Di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, dahulu, pernah ada tradisi besar yang menjadi daya tarik masyarakat. Tradisi ini menjadi magnet masyarakat pelosok untuk datang ke perkotaan Ciamis. Tradisi itu adalah Kuda Kosong yang biasa digelar pada saat Hari Jadi Ciamis.
Tradisi ini mempertontonkan seekor kuda tanpa penumpang dibawa mengelilingi jalanan perkotaan Ciamis dan Pendopo Bupati. Uniknya, kuda tersebut terlihat seperti memikul beban berat. Konon, kuda itu ditumpangi oleh makhluk tak kasat mata atau onom.
Tradisi Kuda Kosong sempat menjadi primadona di tahun 1950-an hingga tahun 1970-an. Ribuan warga dari berbagai kecamatan datang dan menyambut iring-iringan kuda kosong tersebut. Bahkan di setiap gang atau persimpangan disediakan sesaji dalam besek. Konon sesaji itu untuk menjamu mahluk tak kasat mata yang menunggangi kuda kosong tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lambat laun, tradisi Kuda Kosong pun menghilang, tidak pernah lagi digelar pada saat Hari Jadi Kabupaten Ciamis. Bahkan banyak generasi sekarang tidak mengetahui adanya tradisi yang menambah kesakralan Hari Jadi Ciamis.
Banyak juga yang tidak tahu penyebab Tradisi Kuda Kosong itu tidak pernah lagi digelar. detikJabar pun mencari informasi tersebut dan berhasil menemui keturunan yang menjadi pelaku dari Tradisi Kuda Kosong.
Rita Ratnawati (65) cucu dari Raden Galil Koesoemawidjaja Mahadikoesoema (pelaku Tradisi Kuda Kosong), saat ditemui di kediamannya Kawasan Lokasana Ciamis pun menceritakan asal muasal Kuda Kosong lahir hingga tenggelam. Rita mendengar cerita itu dari neneknya atau istri dari Raden Galil.
Pada masa setelah kemerdekaan, Raden Galil merupakan seorang pelaku seni. Raden Galil kerap tampil dalam pertunjukan dan kebetulan ia akan berperan dalam Munding Laya. Sebelum tampil, Raden Galil beserta para krunya dibawa ke Pulo Majeti di wilayah Banjar untuk tawasulan hingga malam supaya pada saat tampil diberikan kelancaran.
"Pada saat itu setelah keluar dari rungkun ada sebuah benda melayang seperti ranting menghampiri kakek. Kemudian benda itu dibawa pulang," ujarnya, Rabu (19/6/2024).
Pada saat malamnya, Raden Galil mendapat wangsit bahwa benda seperti ranting pohon itu dibawa ke Pendopo Bupati Ciamis. Setelah dibawa, benda itu disimpan di sebuah saung kecil kemudian diberi sesaji. Di saung kecil gelap itu, terdengar suara alat-alat makan dan setelah dilihat semuanya telah berantakan. Kala itu menjelang Hari Jadi Ciamis. Konon wangsit itu berasal dari makhluk tak kasat mata disebut Raja Onom.
"Jadi ada yang berbisik dengan kata kaula bakal datang (saya akan datang). Cirinya pada saat magrib ada hujan gerimis. Itu merupakan Raja Onom bernama Nyai Ratu Gandawati," ungkapnya.
Setelah datang dengan ditandai ciri yang disebutkan itu, Raden Galil menyebut bahwa Raja Onom meminta kuda kosong untuk ditumpangi mengelilingi wilayah perkotaan Ciamis. Bukan hanya Raja Onom saja yang datang melainkan berikut pengikutnya.
Akhirnya, Raden Galil pun bersama jajarannya menyiapkan kuda kosong lalu kemudian diarak berkeliling perkotaan Ciamis. Tidak hanya seekor kuda namun juga beberapa ekor kuda lainnya untuk para pengikutnya.
"Menurut cerita, kuda itu seperti seperti membawa beban berat jalannya juga pelan. Tentunya itu menjadi keanehan di masyarakat, karena kudanya tidak ada yang menunggangi tapi seperti keberatan," ungkapnya.
![]() |
Rita menjelaskan, benda seperti ranting pohon itu ternyata merupakan pecut sebagai sarana Raja Onom datang dari Pulo Majeti ke Ciamis. Sampai sekarang Rita masih menyimpan pecut itu.
Akhirnya, setiap tahun setiap hari Jadi Ciamis, kuda kosong itu pun rutin digelar. Bahkan berkembang menjadi tradisi yang sangat dinantikan masyarakat.
Setelah Raden Galil wafat, Tradisi Kuda Kosong pun mulai menghilang dan tak lagi digelar. Diketahui Raden Galil merupakan keturunan Kanjeng Prabu atau RAA Kusumandiningrat (Bupati Galuh). Setiap setahun sekali, pecut ini selalu saya bersihkan," ungkapnya.
Rita menyebut, pada tahun 2019, Tradisi Kuda Kosong sempat akan dibangkitkan dalam kegiatan Mieling Ngadegna Galuh. Namun tradisi itu hanya bertahan sekali itu saja. Ritualnya pun sama, dengan menyediakan ruang kosong dan diberi sesaji.
Konon setelah mengundang Raja Onom, beberapa hari setelah kegiatan tersebut, 3 ekor kuda yang dipakai untuk tunggangannya mendadak mati. Sehingga hingga kini tidak ada lagi yang mampu menggelar Tradisi Kuda Kosong.
"Ada beberapa kali yang meminta pecut ini, saya kasih tapi beberapa hari atau seminggu kemudian mengaku tidak kuat dan mengembalikannya lagi. Kalau saya hanya menjaga saja, mungkin hanya ingin disimpan di sini," jelasnya.
(iqk/iqk)