Setiap tanggal 22 Desember, Indonesia merayakan Hari Ibu. Namun, tahukah detikers bahwa sejarahnya sangat berbeda dengan Mother's Day di yang dirayakan di dunia barat? Alih-alih sekadar perayaan kasih sayang, Hari Ibu di tanah air lahir dari api perjuangan perempuan.
Perempuan di silam masa di Indonesia, memang menempati situasi yang kurang mendukung kepada perkembangan dirinya sebagai manusia. Perempuan hanya hadir sebagai 'objek'. Maka dari itu, tokoh-tokoh perempuan seperti Dewi Sartika, Raden Ajeng Kartini dan banyak lagi berjuang untuk martabat, kemandirian, dan hak pendidikan kaum perempuan.
Hari Ibu adalah satu bentuk penghormatan kepada kaum ibu di negeri ini. Berikut fakta unik sejarahnya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Warisan Kongres Perempuan 1928
Hari Ibu ditetapkan untuk mengenang Kongres Perempuan Indonesia I yang digelar di Yogyakarta pada 22-25 Desember 1928. Saat itu, sekitar 30 organisasi perempuan bersatu menyuarakan hak pendidikan dan martabat kaum wanita di tengah kolonialisme.
2. Diresmikan Presiden Soekarno
Secara formal, tanggal ini disahkan oleh Presiden Soekarno melalui Keppres No. 316 Tahun 1953. Tujuannya jelas, yaitu, memperingati semangat kebangkitan perempuan sebagai pejuang bangsa.
3. Makna Mendalam 'Ibu Pertiwi'
Di Indonesia, sosok 'ibu' tidak hanya merujuk pada peran domestik, tetapi juga simbol Ibu Pertiwi. Ungakan 'Ibu Pertiwi' adalah personifikasi nasional Indonesia yang melambangkan tanah air dan tumpah darah bangsa. Secara etimologi, kata 'pertiwi' berasal dari bahasa Sanskerta, Prthivi, yang berarti bumi.
Ungkapan ini pula sekaligus menjadikan perempuan dipandang sebagai pilar utama dalam 'mengolah bumi', membangun negara yang berkeadilan.
4. Fokus pada Hak Perempuan
Sejak 1928, perjuangan ini fokus pada isu krusial seperti penolakan pernikahan dini dan kesetaraan akses pendidikan. Isu-isu ini tetap relevan hingga masa kini dalam memberdayakan perempuan Indonesia.
Fokus utama kongres tersebut bukan sekadar berkumpul, melainkan mengangkat isu-isu krusial yang saat itu menghambat kemajuan perempuan.
Di antara fokus itu adalah pendidikan untuk perempuan dengan memperbanyak sekolah keputrian dan propaganda menolak pernikahan dini. Para tokoh kongres melakukan kampanye tentang buruknya dampak pernikahan dini bagi kesehatan dan masa depan perempuan.
5. Tradisi Unik Perayaan
Selain memberikan bunga, masyarakat Indonesia memiliki tradisi unik seperti lomba berkebaya, upacara bendera, hingga simbolis pembebasan tugas rumah tangga sebagai bentuk apresiasi bagi para ibu.
6. Perbedaan dengan Mother's Day Internasional
Banyak negara merayakan Mother's Day pada bulan Mei. Sementara itu, Indonesia punya perayaan hari ibu skala nasional, yaitu pada tanggal 22 Desember. Perayaan Hari Ibu berbeda dengan Mother's Day terutama karena nilai historis perjuangan perempuan lokal yang tidak dimiliki oleh negara lain.
7. Melindungi Hak Perempuan
Salah satu isu utama yang diangkat pada Kongres 1928 yang menjadi cikal bakal Hari Ibu adalah penolakan terhadap pernikahan dini dan pemberian hak pendidikan yang setara bagi perempuan, yang hingga kini masih menjadi relevan untuk diperingati.
(iqk/iqk)










































