Setiap tanggal 7 November, Indonesia memperingati Hari Wayang Nasional. Pada tahun 2024, peringatan ini jatuh pada hari Kamis. Penetapan Hari Wayang Nasional menjadi peringatan bagi seluruh masyarakat untuk selalu meningkatkan kepedulian terhadap wayang di zaman modern ini.
Hari Wayang Nasional menjadi bentuk harapan serta apresiasi bagi seluruh masyarakat, terutama para seniman di bidang pewayangan yang selalu menjaga dan melestarikan kesenian tradisional ini.
Wayang merupakan salah satu pertunjukan tradisional yang populer di Indonesia. Umumnya pagelaran wayang membawakan kisah klasik seperti Baratayuda. Menurut KBBI, wayang didefinisikan sebagai boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu yang dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dan sebagainya), biasanya dimainkan oleh seorang dalang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu, apa asal usul dari ditetapkannya Hari Wayang Nasional? Bagaimana kondisi pewayangan di provinsi Jawa Barat saat ini? Simak informasi berikut ini.
Asal Usul Hari Wayang Nasional
Wayang merupakan salah satu aset budaya Indonesia yang harus dijaga. Pemerintah Indonesia dan Malaysia pernah mengalami ketegangan pada awal tahun 2000-an. Hal ini disebabkan oleh Malaysia yang menunjukkan bahwa mereka ingin mengklaim wayang sebagai bagian dari budayanya.
Tentu hal tersebut mendapatkan pertentangan dari pihak Indonesia, sehingga pihak Indonesia segera mendaftarkan wayang sebagai budaya Indonesia. Pada 7 November 2003, UNESCO akhirnya menetapkan wayang sebagai warisan budaya Indonesia. Saat itu Indonesia diwakili oleh Ki Manteb Sudharsana di Paris. Hal itu menjadi awal dari penerapan Hari Wayang Dunia.
Meski begitu, beberapa pihak dari Indonesia ingin adanya penetapan hari wayang di lingkup nasional. Hingga akhirnya, melalui Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2018, Joko Widodo yang kala itu menjabat sebagai presiden resmikan tanggal 7 November sebagai Hari Wayang Nasional.
Saat itu Presiden Jokowi menandatangani Keputusan Presiden ini di Istana Merdeka, langsung di hadapan perwakilan budayawan dan seniman. Hari Wayang Nasional menegaskan pentingnya wayang sebagai bagian budaya Indonesia.
Penetapan Hari Wayang Nasional juga didukung oleh keputusan UNESCO yang menetapkan wayang sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity pada 7 November 2003. Wayang juga masuk dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda UNESCO per tanggal 4 November 2008, kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity dengan judul 'The Wayang Puppet Theater'.
![]() |
Sejarah Wayang di Jawa Barat
Khusus di Jawa Barat, masuk dan menyebarnya wayang sebagai kesenian yang tetap eksis hingga saat ini, tak lepas dari upaya perpanjangan tangan penyebaran dakwah agama Islam yang datang dari arah timur wilayah Jawa Barat, yakni Jawa Tengah. Ki Darman sebagai orang yang pertama kali membawa kesenian ini ke Jawa Barat, menyerap dan mempraktikkan apa yang sudah dilakukan oleh para wali dan leluhurnya dengan menjadikan wayang sebagai alat, atau media dakwah di tanah kelahirannya di Kota Tegal, Jawa Tengah.
Pada mulanya, wayang yang dibawanya pun ialah wayang kulit yang memang identik berasal dari Jawa Tengah. Berdasarkan namanya, kata 'wayang' dipercayai berasal dari kata 'bayang". Penamaan tersebut diyakini muncul dari cara memainkan wayang yang menggunakan bayangannya sebagai penggambaran cerita.
Seiring berjalannya waktu, setelah memasuki wilayah Jawa Barat dan mengalami beberapa perkembangan guna menyesuaikan budaya dan tradisi yang ada di Jawa Barat itu sendiri. Wayang kulit yang semula dibawa oleh Ki Darman pun kian mengalami proses kreativitas baru sehingga akhirnya muncul wayang berbentuk tiga dimensi dengan pakaian lengkapnya yang saat ini kita sebut sebagai wayang golek.
Rentetan peristiwa sejarah ini didukung oleh pernyataan dari Lili Suparli yang telah cukup lama mengkaji sejarah dan kesenian wayang, sekaligus merupakan salah satu dosen dari Institut Seni Budaya Indonesia, yang terletak di Kota Bandung. Menurutnya, proses persebaran dan munculnya wayang golek di Jawa Barat sendiri secara sejarah tak lepas dari perjalanan wayang secara umum. Bahkan, sebelum wayang dijadikan sebagai alat dakwah atau penyebaran ajaran Islam oleh para wali, perjalanan sejarah wayang sendiri telah ada untuk waktu yang sangat lama.
"Makannya disebut sebagai kesenian yang tertua, ya karena perjalanannya itu. Sampai sekarang banyak jenis-jenis wayang juga, selain dari wayang kulit yang kita kenal di Jawa Tengah, kemudian di Sunda ada wayang golek, dulu juga ada yang disebut wayang beber, ada wayang klitik, ada wayang lilingong dan banyak hal," ungkap Lili, Minggu (27/10/2024).
Dari banyaknya jenis kesenian wayang tersebut, wayang golek memiliki kekhasan yang berbeda dengan jenis wayang lainnya serta memiliki nilai yang cukup identik dengan Jawa Barat atau kebudayaan Sunda pada umumnya. Salah satu yang identik selain rupa dan bahasanya, ialah lakon yang dibawakan. Sebagaimana memang yang ditujukan juga sedari awal sebagai pertunjukan yang menggambarkan kehidupan manusia, lakon-lakon khas yang ada dalam wayang golek merupakan lakon yang muncul dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Barat.
Adanya lakon-lakon yang terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Barat ini, menjadikan proses penyebaran kesenian wayang golek dapat dengan cukup cepat mendapatkan tempat dan menyebar di dalam pementasan-pementasan atau perayaan hari tertentu di daerah Jawa Barat. Hal tersebut dikarenakan masyarakat yang menyaksikan pagelarannya dapat merasa terwakili dengan apa yang coba disampaikan, dan digambarkan oleh dalang dalam jagat wayangnya.
"Persoalan wayang, karena ini sebagai gambaran manusia, gambaran perilaku manusia, bukan lagi persoalan bagaimana wayangnya yang mempengaruhi, tapi karena di manusianya sendiri itu telah tersedia apa yang telah dikatakan oleh wayang, diceritakan oleh wayang," jelas Lili lebih lanjut.
Sehingga dengan proses penggambaran tersebut, wayang pun dengan sendirinya dapat menyesuaikan dirinya sendiri dengan kondisi dan budaya di banyak tempat baru, salah satunya di tatar Sunda, Jawa Barat.
Kondisi Regenerasi Pelaku Kesenian Wayang
Wayang golek menjadi salah satu kesenian khas Jawa Barat yang menyajikan pertunjukkan drama tradisional. Wayang dan dalang memiliki kaitan erat dalam sebuah pagelaran. Dalang memiliki tugas penting di antaranya memimpin jalannya pagelaran, menyampaikan cerita, hingga memutuskan alur cerita sesuai kebutuhan pagelaran.
Jawa Barat melahirkan banyak dalang dari berbakat, salah satunya adalah Khanha Ade Kosasih Sunarya (21) seorang dalang muda dari Giri Harja Dua Putu. Nama tersebut diambil dari nama leluhurnya, Ia merupakan cucu dari maestro wayang golek Ade Kosasih Sunarya. Faktor keturunan menjadi alasan utama Khanha memulai perjalanannya menjadi seorang dalang.
Ia memulai penampilan pertamanya saat usia 9 tahun. Sepanjang kariernya, Ia sudah tampil di berbagai daerah Indonesia, hingga luar negeri seperti Jepang. Saat proses belajar, kakawen menjadi salah satu teknik yang sulit untuk Ia pelajari. Kakawen merupakan nyanyian dalang yang menggunakan bahasa kawi (Sunda kuno), biasanya digunakan saat pergantian adegan saat tokoh baru masuk.
Baginya, wayang bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga menghidupi orang dengan menghasilkan uang hasil dari kesenian wayang. "Wayang juga sebagai kehidupan yang menghidupi orang yang hidup. Saat pagelaran wayang, ada 50 kru yang saya bawa ke lokasi, yang memang sehari-harinya itu menghasilkan uang hasil dari kesenian wayang," ujar Khanha, Sabtu (26/10/2024).
Selain itu, Diynan Prayuga Sutisna (20), orang muda yang tumbuh dalam keluarga seni, tetapi bukan keturunan dalang. Saat kelas 5 SD, Ia menyaksikan pagelaran wayang Golek dari Asep Sunandar Sunarya. Di sanalah Ia ingin mendalami kesenian wayang, khususnya dalang.
Ayahnya merupakan pemain kecapi yang mengiringi dalang Adhi Konthea, Ia memperkenalkan Diynan dan membawanya berguru langsung kepada dalang tersebut. Saat ini, Diynan sudah memiliki tim wayang sendiri bernama Dangiang Giri Mustika. Selama merintis menjadi seorang dalang, berbagai kesulitan dihadapi oleh Diynan.
"Kesulitan dalam belajar mendalang itu mungkin mencari inspirasi, bahan apa yang akan disajikan kepada audiens. Apalagi di umur Diynan yang waktu itu belum paham betul mengenai wayang," kata Diynan, Jumat (25/10/2024).
Terkait penonton pagelaran wayang golek, kedua dalang ini melihat mayoritas penonton berasal dari kalangan orang tua, tetapi minat anak muda mulai meningkat berkat media sosial. Regenerasi dalang terlihat menjanjikan, sebab tingginya minat anak muda di dunia pewayangan, serta hadirnya penerus yang berasal dari keturunan dalang.
Sayangnya, pengrajin wayang seperti Riki Kartawiyoga (38) justru menghadapi tantangan dalam regenerasi. Pengrajin wayang asal Desa Jelekong dengan nama usaha Girilaya Wayang Golek, berhasil memasarkan wayangnya hingga luar negeri, seperti Amerika dan Australia.
Riki menyampaikan, tingginya peminat wayang tidak sejalan dengan pertumbuhan jumlah pengrajin. Generasi muda cenderung tertarik mendalami dalang dan karawitan. Realita ini menjadi kesulitan bagi regenerasi pengrajin. Ia berharap semakin banyak pengrajin baru yang mau belajar. Riki menyampaikan pandangannya tentang faktor yang menyulitkan perkembangan pengrajin wayang.
"Bikin wayang itu belajarnya lama, bisa tahunan. Banyak yang nyoba belajar dan akhirnya tidak betah, jenuh gitu. Jadi ya penggemarnya banyak, tetapi pengrajin malah sedikit," ujar Riki, Sabtu (26/10/2024).
![]() |
Regenerasi Kesenian Wayang dalam Pendidikan di Jawa Barat
Dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berubah dan tak terhindarkan, pendidikan muncul sebagai salah satu pilar penting dalam melestarikan seni wayang melalui regenerasi yang tak hanya menjaga tradisi, tapi juga menanamkan nilai luhur pada generasi muda.
SMP Yayasan Atikan Sunda, contohnya, mempertahankan ekstrakurikuler ukir wayang sebagai ajang mengenalkan budaya Sunda sekaligus mendidik siswa tentang etika dan keterampilan. Tresna, pembimbing ekskul, menekankan bahwa keterampilan tanpa etika akan hampa, menjadikan ukir wayang sebagai media untuk membentuk karakter siswa. "Sebanyak apapun ilmu yang dimiliki, etika harus lebih dikedepankan. Saya ingin siswa tidak hanya terampil, tetapi juga memiliki sikap yang baik dan menghargai budaya mereka," ujarnya saat ditemui pada Rabu (23/10/2024).
Tak hanya di tingkat sekolah, regenerasi ini bisa didapati di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Diynan, mahasiswa UPI yang juga dalang muda, menggunakan seni wayang untuk mengasah kepemimpinan dan kemampuan berbicara di depan publik. "Menjadi dalang, saya belajar bagaimana memimpin pertunjukan yang menarik di depan banyak orang. Ini melatih keberanian dan kepedean (kepercayaan diri)," ungkapnya pada detikJabar, Jumat (25/10/2024).
Sementara di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI), mahasiswa didorong untuk merawat pakem tradisional sekaligus berinovasi, seperti memodernisasi tata panggung. Lili Suparli, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan di Fakultas Seni Pertunjukan ISBI menegaskan pentingnya menjaga kewibawaan dalang dan nilai etika dalam pertunjukan. "Sekarang banyak dalang yang malah membiarkan orang-orang naik ke panggung dan berdiri di belakang dalang, bahkan mengganggu pertunjukan dengan memberi uang saat acara berlangsung. Ini merusak kewibawaan dalang," jelasnya.
Di sisi lain ada Sosok Khanha Sandika, mahasiswa Unpad sekaligus dalang muda, menunjukkan upayanya dalam mengenalkan wayang lewat platform digital. Berkat dukungan keluarganya, ia mempersembahkan wayang dalam kemasan modern di media sosial, menjembatani warisan budaya dengan selera generasi milenial.
Sementara itu, Ali Brata Sena, mahasiswa Seni Karawitan ISBI, menyoroti pentingnya menumbuhkan kecintaan sejati pada wayang tanpa pamrih. Ia berharap pemerintah dan sekolah lebih banyak mengintegrasikan seni tradisional dalam kurikulum, menyiapkan generasi penerus yang mencintai budayanya sejak dini. "Kalau sejak kecil sudah dikenalkan, setidaknya ada apresiasi, walaupun tidak semua akan menjadi dalang, tapi pemahaman dan kecintaan mereka pada wayang akan tetap ada," tuturnya, Sabtu (19/10/2024).
Bukan hanya sekadar pelestarian, regenerasi kesenian wayang dalam dunia pendidikan merupakan salah satu ikhtiar besar dalam menjaga identitas bangsa. Dengan adanya kolaborasi dari berbagai institusi ini, menjadi contoh nyata bahwa pendidikan adalah salah satu benteng terkuat untuk mempertahankan budaya di tengah arus modernitas yang kian melenyapkan batasan budaya.
(sud/sud)