Rasa cinta yang diungkapkan seseorang memang tak sekedar hanya bisa diucapkan melalui lisan. Banyak cara agar pesan itu sampai, salah satunya melalui bait-bait puisi yang tentunya akan langsung dimengerti dengan sepenuh hati.
Cara ini kemudian dipilih M Mumuh Murtado, seorang mahasiswa tingkat akhir Jurusan Teater pada Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Mumuh mendobrak kegundahannya dan mencurahkan isi hatinya melalui buku antologi puisi berjudul 'Sebuah Larik Kesaksian Penciptaan Cinta'.
Sabtu (20/7/2024), buku karya Mumuh resmi diluncurkan di pelataran Celah Celah Langit, Gang Bapak Eni, Ledeng, Kota Bandung. Buku perdananya itu sekaligus menjadi refleksi sang penulis dalam memaknai perjalanan kehidupannya selama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Buku ini perjalannya 4 tahun. Saya memang orang yang tak pernah berbicara tentang cinta, tapi saya lebih ke menuliskannya kalau soal cinta. Sebab bagi saya, mencintai itu memang harus semurni madu, mencintai itu jangan karena-karena dan bukan karena sebab. Tapi kita harus menjadi insan yang kodratnya harus bisa mencintai hal-hal atau mahluk ciptaan-Nya," kata Mumuh saat berbincang dengan detikJabar.
Buku antologi puisi karangan Mumuh memang masih didominasi cerita tentang cintanya kepada seorang perempuan. Tapi, Mumuh tak lupa mencurahkan isi hatinya melalui tulisan mengenai alam dan keluarga yang selama ini tak pernah bisa ia curahkan langsung secara lisan.
Meski begitu sederhana, bagi Mumuh, buku tersebut seolah menjadi anak tangga untuknya dalam membuat sebuah karya. Sang mentor, Iman Soleh selaku founder Celah Celah Langit, menjadi motivasi terbesar bagi Mumuh yang terus mendorongnya sampai sekarang.
"Karena Pak Iman yang mendorong saya supaya tulis apa yang dekat denganmu, maka itu yang akan membuatmu pergi jauh kemanapun," ungkap Mumuh mengenang petuah tersebut.
Kini, Mumuh makin terobsesi untuk terus berkarya menuliskan curahan hatinya melalui bait-bait puisi lainnya. Ke depan, mahasiswa asal Cipanas, Lebak, Banten ini akan menyiapkan tema puisi yang membahas tentang lingkungan, kemiskinan dan kemanusiaan.
Kalau untuk puisi mah masih banyak, saya sedang menulis itu. Karena bagi saya pribadi, menuliskan sebuah kecintaan dan dibaca orang, itu akan ditafsirkan langsung oleh si pembacanya. Beda dengan lisan, tafsir orang terhadap lisan itu pasti akan berbeda-beda," pungkasnya.
(ral/mso)