Eksisnya Produksi Wayang Golek Bale Pakuan di Soreang Bandung

Eksisnya Produksi Wayang Golek Bale Pakuan di Soreang Bandung

Yuga Hassani - detikJabar
Minggu, 13 Agu 2023 08:00 WIB
Perajin wayang golek Padepokan Bale Pakuan, Taryana Safaat (43) mengecat wayang golek di kediamannya, Padepokan Bale Pakuan, Kampung Heubeulisuk, Desa Sukajadi, Kecamatan Soreang.
Perajin wayang golek Padepokan Bale Pakuan, Taryana Safa'at (43) mengecat wayang golek di kediamannya, Padepokan Bale Pakuan, Kampung Heubeulisuk, Desa Sukajadi, Kecamatan Soreang (Foto: Yuga Hassani/detikJabar).
Kabupaten Bandung -

Kesenian wayang golek merupakan warisan dari leluhur dari tanah Jawa Barat. Makanya kesenian tersebut harus terus dipertahankan oleh masyarakat.

Pembuatan wayang golek sangat menjamur di wilayah Jawa Barat. Sehingga produksinya masih eksis hingga saat ini.

Salah satu yang masih eksis membuat wayang golek ada di Padepokan Bale Pakuan, Kampung Heubeulisuk, Desa Sukajadi, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung. Berbagai wayang golek diproduksi di tempat tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perajin wayang golek Padepokan Bale Pakuan, Taryana Safa'at (43) mengatakan, telah memproduksi wayang golek sejak tahun 2005 silam. Produksi tersebut dilakukan secara turun temurun.

"Kebetulan ini awalnya dari kakek, terus ke bapa saya, jadi nurun juga ke saya. Prosesnya belajar dari nol aja, otodidak aja belajarnya ke para orang tua dahulu. Soalnya nggak ada sekolah khusus bikin wayang," ujar Taryana, saat ditemui detikJabar, Kamis (10/8/2023).

ADVERTISEMENT

Pihaknya menjelaskan, wayang golek yang dibuatnya kerap dijual ke sejumlah dalang yang ada di Jawa Barat. Makanya produksinya terus berjalan hingga saat ini.

"Iyah dijualnya saya mah ke dalang-dalang. Soalnya banyak yang pesennya dalang. Kadang ada juga pesenan dari toko-toko atau galeri yang suka jual wayang. Jadi tergantung pesenan aja," katanya.

"Dalang-dalang Jawa Barat suka pesen ke sini, ada dari Bogor, Karawang, Subang, Majalengka, Bandung dan sekitarnya," tambahnya.

Taryana mengaku, dalam memproduksi wayang golek membutuhkan waktu beberapa hari. Namun jika wayang golek untuk anak-anak dapat diproduksi selama satu hari.

"Tergantung wayangnya sih. Kalau yang mudah paling sehari juga beres, kaya wayang-wayang kecil. Kalau yang wayang asli atau normal bisa beberapa hari bahkan bisa satu Minggu," jelasnya.

Menurutnya yang paling menyulitkan dalam membuat wayang adalah ukiran-ukiran yang ada di wajah. Kata dia, hal tersebut membutuhkan ketelitian.

"Paling susah itu bikin di area kepala, terutama yang berukir kaya gatot kaca, dan lain-lain. Awal bikin pasti di kepala dulu, lanjut ke bagian lainnya. Makanya yang lama itu finishingnya," ucapnya.

Setiap produksi wayang golek kerap memilili ciri khas. Menurutnya ciri khas tersebut terletak pada setiap ukirannya.

"Dari ukir ada karakternya, dari finishing pasti terlihat lebih halus atau kasar. Cuma gak bisa namainnya yang ada di sini tuh. Kalau zaman dulu kerasa banget ciri khasnya. Cuma sekarang mah mengikuti zaman karakter yang di daerah mana pasti yang bagusnya diikuti. Tapi kelihatan lah kalau dari sini mah ciri khasnya," bebernya.

Satu wayang golek yang diproduksinya dijual dengan harga yang bervariatif. Hal tersebut disesuaikan dengan ukuran dari wayang goleknya.

"Kalau harga mah mulai dari Rp 100 ribu sampai Rp 2 juta mah ada. Kalau yang Rp 100 ribu mah biasanya yang buat sovenir. Nah yang jutaan itu baru wayang golek yang suka dipakai oleh para dalang," kata Taryana.

Selain memproduksi wayang golek, Taryana mengaku aktif juga menjadi seorang dalang. Berbagai daerah di Jawa Barat kerap dirinya singgahi untuk melakukan pementasan.

"Iyah saya juga sambil ngedalang juga. Alhamdulillah beberapa daerah di Jabar mah udah pernah pentas," tuturnya.

Tak hanya itu, dirinya juga kerap mengajar sejumlah anak kecil dalam produksi wayang golek dan menjadi dalang. Hal tersebut dilakukan guna kesenian tersebut tetap terjaga.

"Kita juga suka ada pelatihan ngadalang anak-anak kecil dan dewasa. Pesertanya ada dari Soreang, hingga Ciwidey," beber Taryana.

Dia menambahkan dalam berkesenian belum ada perhatian dari pemerintah setempat. Makanya dirinya mempertahankan kesenian tersebut secara mandiri.

"Alhamdulillah nggak ada bantuan pemerintah, gak ada sama sekali. Bikin bangunan padepokan juga mandiri dan swadaya. Desa juga gak pernah ke sini, padahal di sini ada kegiatan kesenian," pungkasnya.

(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads