Seni beluk merupakan salah satu kesenian masyarakat Sunda yang saat ini semakin jarang ditemukan. Padahal beluk jadi salah satu seni tertua di Tatar Sunda. Beluk adalah seni suara atau seni olah vokal, tanpa diiringi irama atau alunan musik. Oleh sebagian kalangan beluk dikatakan sebagai seni acapella masyarakat Sunda. Tak diiringi musik, tapi bisa bisa menghasilkan irama yang indah didengar.
Beluk atau ngabeluk bertumpu pada kekuatan vokal senimannya yang meliputi kekuatan nafas untuk menghasilkan irama nada rendah sampai nada tinggi yang melengking. Dalam penampilannya di atas pentas, seni beluk ini biasanya dimainkan setidaknya oleh empat orang yang beradu kemampuan vokal. Terkadang mereka melantunkan syair saling bersahutan.
Irama syair yang dibawakan terdengar khas, dilengkingkan atau "dilaeukeun" pada bagian ujung syair. Irama dari syair yang dibawakan mirip dengan lagu pupuh, seperti asmarandana, kinanti, sinom dan lainnya. Liriknya pun acap kali membawakan pupuh atau syair-syair bertema pepatah serta syair mengagungkan Tuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah seorang budayawan Tasikmalaya, Nunu Nazarudin Azhar mengatakan beluk atau ngabeluk dulunya merupakan cara berkomunikasi masyarakat Sunda ketika berada di sawah, di ladang atau di hutan.
"Dulunya beluk menjadi cara berkomunikasi saat dalam posisi berjauhan ketika berada di ladang atau bahkan di kampung. Saling menanyakan kabar, memberi informasi dan lainnya," kata Nunu, Sabtu (9/12/2023).
Selain menjadi cara berkomunikasi, ngabeluk juga menjadi cara masyarakat Sunda mengusir sepi di tengah sawah atau hutan. Teriakan atau "ceuceuleuweungan" itu dilantunkan dengan berirama untuk menarik perhatian atau menjadi hiburan. "Termasuk untuk mengusir binatang buas atau binatang hama," kata Nunu.
Beluk sendiri menurut Nunu berasal dari kata "caluk" atau memanggil. Tapi masih menurut Nunu, ada juga yang berasumsi Beluk berasal dari kata "eluk" yang berarti dinamika suara.
"Kemungkinan berasal dari kata "eluk", yakni dinamika suara, liukan irama yang penuh ornamen dalam "surupan" yang tinggi saat menyanyikannya. Tapi ada juga yang menyebut beluk berasal dari kata "caluk" atau "celuk" yang artinya memanggil," kata Nunu.
Dalam perkembangannya ngabeluk yang awalnya dilakukan sebagai cara berkomunikasi kemudian dijadikan wahana hiburan. Malam hari di perkampungan, beberapa orang kemudian ngabeluk bersama, membawakan syair atau lirik-lirik secara bergiliran. Kemudian dipentaskan dalam acara ritual seperti syukuran kelahiran bayi, pesta panen, khitanan atau momen ritual lainnya.
"Kalau sekarang memang relatif sulit dijumpai, walau pun masih ada satu atau dua pelaku seni yang berusaha melestarikan seni beluk ini. Kemudian dalam pementasannya saat ini biasanya sudah diiringi tabuhan alat musik. Biasanya dipadukan dengan seni terebang gebes," kata Nunu.
Pementasan beluk ini biasanya berlangsung sekitar satu hingga tiga jam. Salah satu daya tarik dari seni ini adalah menikmati irama khas dengan vokal yang melengking. Kemudian isi syair yang dibawakan pun bisa dinikmati sebagai sebuah petuah atau bercerita tentang cerita rakyat masyarakat Sunda