Rd Machjar Koesoemadinata, Sosok di Balik Notasi Da-Mi-Na-Ti-La-da

Rd Machjar Koesoemadinata, Sosok di Balik Notasi Da-Mi-Na-Ti-La-da

Nur Azis - detikJabar
Sabtu, 11 Nov 2023 10:00 WIB
Raden Machjar Angga Koesoemadinata bersama Istrinya, Saminah.
Raden Machjar Angga Koesoemadinata bersama Istrinya, Saminah. (Foto: istimewa)
Bandung -

Pahlawan. Kata itu kiranya tidak berlebihan untuk disematkan kepada sosok satu ini. Sosok yang telah berjasa bagi perkembangan seni musik di tanah air.

Dari buah pikirnya terlahir sistem notasi nada Sunda yakni da-mi-na-ti-la-da. Darinya pula laras Salendro dan Pelog bisa dimainkan secara bersama lewat 17 tangga nada yang diciptakannya.

Dialah Raden Machjar Angga Koesoemadinata, seorang seniman dan musikolog Sunda asal Sumedang. Ia lahir di Sumedang pada 1902 dan meninggal di Bandung pada 1979.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir dari https://www.unpad.ac.id, dalam "Mengenang R. Machjar Angga Koesoemadinata, Musikolog Pencipta Notasi Nada Sunda", disebutkan bahwa Raden Machjar pernah masuk dalam Dictionary Music & Musician pada tahun 1950.

Betapa tidak, dalam kurun waktu 1916 - 1929, ia telah berhasil menciptakan serat kanayagan (red:salah satu bentuk notasi untuk menuliskan nada-nada musik dalam karawitan). Ciptaannya itu, ia tuangkan ke dalam sebuah buku berjudul Elmuning Kawih Sunda.

ADVERTISEMENT

Ia menciptakan suatu teori tentang laras salendro 10 nada dan pelog 9 nada. Ia juga berhasil menciptakan sistem tangga nada yang mana dalam satu oktafnya terdiri dari 17 nada. Sistem itu kemudian diterapkannya ke dalam gitar rancangannya yang diberinya nama Erman dan perangkat gamelan monumental bernama Ki Pembayun.

Tidak sampai disitu, Raden Machjar pun berhasil menciptakan monochord (Alat untuk mengukur getaran bunyi) yang kemudian digunakan oleh para ahli musik di luar negeri serta beberapa lagu hasil ciptaannya.

Prof. Dr. Raden Prajatna Koesoemadinata (87) atau anak kelima dari Raden Machjar mengungkapkan, keahlian ayahnya dalam dunia musik selain diperoleh secara otodidak juga diperoleh dari bangku sekolah.

"Jadi ada adik dari ayah saya yang punya minat terhadap gamelan namanya Raden Haji Mumuh dan ayah saya belajar gamelannya itu dari dia, selain itu ayah saya pun sudah suka berkesenian seperti menyanyi, belajar nada-nada angka, belajar main gitar dan segala macam itu saat dia di sekolah HIS," ungkap Prajatna yang diketahui mantan Guru Besar Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) saat berbincang dengan detikJabar melalui sambungan telepon belum lama ini.

Raden Machjar diketahui permah mengenyam pendidikan sekolah rakyat di Sumedang. Lalu melanjutkan Hollandsch-Inlandsche School (HIS) di Sumedang. Kemudian, ia pun melanjutkan ke Kweekschool atau sekolah guru di Bandung.

"Di sekolah guru inilah minat ayah saya untuk belajar musik semakin tinggi dan saat di sekolah ini pulalah ayah saya pun mulai memiliki minat untuk mempelajari musik Sunda lebih dalam, bahkan tidak jarang ayah saya memainkan lagu-lagu Barat dengan nada Sunda, sedangkan lagu Sunda itu harus menggunakan pelog dan salendro, dari situlah ia mulai mempelajarinya," tutur Prajatna.

Menurut Prajatna, Raden Machjar menciptakan sistem notasi nada Sunda saat dipercaya oleh Pemerintah Hindia Belanda kala itu untuk mengajar musik Sunda.

"Raden Machjar diberi wewenang oleh pemerintah Belanda saat itu untuk mengajarkan lagu-lagu sunda tapi lewat cetak buku maka diciptakanlah da-mi-na-ti-la untuk menandingi do-re-mi-fa-sol, kalau do-re-mi-fa-sol untuk nada Barat, kalau nada Sunda untuk nada Sunda atau Pelog dan Salendro, Raden Machjar pun menuliskan buku tentang itu," paparnya.

Raden Machjar yang ahli dan konsen terhadap dunia seni karawitan dan seni suara pada akhirnya menarik perhatian Belanda. Ia kemudian diperkenalkan dengan etnomusikolog asal Belanda yakni Jaap Kunts. Dari sana, pengetahuan musik Raden Machjar pun menjadi bertambah. Begitu pun pengetahuan musik dari Jaap Kunts.

Dari perkenalannya dengan Raden Machjar, Jaap Kunts berhasil menelurkan sebuah buku berjudul De toonkunst van Java.

"Buku itu artinya seni suara dari Jawa, disitu ia menuliskan bagaimana dia itu kerjasama dengan Pak machjar, saling mengajar, Pak Machjar belajar teori musik Barat, musikologinya. Sementara Jaap Kunts diajarkan mengenai musik Sunda, Karawitan Sunda," terang Prajatna.

Bukan hanya Jaap Kunts bahkan konon saat itu banyak juga orang asing lainnya yang tertarik untuk belajar seni karawitan atau musik Sunda saat Raden Machjar sudah tinggal di Bandung.

"Dari situ banyak juga murid-murid Jaap Kunst yang datang ke Bandung untuk belajar ke Raden Machjar," terangnya.

"Bahkan banyak orang - orang bule lainnya yang mengagumi hasil pekerjaan dari pak Machjar, karena mereka mempelajari da-mi-na-ti-la bukan dari segi musikolognya saja, tapi dari sisi fisikanya, matematikanya, jadi dari situ sistem nadanya dipelajari secara matematis juga," ungkapnya menambahkan.

Prajatna menyebut, sejumlah buku telah ditulis oleh Raden Machjar. Buku terakhirnya berjudul Seni Laras Sunda.

"Ia (Raden Machjar) pun banyak juga menulis buku nyanyian untuk sekolah dasar namanya kawih murang kalih, juga menulis musik dan lagu untuk opera, juga menulis sejumlah lagu Sunda yang salah satunya rampak sekar Ibu Dewi Sartika serta lagu Sunda lainnya," ucapnya.

Seabrek karya yang tidak bisa disebutkan satu persatu telah diciptakan oleh Raden Machjar. Kini karyanya pun masih sangat bermanfaat bagi perkembangan musik di tanah air, khususnya untuk musik Sunda.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads