Misteri Gong Gamelan Sari Oneng dan Kepulangannya dari Belanda

Lorong Waktu

Misteri Gong Gamelan Sari Oneng dan Kepulangannya dari Belanda

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Minggu, 29 Okt 2023 08:30 WIB
Gamelan Sari Oneng.
Gamelan Sari Oneng. (Foto: Istimewa)
Sukabumi - Jauh sebelum mengguncang acara peresmian Menara Eiffel di Prancis sekitar tahun 1889, seperangkat Gamelan Sari Oneng Parakansalak ternyata sudah lebih dahulu melanglang buana ke sejumlah negara di Eropa.

Siapa sangka dari seperangkat gamelan tersebut, hanya Gong yang kala itu tertinggal di Belanda dan sempat disimpan di Tropen Museum. Sampai akhirnya gong itu dipulangkan lagi ke Sukabumi. Ada misteri di balik kepulangan salah satu perangkat gamelan yang membuat Belanda bergidik.

"Ada cerita keberadaan Gong Indung atau Goong Ageung (gong besar) Sari Oneng bergaris tengah 92 cm dengan berat 30 kg yang tertinggal di Belanda. Goong Ageung yang disimpan di Tropen Museum, selalu berbunyi dan membuat takut pengelola maupun pengunjung museum, karena sering bunyi sendiri," kata Rangga Suria Danuningrat, salah seorang pewaris Gamelan Sari Oneng, kepada detikJabar, belum lama ini.

Sekadar informasi, Rangga adalah cucu dari Bupati Sukabumi ke dua R.A.A Soeria Danoeningrat (1930-1942). Kala itu, entah karena memang karena kengerian mendengar bunyi-bunyian itu atau karena hal lain yang akhirnya membuat Belanda memutuskan untuk memulangkan bagian dari gamelan itu ke tanah air.

"Pada April 1989, benda-benda pusaka itu dikembalikan ke Indonesia oleh duta besar Belanda saat itu kepada pemiliknya yang sah yaitu keluarga besar R.A.A Soeria Danoeningrat yang langsung menitipkannya kembali goong ageung itu ke Museum Geusan Ulun Sumedang," ucap Rangga.

Rangga menceritakan, Gamelan Sari Oneng Parakansalak ini diberikan oleh Administratur Parakansalak M.O.A Hugguenin pada tahun 1942 karena sejatinya gamelan adalah harus dimiliki oleh Bupati Sukabumi yaitu R.A.A Soeria Danoeningrat sebagai pusaka kebanggaan bupati.

"Ada amanat dari administratur perkebunan teh Parakansalak sebelumnya yaitu M. Th. Boreel untuk diserahkan kepada Soeria Danoeningrat. Sekarang Gamelan Sari Oneng Parakansalak yang dibuat dengan menggunakan kayu yang langsung didatangkan dari Negeri Gajah Thailand tersebut sudah berada di tangan ahli waris setelah diambil kembali tahun 2021 lalu setelah sempat disimpan di Museum Geusan Ulun dan statusnya sebagai titipan keluarga besar R.A.A Soeria Danoeningrat sejak tahun 1975," beber Rangga.

Sari Oneng Cara Belanda Promosikan Hasil Perkebunan

Gamelan Sari Oneng di Sukabumi.Gamelan Sari Oneng di Sukabumi. Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Dibalik kisah megahnya di peresmian Menara Eifel Gamelan Sari Oneng ternyata sebelumnya pernah di boyong ke Chicago USA dan Amsterdam, Belanda.

Rangga menyebut duo warga Belanda Karel Frederick Holle dan Adrian Walraven Holle yang menjabat sebagai administratur Perkebunan Teh Parakan Salak kala itu memboyong seperangkat gamelan dan penampilnya.

"Keberadaan Gamelan Sari Oneng sudah sejak abad ke-19 M lalu, atau tepatnya antara 1840 hingga 1860. Pada masa itu, Karel Frederick Holle dan Adrian Walraven Holle membawa Gamelan Sari Oneng Parakan Salak bersama sejumlah seniman dan seniwati Sunda untuk melanglang buana ke sejumlah negara di Eropa dalam rangka promosi hasil perkebunan teh dan kopi dari tanah Sunda," beber Rangga.

Pada pementasannya, dikatakan Rangga Gamelan Sari Oneng juga mengikutsertakan puluhan seniman dari Pulau Jawa, para penampil yang sebagian diantaranya ternyata memiliki latar belakang pekerja perkebunan di Parakansalak dan Sinagar.

"Menampilkan 75 orang Seniman dari Pulau Jawa dan 27 orang diantara penampil berasal dari pekerja perkebunan Parakansalak dan Sinagar serta kepergian mereka kesana atas biaya dari keluarga Kerkhoven, pemilik perkebunan Sinagar. Sari Oneng sendiri memiliki arti 'inti kasih sayang'," ujar Rangga.

Selepas itu, administratur Perkebunan Teh Parakan Salak pengganti Holle, Gustaf Mundt, koleksi gamelan itu diangkut ke sejumlah negara untuk memeriahkan pameran teh, kopi, dan kakao, yang merupakan komoditas andalan Belanda saat itu.

"Dua set gamelan diboyong ke pameran di Belanda pada 1883, sejak itu semuanya tak pernah kembali lagi ke Sukabumi. Salah satunya disimpan di Museum Leiden Belanda," cerita Rangga.

Rangga kemudian menukil buku Colonial Spectacles The Netherlands and The Dutch East Indies at the World Exhibitions 1880-1931 karya Marieke Bloembergen yang menulis, lewat stan bernama "Kampong", pengunjung disuguhi permukiman ala Jawa dan Sunda, pembuat batik, serta pengrajin senjata tradisional.

"Namun, saat itu primadonanya ada di gedung kesenian berkapasitas 1.000 orang. Puluhan pemusik dan belasan penari Ronggeng Sunda serta Mangkunegaran Solo beraksi diiringi Sari Oneng," ucap Rangga.

Rangga juga menyebut ada sederet bukti dari kisah itu, antara lain foto yang terdapat dalam album van Mientje dengan angka tahun 1860. Dalam foto itu menampilkan sosok Adrian yang tengah mengenakan pakaian tradisional Sunda dan memainkan rebab di antara nayaga pemain Gamelan Sari Oneng.

"Pertunjukan besar terakhir Sari Oneng adalah saat mengiringi ulang tahun perkawinan ke-60 mantan bupati Sukabumi kedua yang merupakan keturunan Raja Sumedanglarang, R.A.A Soeria Danoeningrat," pungkasnya. (sya/iqk)



Hide Ads