Jangan Anggap Bahasa Sunda Itu Kuno

Nur Azis - detikJabar
Minggu, 05 Mar 2023 18:30 WIB
Kalimat sapaan dalam Bahasa Sunda (Foto: Tya Eka Yulianti/detikJabar).
Sumedang -

Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Sunda SMA Provinsi Jawa Barat Ari Andriansyah mengungkapkan pandangannya terkait data Badan Pusat Statistik (BPS) soal penurunan dalam penggunaan bahasa Sunda di Jawa Barat.

Menurutnya, data BPS tersebut dapat dijadikan sebagai stimulus atau penggerak. Sebab, rasa keprihatinan hingga menumbuhkan rasa optimisme diperlukan dalam upaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya melestarikan bahasa daerah dalam hal ini bahasa Sunda.

"Ya ini sebagai stimulus atau sebagai rasa penggerak, bahwa dimulai dari rasa keprihatinan hingga menimbulkan rasa optimisme itu diperlukan (sebagai penggerak)," ungkap Ari yang juga selaku tenaga pengajar di SMAN Jatinangor, Sumedang saat dihubungi detikJabar belum lama ini.

Meski, ia sendiri sedikit ragu terhadap data BPS tersebut. "Saya sendiri antara percaya dan tidak percaya terhadap data BPS itu, itu mengambil sampelnya dari mana? jika sampel yang diambil dari masyarakat perkotaan saja, semisal Kota Bandung saja, saya percaya. Tapi kalau sampel data itu diambil secara menyeluruh hingga ke pelosok-pelosok dan di data ke semua pelajar di Jawa Barat, itu saya kurang percaya juga (jika terjadi penurunan penggunaan bahasa Sunda)," paparnya.

Namun, jikalau memang ada penurunan penggunaan bahasa Sunda, ia sendiri tidak mau menyalahkan sepenuhnya kepada generasi hari ini. Sebab menurutnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah gempuran akses informasi dalam hal ini media sosial.

Kemudian, faktor lain dan menjadi andil terbesar adalah generasi sebelumnya atau pasangan suami istri muda yang mulai enggan menggunakan bahasa Sunda saat menjalin komunikasi dengan anak-anaknya.

Terkait kondisi itu, ia bahkan sempat menulis kritikannya yang dimuat di salah satu media massa dengan judul 'Ibu yang Membunuh Bahasa Ibu'.

"Ibu-ibu muda atau pasangan-pasangan muda ini, saat di lingkungannya itu ngomong pakai bahasa Sunda tapi saat main ke perkotaan atau tinggal di sebuah Perum (perumahan umum), atau main ke mal-mal, itu ngomong dengan anaknya jadi dipaksakan ngomong bahasa Indonesia," paparnya.

"Jadi yang kurang punya kesadaran berbahasa Sunda itu justru adalah generasi sebelumnya atau generasi sebelum yang sekarang," terangnya menambahkan.

Ari menyebut, kondisi itu menimpa kepada para pasangan suami istri muda pada rentan usia antara 20 tahun hingga 35 tahun.

"Sebenarnya mereka bisa bahasa Sunda tapi ketika mengajarkan anak-anaknya kenapa dipaksakan bahasa Indonesia, saya suka aneh saja padahal bahasa Indonesia itu nanti juga pasti bisa (diajarkan di sekolah)," paparnya.

Ari melanjutkan, kondisi berbeda justru terjadi di lingkungan bobotoh Persib Bandung. Penggunaan bahasa Sunda justru terasa lebih kental dan lebih hidup.

"Bahasa Sunda itu hidup justru di stadion, sok saja lihat atau nonton bola ke stadion saatPersib Bandung bermain, di sana bahasa Sunda terasa hidup, semua rata-rata menggunakan bahasa Sunda dari mulai berbicara antarbobotoh sampai yel-yel yangdinyanyikannya,"paparnya.




(mso/mso)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork