Populer sebagai bapak Angklung Indonesia, Daeng Soetigna berasal dari keluarga menak dari Kabupaten Pangandaran. Ia lahir di Pameungpeuk, Garut pada 13 Mei 1908.
Daeng berasal dari keluarga 'dalem' atau 'priyayi' Sunda. Ayahnya,Mas Kartaatmadja merupakan pendiri sejumlah sekolah di wilayah Pangandaran. Berkat itu, Daeng mewarisi bakat bakat mendidik dari ayahnya dan bakat seni dari ibunya.
Dilihat dari silsilah keluarga Daeng Soetigna, dia merupakan anak kelima dari delapan bersaudara. Ia merupakan kakak dari Oeyeng Soewargana (adik bungsu) tangan kanan Jenderal Nasution.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaiamana dilansir dari buku, "Daeng Soetigna, Bapak Angklung Indonesia" tahun 1986 terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Helius Sjamsudin dan Hidayat Winitasasmita menuliskan dalam buku "Daeng Soetigna, Bapak Angklung Indonesia" tahun 1986, jika asal-usul Keluarga Daeng berasal dari Ciamis.
Umumnya pada masa-masa itu, keluarga "dalem atau "menak" mempunyai dua jalur pilihan untuk meniti karir hidup, pertama, pada pemerintahan dan kedua, agama.
Yang bekerja di jalur agama, mulai pangkat yang tertinggi seperti penghulu sampai dengan yang terendah misalnya penabuh bedug (marbot), seluruhnya merupakan keluarga.
Begitu pula yang bekerja pada jalur pemerintahan, mulai wedana, lurah sampai dengan juru tulis, juga merupakan keluarga.
Sementara itu, Kakek Daeng dari pihak ibunya adalah wedana Cikembulan (Sewu), Kecamatan Sidamulih (sekarang) , Kabupaten Ciamis, sedangkan kakek Daeng dari pihak ayahnya adalah lurah Cikembulan, Kecamatan Sidamulih (sekarang).
Alat tradisional angklung tidak bisa lepas dari Daeng sang inovator angklung instrumen musik dari bahan bambu khas Parahyangan. Berkat kepiawainya dalam memainkan alat musik angklung, Daeng berhasil mengangkat angklung jadi alat musik nasional yang ditampilkan secara massal.
Semula, alat musik angklung yang digelar pada momen seni tingkat daerah dan dimainkan oleh pengamen. Namun Daeng memainkan lebih dari itu, ia pernah memainkannya pada tingkat Internasional.
![]() |
Daeng sebagai pendidik sekaligus seniman dapat mengolaborasikan instrumen musik Barat dan daerah baik teoritis maupun praktis. Sehingga dia dikenal sebagai seniman terkemuda di Indonesia.
Helius Sjamsudin dan Hidayat Winitasasmita menuliskan jika ada lima alasan Daeng memperjuangkan instrumen angklung menjadi alat pendidikan, yang olehnya disebut sebagai "Lima M" (mudah, murah, menarik, mendidik dan massal).
Kendati demikian, menjelang akhir hayatnya, cita-citanya Daeng untuk memasyarakatkan amgklung melebihi harapannya. Karena Daeng telah menduniakan angklung, sebagaimana ditulis koran Warta Rindusaba.
Menjelang akhir hayatnya, cita-citanya tidak hanya terbatas pada "memasyarakatkan angklung" tetapi juga "menduniakan angklung", karena ia melihat bahwa angklung sekarang telah menyebar ke seluruh dunia.
![]() |
Selain itu, angklung Daeng Soetigna disebut Angklung Modern, tetapi bagi sejumlah murid-murid yang meneruskan cita-cita dan yang telah mengikuti perjuangan Daeng Soetigna dalam memberikan tempat yang terhormat bagi angklung, menyebutnya "Angklung Pak Daeng", suatu nama untuk mengabadikan kepeloporannya itu.
Ia telah berhasil menciptakan, memajukan dan menyebarluaskan angklung dalam susunan nada diatonis sehingga menjadi alat pendidikan di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Atas jasa-jasanya maka pada tanggal 15 Oktober 1968, Daeng Soetigna mendapat anugerah Satyalancana Kebudayaan dari Presiden Republik Indonesia Soeharto tahun 1968.
Dalam berbagai sumber berita tentang Daeng, ia hanya ditulis sebagai seniman dan pendidik, sehingga selama hidupnya dia tidak pernah terjun ke dunia politik.
Ia berjalan lurus sesuai dengan perannya mengisi hidup dengan amalan-amalannya di bidang seni dan pendidikan. Bidang inilah sumbangsih utama Daeng Soetigna terhadap nusa dan bangsa.
Rumah keluarga Daeng Soetigna menjadi terkenal hingga saat ini sebagai rumah gedong pertama di wilayah Pangandaran bernama Gedung Oeyeng nama adik bungsu dari Daeng.
Hingga saat ini kondisi rumah tersebut masih berdiri kokoh dan menghadap ke laut. Namun dipagar dan tertutup. Kabarnya, tanah dan rumah itu telah dibeli eks menteri KKP Susi Pudjiastuti
(yum/yum)