenis benjang ini kerap digelar dalam satu acara khitanan warga sebagai bentuk rasa syukur dan mempererat tali silaturahmi antar warga.

Kesenian benjang ini sudah mendarah daging, bahkan bagi warga Ujungberung. Tak lengkap rasanya jika menyunat anaknya tanpa menggelar benjang.

detikJabar berkesempatan berkunjung ke kediaman Pimpinan Seni Benjang Pusaka Gelar Putra Asep Dede Mulyana yang berada di Cijengkol, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung.

Sebelum berbincang soal sejarah benjang di Bandung Timur, Asep mengatakan, jika kesenian benjang kini sudah memiliki legal formal dan organisasi resmi, yakni Persatuan Benjang Indonesia Jawa Barat dan anggotanya sudah tersebar di wilayah Bandung Raya meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Sumedang, Kota Bandung dan Cimahi. Masih di Bandung Raya.

Menurut Asep, benjang sudah ada sejak akhir abad 19. Meski demikian, tidak ada bukti sejarah konkret untuk kesenian satu ini.

"Kalau bukti sejarah berupa prasasti atau dokumentasi kita tidak ada, kalau dari cerita dan riwayat di akhir abad 19. Tokohnya juga tidak disebutkan secara rinci karena ada beberapa versi ada H Hayat dari Cibiru, lalu Abah Alwasim dari Ciwaru, dan banyak lagi. Mungkin orang-orang tersebut berbarengan ciptakan benjang pada masa itu, tapi kalau disebut tokoh sentralnya, bisa dikatakan tidak ada," kata Asep kepada detikJabar.

Asep mengungkapkan, sebelum mejadi kesenian benjang, dulu benjang berasal dari permainan hingga berasimilasi menjadi sesuatu bela diri tercipta di akhir abad 19 dan dikenal benjang gelut.

"Benjang gelut ini berasal dari tiga permainan, yakni dogongan, seredan dan mumundingan. Dari permainan itu berkembang menjadi gelut benjang, benjang itu akronim dari sasamben budak bujang, sasamben itu pekarangan rumah, budak bujang karena dia mainkannya anak yang beranjak dewasa," ungkapnya.

Dari permainan tersebut menurut Asep berkembang menjadi benjang gelut, benjang gelut memiliki banyak teknik gerakan yang diadaptasi dari permainan dogongan, seredan dan mumundingan,

"Benjang gelut berasal dari dogongan, dogongan yaitu saling mendorong, menggunakan halu atau pikulan alias rancatan, ada dua orang saling dorong untuk uji kekuatan sambil bermain. Lalu seredan, kalau seredan saling dorong menggunakan pundak, jadi pundak dan pundak bertemu, dari situ berkembang jadi mumundingan, saling dorong tapi menggunakan kepala, dari permainan itu berasimilasi dengan adanya olahraga pencak silat atau usik yang ada di Ujungberung dan terciptalah bela diri atau di sini disebut benjang gelut," jelasnya.

Mengenal 3 Jenis Benjang

Jika ada benjang gelut, pasti ada benjang helaran dan benjang topeng. Benjang gelut ini digelar di malam hari, untuk memberitahu warga atau menginformasikan kepada warga terkait gelaran seni ini. Maka digelarlah benjang helaran di siang hingga sore hari.

"Benjang gelut ini digelar di malam hari dan siang hari untuk memberitahu malamnya ada benjang gelut, ditabuh lah tabuhan benjang helaran keliling kampung. Tabuhan musik benjang ini diiringi dari alat musik terbangan dan rudat," ujarnya.

Pada benjang helaran, lingkung seni yang mengisi acara di [esta khitanan warga akan berkeliling mengitari jalan kampung. Rombongan ini akan berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya. Bila tamu yang datang di acara benjang gelut, maka yang punya pesta akan lebih senang.

"Siang itu keliling, kalau nanti malam akan diadakan benjang gelut. Awal publikasi atau wawasan membunyikan alat terbangan dan dilengkapi dengan properti. Ada kuda lumping, babarongan, jempana dan lainnya. Jempana itu diduduki anak yang besoknya akan disunat," tuturnya.

Sore harinya, rombongan kembali ke rumah yang menggelar pesta khitanan, pada benjang helaran itu juga digelar banyak atraksi yang menghibur warga. Karena benjang gelut digelar di malam hari, untuk mengisi waktu maka benjang topeng pun turut digelar. Hal itu dilakukan agar para tamu yang datang tidak pulang dan tetap meramaikan pesta khitanan warga ini.

"Karena antara benjang helaran dan benjang gelut ada jarak waktu disitu ada kreativitas seniman. Diciptakan suatu tampilan baru yang berbentuk topeng benjang, disebut menyadur tidak, tapi itu kreativitas seniman Ujungberung pada masa itu luar bisa, sekarang kita tahu tari topeng dari Cirebon, di kita juga ada tari topeng benjang, memang sama ada empat karakter, bedanya Cirebon satu orang satu karakter, di kita pemain topeng memainkan empat karakter, dia itu menggunakan empat kostum sekaligus, pertama dia memerankan putri, setelah itu emban, setelah itu tumenggung lalu rahwana, itu diperankan satu orang," terangnya.

Benjang topeng itu diperankan oleh penari pria, jika waktunya sudah tiba pertunjukan benjang topeng diakhiri dan dilanjutkan benjang gelut. Benjang gelut menjadi acara puncak yang ditunggu-tunggu para penonton yang datang.

Aturan Benjang Gelut

Asep menyebut, kesenian benjang ini memiliki filosofi habluminallah dan habluminannas. Habluminallah ada di benjang helaran dan benjang topeng karena berhubungan filosofi manusia dengan tuhannya. Kalau benjang gulat itu habluminannas, hubungan manusia dengan manusia yaitu silaturahmi.

Benjang gelut, bukan bela diri gaya bebas. Aturannya hampir sama dengan gulat, namun benjang gelut lebih ketat.

"Acara ini digelar sebagai kegiatan silaturahmi antar kampung meskipun dengan cara olahraga full body contek," ujarnya.

Peserta benjang gelut ini datang dari penonton yang datang. Sebelum para penonton melakukan aksi bela diri, mereka akan saling tantang menantang di tempat yang digunakan menjadi arena benjang gelut ini.

"Jadi masyarakat zaman dulu tahu, jika ada benjang mereka akan datang, siapa yang main? ya yang nonton, pertama akan ada seorang penonton yang ngibing (menari) ke tengah arena, orang yang ngibing ini secara tidak langsung siapa yang berani ke saya istilahnya menantang siapa yang berani dan yang nonton akan naksir, naksir di sini yakni ditimbang postur tubuh lawannya, kalau ada yang berani seorang masuk menari ke tengah lapang, kalau keduanya buka baju berarti saling berani, kalau salah satu tidak berani, akan kembali tanpa membuka baju, sementara yang sudah buka banjir dia mencari lawan tanding lainnya. Buka baju itu istilah di benjang disebut di pesek, setelah ada yang berani masuk dan buka baju lalu bertarung," tuturnya.

Lalu bagaimana menentukan peserta yang menang dan kalah? Asep mengatakan, menang kalah dalam permainan ini bisa dilihat pertama apabila punggung seorang pemain benjang atau patandang benjang menyentuh tanah, jadi gimana caranya agar punggung si patandang ini mengenai tanah, jika ada yang menyentuh maka dinyatakan kalah.

"Tapi tidak boleh mukul, tidak boleh mengenai tanah dan tidak boleh menyakiti, yang boleh dipegang dari pinggang ke atas, pinggang ke bawah tidak boleh dipegang. Pukulan tidak boleh karena itu pelanggaran sangat fatal," pungkasnya.



Simak Video "Melihat Proses Pembuatan Kain Tapis, Kain Tradisional Kebanggaan Lampung"

(wip/mso)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork