Pengaruh Kerajaan Pajajaran dan Sumedang Larang di Bahasa Sunda Indramayu

Pengaruh Kerajaan Pajajaran dan Sumedang Larang di Bahasa Sunda Indramayu

Sudedi Rasmadi - detikJabar
Sabtu, 11 Mar 2023 17:30 WIB
Desa Lelea di Kabupaten Indramayu
Desa Lelea di Kabupaten Indramayu (Foto: Sudedi Rusmadi/detikJabar).
Indramayu -

Bahasa Sunda yang digunakan masyarakat Kabupaten Indramayu, Jawa Barat secara garis besar memiliki dua dialek. Dialek Pasundan dan dialek Sunda Lea-Parean.

Pegiat Lembaga Basa Lan Sastra Dermayu (LBSD) Supali Kasim menyebut dialek bahasa Sunda Lea-Parean itu tergolong dalam bahasa Kuno. Sebab, Indramayu ketika itu masih berada dalam wilayah kerajaan Pajajaran dan Sumedang Larang.

"Jadi kultur Sunda di Indramayu itu bukan hanya terkait Pajajaran tapi juga ada Sumedang Larang bahkan lebih dulu. Karena kerajaan itu berdiri di abad 9 wilayahnya itu sampai Indramayu," kata Supali Kasim kepada detikJabar, Sabtu (11/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berbeda dengan wilayah Kecamatan Gantar dan sekitarnya yang berada di perbatasan Subang dan Majalengka. Sunda Lea dan Parean tidak mengalami perubahan tingkatan bahasa. Sehingga, Sunda yang digunakan masih cenderung Sunda zaman dulu atau Kuno.

"Lelea dan Parean itu berbeda karena bahasa itu tidak mengalami perkembangan. Yaitu abad 9 sampai 15 jadi tahun 1000-an sampai 1500-an itu disebut Jawa kuno atau Sunda kuno dan itu belum mengenal tingkatan," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Dijelaskan Supali, di pertengahan tahun 1500-an bahasa Sunda dan Jawa baru mengenal tata krama atau tingkatan bahasa. Tingkatan bahasa seperti Sunda Lemes dan Sunda Kasar atau dalam bahasa Jawa ada Ngoko dan Krama itu baru di bakukan pada tahun 1600-an.

"Ada Sunda lemes ada kasar, ada jawa ngoko atau krama itu tahun 1600-an oleh Sultan Agung Mataram. Jadi bukan hanya menguasai wilayahnya saja melainkan juga mengatur bahasa maka mulai lah mengatur tingkatan bahasa," kata Supali bercerita sejarah perubahan tingkatan bahasa.

Dimungkinkan kata Supali, tingkatan bahasa pada zaman itu digunakan untuk pembeda komunikasi dengan kalangan keraton dan masyarakat biasa. "Keperluannya ya termasuk untuk menghadap raja, kalau menghadap raja itu gini bahasanya kalau di bawahnya beda lagi," ujarnya.

Perubahan atau tingkatan berbahasa itu ternyata tidak menyentuh masyarakat Sunda di Desa Lelea dan sekitar Parean Kecamatan Kandanghaur. Sehingga, Sunda yang digunakan masyarakat tersebut merupakan bahasa Sunda Kuno.

"Nah persoalan-nya di Lelea dan Kandanghaur itu tidak tersentuh oleh tingkatan berbahasa itu sehingga sampai sekarang tetap bahasa Sunda kuno. Beda dengan Gantar, Terisi, Anjatan karena di sana itu masuk nya wilayah Priangan kan dekat dengan Subang, Majalengka bukan bagian dari Sunda masa lalu tapi sudah terjadi tingkatan bahasa," pungkasnya.

(mso/mso)


Hide Ads