Tenun Gedogan Indramayu: Sejarah, Alat dan Jenis

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Jumat, 04 Agu 2023 10:00 WIB
Perajin tenun gedogan Indramayu menunjukkan alat tenun (Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar).
Indramayu -

Tenun gedogan merupakan salah satu kerajinan yang ada di Kabupaten Indramayu. Aktivitas menenun kain ini sudah sangat jarang terlihat. Bahkan bisa dikatakan hanya tersisa satu orang perajin.

Penelusuran detikJabar, aktivitas menenun di Desa Juntikebon, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, terlihat sangat langka. Kerajinan warisan orang tua terdahulu itu semakin terancam keberadaannya.

Sunarih (69), menjadi satu-satunya warga yang masih melestarikan tenun gedogan Indramayu. Bagi Sunarih, hasil dari menenun bisa menambah penghasilan.

"Iya dari remaja sampai sekarang. Dulu belajar sama orang tua. Lumayan aja hasilnya buat beli token listrik," kata Sunarih, Kamis (3/8/2023).

Sejarah Singkat Tenun Gedogan

Tenun gedogan Indramayu memiliki sejarah panjang. Kerajinan membuat kain itu konon sudah ada sejak zaman Kolonial Belanda.

Diceritakan budayawan Indramayu, Sulistijo bahwa tenun gedogan mulanya ramai dilakukan oleh warga di Kabupaten Indramayu. Sebab, kala itu masyarakat belum banyak memiliki pakaian berbahan kain. Dan cenderung masih memakai baju berbahan karung goni.

"Tenun itu tadinya ada di Kabupaten Indramayu. Karena waktu itu belum banyak kain untuk baju dan celana. Paling kencang warga punya sekitar 2 sampai 3 lembar baju kain," kata Sulis ditemui detikJabar.

Sebelum merebak, kuwu atau kepala desa bagikan bibit tanaman kapas ke warga. Agar hasil dari kapas itu bisa dijadikan benang untuk kemudian ditenun oleh para perajin.

"Jadi tanaman kapas itu ditanam di depan rumah, samping pesawahan, kebun-kebun. Nah kapas itu bisa dibuat benang. Tapi memang agak kasar bahannya," ujarnya.

Namun, seiring berkembangnya zaman, produksi kain mulai menyebar sehingga kebutuhan kain tenun berkurang. Meski, untuk jenis selempang atau tapih masih banyak dibutuhkan ketika itu.

"Tapi sekarang mulai berkurang. Bahkan tahun 2012 masih 3 orang yang tersisa. Sekarang hanya ibuSunarih aja yang masih memproduksi tapih atausewet tenun,"ungkapnya.




(mso/mso)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork