Memasuki masa akhir tahun ajaran sekolah, kegiatan kenaikan kelas atau resepsi perpisahan digelar hampir di semua sekolah. Bagi masyarakat Sunda, kegiatan seremonial kenaikan kelas dan pelepasan kelulusan siswa itu lebih dikenal dengan sebutan samen atau samenan.
Samen seakan menjadi momentum istimewa bagi anak-anak sekolah. Sebab mereka diberi ruang untuk unjuk kebolehan di atas panggung, entah itu bernyanyi, menari, bermain musik, membaca puisi, kabaret dan lainnya. Selain itu, umumnya pada saat samen anak-anak akan diberi uang jajan lebih, seakan menyempurnakan euforia kelulusan atau kenaikan kelas.
Layaknya sebuah resepsi, acara samen diikuti sukacita dan dikemas sebagai sebuah acara seremonial. Anak-anak riang gembira, para orang tua sibuk melakukan persiapan, pihak sekolah menyiapkan acara, hingga para pedagang yang berdatangan mengais rezeki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Samen adalah istilah masyarakat Sunda untuk memuliakan anak-anak yang sudah lulus atau naik kelas," kata Nunu Nazarudin Azhar, budayawan Sunda di Tasikmalaya, Senin (26/6/2023).
Menurut dia, samen merupakan kata serapan dari bahasa Belanda. "Kalau dilihat dari kamus bahasa Belanda, samen kan artinya bersama-sama. Boleh jadi ada pergeseran makna di masyarakat Sunda, sehingga samen dimaknai sebagai acara kenaikan atau kelulusan anak sekolah," kata Nunu.
Dia menambahkan samen menjadi tradisi masyarakat Sunda sebagai apresiasi bagi anak-anak yang sudah menamatkan pendidikannya. "Tak hanya sekolah formal, sekolah agama juga menggelar samen. Kemampuan anak-anak ditampilkan, orang tua membuat tumpeng dan memotong ayam," kata Nunu.
Dia mengatakan contoh lain bahasa Sunda khas yang ditengarai merupakan serapan dari bahasa Belanda adalah kata botram. Botram adalah istilah bahasa Sunda yang merujuk pada kegiatan makan bersama di luar ruangan.
"Samen mirip dengan botram, bahasa Sunda yang khas. Botram berasal dari kata boterham, bahasa Belanda yang artinya roti sandwich," kata Nunu.
Menurut dia kebiasaan orang Belanda membawa bekal boterham saat makan di luar ruangan atau bekal perjalanan, dimaknai berbeda oleh masyarakat Sunda kala itu. Sehingga boterham yang sebenarnya roti lapis, dimaknai sebagai kegiatan makan bersama di luar ruangan.
(orb/orb)