Asal Usul Kata 'Menit' yang Punya Makna Pusing Bagi Orang Kuningan

Asal Usul Kata 'Menit' yang Punya Makna Pusing Bagi Orang Kuningan

Fathnur Rohman - detikJabar
Sabtu, 10 Jun 2023 11:00 WIB
Alun-alun Kuningan, Jawa Barat.
Alun-alun Kuningan, Jawa Barat. (Foto: Fathnur Rohman/detikJabar)
Kuningan -

Pusing dapat disebabkan banyak faktor. Umumnya karena gejala penyakit. Tapi stres atau overthinking pun bisa memicunya. Kondisi ini lazim dialami semua orang. Tak terkecuali masyarakat di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Saat menderita pusing atau sedang banyak pikiran, orang Kuningan punya cara unik dalam mengekspresikannya. Rasa nyeri dan berat di kepala itu, akan tergambar nyata lewat sepatah kata 'menit'.

Ya, warga di Kuningan kerap menyebut kondisi sakit kepala sampai mumet dengan sebutan menit. Pemaknaan ini sangat khas, karena di daerah lain kata tersebut dipakai untuk menunjukan waktu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski familiar, anehnya masih banyak orang Kuningan tidak tahu bagaimana kata menit ini muncul dan eksis dipakai hingga sekarang. Padahal, kosakata tersebut merupakan salah satu kekayaan kecap bahasa Sunda yang hanya berkembang di Kuningan.

Kenapa Pusing di Kuningan Disebut Menit?

ADVERTISEMENT

Menurut Kabid Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Kuningan, Emup Muplihudin, alasan pemakaian kata menit sebagai pronomina pusing ternyata sangat sederhana. Sensasi cenat-cenut saat sakit kepala membuat orang Kuningan melabeli situasi ini dengan terma 'nit, nit, nit'. Kemudian menjadi menit.

"Ketika orang kepala pening itu, orang Sunda di Kuningan merasakan bahwa kepalanya cenut-cenut atau nit, nit, nit. Maka kemudian dengan mudah menyebut situasi kepala pening itu dengan kata menit," kata Emup kepada detikJabar, Jumat (9/6/2023).

Persepsi dalam memahami sensasi cenat-cenut, lanjutnya, akhirnya melahirkan kata menit yang digunakan seperti sekarang. Hal ini pun menjadi bukti bila bahasa terkadang dibentuk atau dimunculkan karena situasi tertentu.

Tak seperti kecap Sunda pada umumnya, kehadiran kata menit di tengah masyarakat Kuningan juga tergolong baru. Emup menyebut, istilah tersebut diperkirakan muncul pada periode 2000-an. Perkembangannya banyak dipengaruhi kondisi sosial kala itu.

"Saya mengatakan bahwa kata 'menit' itu kosakata Sunda Wewengkon Kuningan yang paling mutakhir. Hanya tahunnya atau masa berkembangnya sekitar kurun waktu 2000-an, sudah muncul kata menit," jelasnya.

Kini kecap menit bukan saja sekedar sebuah kata unik. Lebih dari itu, perbedaan konotasi yang terkandung di dalamnya telah menjadi identitas istimewa bagi penutur Sunda di Kuningan.

Masih disampaikan Emup, mayoritas pengguna kosakata menit tersebar di wilayah Kuningan sebelah Timur. Tapi, secara umum penduduk lokal mengetahui makna sebenarnya penggunaan kata menit disertai runutan kata tertentu.

"Kalau ada pengguna bahasa Sunda datang ke Kuningan, kemudian mendengar kata menit tidak dirangkaikan dengan kalimat lainnya, maka mereka akan bertanya, apa sih artinya? Ada kosakata lagi yang sinonimnya serupa. Contoh kata rieud dan lieur. Kalau kepalanya terasa muter-muter itu lieur," paparnya.

Kuningan Memiliki Lebih 2000-an Kecap Unik

Sejumlah kosakata unik bahasa Sunda berkembang di Kabupaten Kuningan. Salah satunya kata menit yang hanya dimengerti warga setempat.

Kecap menit hanya satu dari sekian banyak kosakata unik yang terangkum dalam Sunda Wewengkon Kuningan. Sebuah sub linguistik yang menjadi ciri eksklusif penutur daerah ini.

Secara kuantitatif jumlah kecap yang berkembang di Kuningan mencapai sekitar 2.227 kosakata. Menurut Emup, beberapa kata unik ini juga bisa dijumpai di daerah lain tapi punya makna berbeda.

"Definisi Sunda Wewengkon Kuningan itu pertama kecap atau kosakata yang hanya ada dan berkembang di Kuningan. Jadi di daerah lain tidak ada. Kemudian ada kecap yang berkembang di Kuningan dan di daerah lain juga ada. Tapi punya makna berbeda," jelas Emup.

Menyinggung soal kosakata sama dengan arti berbeda, Filolog Kuningan Rany Febriani memberikan argumentasinya. Dia menilai, bahasa merupakan hasil kebudayaan lampau yang bertahan dan bersifat dinamis. Adanya pergeseran serta perluasan makna itu biasa terjadi di dalam keilmuan linguistik.

Perempuan lulusan magister di Universitas Padjadjaran (Unpad) bidang Filologi ini menyampaikan, seiring berkembangnya zaman beberapa kosakata atau kecap bahasa Sunda di masa lalu masih digunakan oleh penutur sekarang, termasuk di Kabupaten Kuningan. Meskipun jumlahnya tidak sampai 50 persen.

Sifat dinamis pada bahasa Sunda, imbuh Rany, acap kali melahirkan penutur asli dengan logat dan gaya bahasa yang unik.

"Dibandingkan dengan Sunda Parahiyangan, Kuningan jelas berbeda. Baik dari logat, dialek dan lentong. Parahiyangan itu lebih halus dan mendayu. Kalau Kuningan tinggi dan tegas. Kalau di Kuningan ada kosakata unik seperti mungkal (batu), teoh (bawah), doli, ageh," tuturnya.

Harapannya terbesar saat ini, ribuan kosakata yang sudah terdata dapat bertahan dan terus lestari. Dengan begitu, kecap unik seperti menit akan tetap eksis meski dihadapkan pada kemajuan zaman.




(dir/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads