Menguak Arti Kata 'Maneh' yang Bikin Guru di Cirebon Dipecat

Menguak Arti Kata 'Maneh' yang Bikin Guru di Cirebon Dipecat

Bima Bagaskara - detikJabar
Kamis, 16 Mar 2023 13:02 WIB
Muhammad Sabil, guru di Cirebon yang dipecat usai kritik Ridwan Kamil
Muhammad Sabil, guru di Cirebon yang dipecat usai kritik Ridwan Kamil (Foto: Ony Syahroni)
Bandung -

Kata 'maneh' membawa sial bagi Muhammad Sabil, seorang guru SMK di Cirebon, Jawa Barat. Gegara menulis kata 'maneh' di postingan instagram Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, Sabil dipecat dari tempatnya bekerja.

Lalu apa sebenarnya makna kata maneh hingga membuat Sabil dipecat bahkan dihujat netizen?

Kepala Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Bahasa Sunda Universitas Padjajaran (Unpad) Ganjar Kurnia menuturkan, kata maneh secara umum memiliki arti kamu. Namun dalam bahasa Sunda, kata Ganjar, ada pembagian kata bahasa Sunda menurut tatakrama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena pembagian tatakrama itulah, kata maneh punya pandangan berbeda jika diucapkan. Sama halnya dengan kata kamu dalam bahasa Indonesia.

"Maneh itu kan kamu sebetulnya artinya. Kita kadang-kadang dalam bahasa Indonesia walaupun ada kesetaraan, kalau mengatakan kamu mungkin kadang juga gak pas juga, Jadi dalam bahasa Sunda itu ada pembagian, ada bahasa kasar, loma, lemes yang halus," kata Ganjar kepada detikJabar, Kamis (16/3/2023).

ADVERTISEMENT

Kata maneh sendiri menurut Ganjar adalah kalimat biasa bagi mereka-mereka yang sudah punya hubungan dekat, seperti pertemanan. Sebaliknya, jika seseorang itu tidak dekat, maka maneh dianggap kasar jika diucapkan.

"Sebetulnya untuk teman dekat kata maneh itu biasa aja, tapi untuk yang kita tidak dekat kalau disebut maneh biasanya dianggap kasar, secara umum gitu," ungkapnya.

Bahasa Demokratis

Namun di beberapa daerah, kata maneh juga diklaim adalah kalimat sehari-hari yang lumrah digunakan. Seperti halnya Cirebon. Meski mayoritas warganya menggunakan bahasa Cirebon, tapi ada juga wilayah yang menuturkan bahasa Sunda.

"Tapi di beberapa daerah itu biasa aja kepada siapapun. Kalau untuk di Priangan dianggap kasar untuk orang yang tidak dekat," jelas Ganjar.

"Seperti di Cirebon dianggap demokratis, di Banten juga kata maneh biasa aja, kadang sia juga itu lebih kasar lagi biasa aja," imbuh dia.

Kategori Bahasa

Ketua Kelompok Studi Budaya Sunda Rawayan, Agustin Purnawan mengatakan,di dalam bahasa Sunda ada pengkategorian bahasa atau yang dikenal dengan undak usuk basa. Kategori tersebut dikenal dengan sebutan bahasa lemes (halus), loma (akrab/pergaulan) dan bahasa kasar, yang penggunaannya disesuaikan dengan lawan bicara.

"Penggunaannya disesuaikan dengan siapa kita bicara, dalam kondisi bagaimana dan di mana kita bicara. Kata 'manéh' masuk kategori loma/akrab, kalau kasarnya 'sia'. Namun kata 'manéh' tersebut bisa terasa kasar bila digunakan kepada yg lebih tua atau lebih dihormati, di muka umum atau dalam obrolan forum resmi," ujar Agustin.

Namun, menurutnya undak usuk bahasa bisa saja disesuaikan dengan daerah asli si penutur. Termasuk kata maneh yang bisa masuk dalam kategori bahasa sepadan (loma) atau bahkan halus seperti di wilayah Ciayumajakuning.

"Ya, benar tapi kembali pada pedoman yg tadi kepada siapa, di mana dan dalam kondisi apa kata itu digunakan. Harus diingat di Jabar itu ada 3 wilayah bahasa yaitu bahasa Sunda (digunakan di sebagian wilayah Priangan), bahasa Cirebonan (wilayah Ciayumajakuning) dan Melayu (Depok, Bekasi dan seb. Bogor Kota)," katanya.

Walau berbeda-beda di setiap wilayah, Agustin menyebut ada semacam patokan atau standarisasi, yang ia sebut dengan istilah bahasa Sunda Bandung (Priangan).

"Untuk standarisasi maka disebutlah bahasa Sunda Bandung (priangan) sebagai bahasa Lulugu sebagai patokan bahasan 'persatuan' Sunda. Semacam bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan di Indonesia di samping ada ratusan bahasa daerah. Nah dalam bahasa Lulugu tersebut dikenal ada panta-panta (tingkatan) penggunaan bahasa tadi yaitu lemes, loma dan kasar," tuturnya.

Guru Cirebon Anggap Hal Biasa

Soal kasus antara Sabil dengan Ridwan Kamil, Ganjar mengatakan ada dua sisi pandangan dimana Sabil menganggap kata maneh adalah hal biasa. Sebaliknya, Ridwan Kamil dan netizen menganggap kata itu kasar. Sebab, di wilayah Priangan, maneh disebut kasar.

"Di satu sisi saya kira untuk orang yang mengatakannya biasa aja karena itu umum di wilayahnya, tapi untuk yang lain agak beda. Pemaknaan bahasa dari satu tempat ke tempat lain itu beda," ujarnya.

Ganjar menyimpulkan, persoalan kata maneh sendiri yang saat ini ramai diperbincangkan terjadi karena dua hal. Yakni soal hubungan kedekatan dan tempat tinggal si pengucap.

"Iya secara umum begitu, kalau orang loma atau dekat biasa aja. Saya dengan teman-teman saya biasa aja maneh itu. Tapi kalau yang lain misal orang Priangan ga berani, tapi kalau di wilayah lain gak masalah," pungkasnya.

(bba/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads