Jejak Miss Tjitjih, Diva Panggung Sandiwara Masa Hindia-Belanda

Kabupaten Sumedang

Jejak Miss Tjitjih, Diva Panggung Sandiwara Masa Hindia-Belanda

Nur Azis - detikJabar
Selasa, 31 Okt 2023 06:30 WIB
Bukti Kiprah Kelompok Sandiwara Miss Tjitjih dsri pra atau pasca kemerdekaan Indonesia.
Surat kabar Belanda pra dan pasca kemerdekaan ini jadi bukti kiprah dari Perkumpulan Miss Tjitjih dalam dunia panggung sandiwara (Foto: Istimewa).
Sumedang -

Sebuah kelompok sandiwara bernama Miss Tjitjih pernah berjaya pada masa Hindia-Belanda. Kelompok tersebut masih eksis hingga kini.

Nama kelompok itu diambil dari nama salah satu primadonanya, yakni Tjitjih, seorang seniwati asal Kabupaten Sumedang.

Dilansir dari ensiklopedia.kemdikbud.go.id, Tjitjih terlahir dari pasangan Uta Murta dan Neno.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bakat seni Tjitjih tidak terlepas dari pengaruh lingkungan tempat tinggalnya. Ibunya diketahui berasal dari kampung Regol atau tepatnya di belakang pendopo Kabupaten Sumedang.

Tjitjih kecil yang memiliki bakat tarik suara dan juga tari sering dipanggil ke pendopo untuk menghibur tamu bupati kala itu.

ADVERTISEMENT

Terjun ke dalam dunia panggung sandiwara saat Tjitjih berusia 18 tahun atau tahun 1926 dengan diajak oleh suaminya. Ia saat itu bergabung dengan Kelompok Opera Valencia di Bandung.

Opera itu didirikan oleh Abubakar Bafaqih pada tahun 1920. Abubakar adalah seorang pria keturunan Arab dan Bangil, Jawa Timur.

Singkatnya, setelah bercerai dengan suaminya, Tjitjih lalu menikah dengan Abubakar Bafaqih dengan masih menekuni profesinya tersebut.

Opera Valencia awalnya lebih banyak menggunakan bahasa Melayu dalam setiap pertunjunkannya.

Namun, lantaran kepiawaian Tjitjih memerankan tokoh dalam sebuah lakon berbahasa Sunda ditambah saat itu Tjitjih menjadi sang primadonanya maka Opera Valencia pun berganti nama menjadi Miss Tjitjih Toneel Gezelschap (Perkumpulan Tonil Miss Tjitjih).

Panggilan "Miss" sendiri kala itu menjadi hal lumrah bagi setiap primadona panggunung. Itu kenapa Tjitjih lebih dikenal dengan panggilan Miss Tjitjih.

Dari sejak saat itu, bahasa dan unsur seni Sunda pun menjadi lebih dominan dalam setiap pertunjukan yang dibawakan oleh Perkumpulan Miss Tjitjih.

Perkumpulan Sandiwara Miss Tjitjih pun tampil serta melanglangbuana ke beberapa daerah di Jawa Barat seperti Kuningan, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Tanjungsari, Cicalengka, Sukabumi, Cisaat, Cianjur, Bogor, Bandung, Majalaya, dan daerah lainnya.

Beberapa lakon yang dibawakan di antaranya Gelung Ciyoda, Gelung Cianjur, Gejed Milo, Karnadi Bandar Bangkong, Eulis Acih, Gagak Solo, Srigawa, Bentang Jaarbeurs, Kalepatan Putra Dosana Ibu Rama, Mugiri dan lain-lain. Pertunjukan Kelompok Miss Tjitjih biasa diadakan di gedung bioskop, alun-alun, pasar atau lapangan.

Miss Tjitjih meninggal dunia di Sumedang pada 27 Agustus 1939. Sebelum meninggal atau pada akhir tahun 1938, ia menyempatkan diri untuk tampil dengan memerankan tandak dalam lakon Gagak Solo, karya Thio Tik Jin.

Tjitjih diketahui terkena sakit paru-paru. Meski demikian, ia tak menghiraukannya lantaran saking cintanya dalam dunia seni sandiwara yang digelutinya.

Salah seorang youtuber asal Sumedang yang konsen dalam mengangkat seni dan budaya, yakni Krisna Supriatna (51) pernah mengangkat kisah Miss Tjitjih pada empat tahun silam. Ia memulainya dengan penelusuran jejak makam dari Miss Tjitjih.

"Saya awalnya mendengar bahwa di Jakarta ada kelompok Sandiwara Miss Tjitjih bahkan jadi nama sebuah gedung seni pertunjukan dan katanya orang Sumedang, itu membuat saya penasaran sebab jangan-jangan makamnya ada di Sumedang," ungkap Krisna kepada detikJabar.

Setelah bertanya kepada para sesepuh di Sumedang, Krisna pun akhirnya berhasil menemukan makam Miss Tjitjih yang berlokasi di Kampung Sindangpalay, Kelurahan Pasanggrahan Baru, Kecamatan Sumedang Selatan.

"Pada saat itu kondisi makamnya sangat mengkhawatirkan dan tidak sebanding dengan nama besarnya. Namun setelah dibuat konten vlog, Alhamdulillah mendapat respons dari sana-sini termasuk dari keluarganya, katanya sudah diperbaiki, cuma tidak tahu ya kondisi sekarang karena saya belum ke sana lagi," terangnya.

Krisna sebagai orang Sumedang dan juga selaku orang yang cinta akan seni dan budaya mengaku sangat bangga terhadap sosok Miss Tjitjih sebagai tokoh seni yang dikenang dalam skala nasional.

"Terus saat meninggal Miss Tjitjih ini lebih memilih dimakamkan di kampung halamannya di Sumedang, dia menunjukan bahwa dia berasal dari Sumedang," ucapnya.

Menurut Krisna, sosok Miss Tjitjih patut menjadi contoh bagi generasi Sumedang saat ini.

"Bukan hanya bangga tapi jejak Miss Tjitjih harus dicontoh bahkan kalau bisa harus lebih dari Miss Tjitjih yang konsen terhadap seni dan budaya Sunda," ucapnya.

(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads