Gedung Negara di Kabupaten Sumedang dibangun pada masa Bupati Sumedang dijabat oleh Pangeran Soeria Koesoemah Adinata atau yang dikenal dengan sebutan Pangeran Sugih (1836-1882). Lantas siapakah Pangeran Sugih ini?
Pangeran Sugih merupakan cucu dari Pangeran Cornel dari pasangan Raden Adipati Kusumahyuda (1828-1833) dan Nyi Mas Samidjah. Pangeran Cornel sendiri diabadikan lewat sebuah patung yang kini berdiri di Jalan Cadas Pangeran Sumedang.
Sementara Pangeran Soeria Koesoemah Adinata dikenal dengan sebutan Pangeran Sugih. Hal itu lantaran menjadi bupati terkaya setatar Sunda kala itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain kaya harta, ia juga dikenal dengan bupati yang pintar serta memiliki banyak istri, yakni 31 istri. Itu kenapa disebut sebagai Pangeran Sugih lantaran konon sugih harta, sugih istri dan sugih harti (kaya harta, kaya istri dan kaya ilmu).
Berdasarkan catatan babon silsilah Karaton Sumedang Larang, Pangeran Sugih memiliki tiga padmi atau permaisuri serta istri pertama dan 27 selir. Ketiga Padmi di antaranya, dalem istri kesatu yaitu Raden Ayu Ratna Ningrat, dalem istri kedua Raden Ayu Rajapamerat dan dalem istri ketiga Raden Ayu Mustikaningrat.
Raden Ayu Ratnaningrat merupakan putri dari Raden Demang Sumadilaga, Jaksa Sumedang. Raden Ayu Rajapamerat merupakan putri dari Raden Aria Wiranatakusuma III dari Karang Anyar Bandung, sementara Raden Ayu Mustika Ningrat merupakan putri dari pasangan Bupati Galuh, Raden Adipati Aria Kusumadiningrat (1839-1886) atau Kanjeng Prebu dan The Pit Nio, seorang perempuan dari keturunan saudagar Tionghoa.
Khusus untuk Raden Bodedar tidak disebutkan sebagai dalem istri atau yang berarti Padmi. Namun ditulis sebagai istri pertama. Itu lantaran saat menikah, Pangeran Sugih belum diangkat menjadi Dalem Sumedang.
Dari istri-istrinya tersebut, Pangeran Sugih memiliki 94 orang keturunan baik putra ataupun putri. Dimana keturunannya itu tersebar di beberapa daerah di tatar Sunda yang beberapa di antrannya memegang jabatan penting.
Nonoman Karaton Sumedang Larang (KSL) yang juga Ketua Pengurus Yayasan Nazhir Wakaf Pangeran Sumedang (YNWPS), Rd. Lucky Djohari Soemawilaga mengungkapkan, kala itu Pangeran Sugih boleh dibilang sebagai Bapak Pembangunan. Hal itu lantaran ia telah mengembangkan tata kota Sumedang dari bupati sebelumnya.
"Pada saat Pangeran Sugih memimpin, Pangeran Sugih merasa ada kebutuhan yang harus dikembangkan yaitu pengembangan tata kota. Maka dibangunlah Gedung Negara seiring dengan dibangunnya Masjid Agung Sumedang, Bumi Kaler, Alun-alun dan sebagainya," ungkap Lucky kepada detikJabar belum lama ini.
Lucky menyebut, sebelum ada pengembangan kota, gedung pemerintahan Sumedang berpusat di Gedung Srimanganti yang dibangun oleh Pangeran Panembahan atau Pangeran Naga Gempol III pada 1706.
"Lalu Masjid Agung Sumedang sebelum di lokasi yang sekarang, dulunya berlokasi di Sekolah Dasar (SD) Sukaraja yang sekarang berdiri di Jalan Empang," terangnya.
Gedung Negara dulunya dikenal dengan nama Gedung Bengkok. Dikatakan Lucky, sebutan itu lantaran Gedung tersebut dibangun dari hasil produktivitas tanah carik.
"Hasil produktivitasnya tanah carik itu digunakan untuk membangun Gedung tersebut," ujarnya.
Lucky menyebut, Gedung Bengkok berubah nama menjadi Gedung Negara saat Sumedang dipimpin oleh Bupati Sutardja.
Gedung Negara dengan luas kurang lebih 400 meter persegi tersebut statusnya adalah tanah wakaf dari peninggalan Pangeran Sugih. Gedung itu didirikan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
"Jadi dari dulu itu memang difungsikan sebagai sarana untuk pelayanan kepada masyarakat dan sampai sekarang sifatnya dengan Pemda Sumedang tidak sewa tapi difungsikan sebagai pelayanan kepada masyarakat," terangnya.
(dir/dir)