Diraksukan kabaya (Berpakaian Kebaya)
Nambihan cahayana (Menambah Cahaya)
Dangdosan sederhana (Dandanan Sederhana)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mojang Priangan (Gadis Priangan)
Penggalan lirik lagu berjudul Mojang Priangan itu tentu tak asing di telinga masyarakat Sunda. Terutama mereka generasi sepuh yang banyak mendengarkan tembang-tembang lawas dari radio.
Tembang Mojang Priangan bercerita tentang seorang gadis berparas cantik dari tanah Priangan atau Jawa Barat, yang menjunjung tinggi adab ketimuran, sopan santun, dan cerdas. Lagu ini memberi contoh agar gadis Sunda menjaga kecantikannya, tak hanya dari luar tapi juga dari dalam.
Di balik lagu yang melegenda itu, nama Iyar Wiarsih tersemat. Mojang Priangan lahir dari tangan dingin maestro kesenian sunda yang lahir pada 21 September 1932 silam di Pameungpeuk, Kabupaten Bandung.
Tembang itu dinyanyikan Nining Meida hingga meraih kepopulerannya. Mojang Priangan juga menambah panjang deretan lagu-lagu tradisional tanah Pasundan yang dikenal publik hingga puluhan tahun berlalu.
Sayang, Mamah Iyar, begitu ia dikenal, kini telah berpulang. Mendiang Iyar mengembuskan nafas terakhir pada Selasa (16/1/2024) sekitar pukul 16.15 WIB di rumahnya di Rancabali, RT 02/RW 02, Desa Kertamulya, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
"Buat kita anak-anaknya, Mamah Iyar itu sosok panutan, perhatian banget sama kita, sama cucu-cucunya, dan cicit. Makanya kita sangat kehilangan," kata anak Iyar Wiarsih, Eti (73) kepada detikJabar.
Bukti cinta dan kasih Mamah Iyar pada anak keturunannya, dituangkan lewat cara berbeda. Salah satunya, mendiang tak mengizinkan dan mendorong anak-anaknya menjadi seniman seperti dirinya.
"Makanya almarhumah bilang jangan ada yang jadi seniman karena mungkin sudah tahu pahit getirnya gimana (sebagai seniman), apalagi tradisional. Mungkin terlalu sayang sama kita, makanya satupun nggak ada penerus mamah," ujar Eti.
Tak ada yang meneruskan jalan Mamah Iyar sebagai seniman Sunda, bukan berarti keturunan Mamah Iyar mulai dari anak hingga cicit, tak ada yang bisa bermain musik maupun mendendangkan senandung Sunda maupun lagu kekinian.
"Kalau darah seni dari mamah ya pastinya ada, kalau nyanyi iseng atau main musik bisa. Cuma itu saja, nggak ada yang meneruskan sebagai seniman," tutur Eti.
Hingga saat ini, karya-karya Mamah Iyar senantiasa diperdengarkan pada anak keturunannya. Pesannya tentu supaya karya-karyanya tetap lestari dan dikenal oleh masyarakat luas.
"Alhamdulillah, selalu kita dengarkan, masih banyak juga yang setel lagu-lagunya. Jadi memang itu salah satu keinginan mamah, supaya lagunya selalu didengarkan," ujar Eti.
Baca juga: Seni Gaok di Ujung Kepunahan |
Mamah Iyar meninggal di usianya yang sudah 93 tahun. Sebelumnya, mendiang sempat menjalani beberapa kali perawatan karena penyakit pembengkakan jantung yang diidapnya. Sebelum meninggal dunia, kondisinya memang terus menurun.
"Sakitnya sudah lama dan memang faktor usia juga. Sakitnya pembengkakan jantung, sebelumnya juga sempat keluar masuk rumah sakit menjalani perawatan. Meninggalnya di rumah," kata Dadang Warman, cucu Mamah Iyar.
(dir/dir)