Tak hanya menjadi venue favorit untuk bermain band atau menyaksikan penampilan band-band ternama di Kota Bandung. Gelanggang Olahraga (GOR) Saparua juga menjadi salah satu tempat perkembangan dan pergerakan musik di Kota Bandung.
Pada masanya berbagai aliran musik berkumpul di GOR Saparua, dari mulai metal, rock, reggae, pop dan jenis musik lainnya. Begitupun fansnya, mereka menikmati menyaksikan konser di Saparua.
Hal tersebut dikatakan oleh Ramdan Agustiana basisst Burgerkill. Dia mengaku bangga bisa bermain musik di GOR Saparua. Ia melihat GOR Saparua ibarat rahim terbentuknya komunitas musik di Kota Kembang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bangga, karena Saparua itu jadi salah satu tempat paling sering digunakan sebagai tempat acara musik. Pergerakan komunitas musik di Bandung terbentuk," kata Ramdan kepada detikJabar belum lama ini.
Sebelum bergabung dengan Burgerkill, Ramdan pernah bergabung dengan Infemy dan Balcony. Sebelum bergabung dengan Burgerkill, Ramdan menyebut dia hanya penonton biasa, di umur 15-16 tahun dia rutin datang ke berbagai acara di GOR Saparua.
"Temen sekolah, kakaknya sudah duluan main band, diajak ke sana dan nonton di sana berkat beliau juga saya jadi makin terjun lebih jauh ke dunia musik ekstrem, yang ngajak Ipung dari band Morbus Corpse. Saparua sering digunakan, akhirnya ngikut dan sering nonton," ungkap Ramdan.
Selain itu, Ramdan menyebut setiap pekan pasti ada saja acara, apapun band nya pasti banyak penontonnya. Untuk harga tiket sendiri Ramdan mengaku, lupa-lupa ingat, antara Rp 5 ribu ke atas, namun menurutnya harga tiket itu tidak mencapai Rp 10 ribu.
Sebelum menonton konser, biasanya Ramdan berkumpul dahulu di rumah Ipung. Dari sana, lalu naik angkot ke GOR Saparua. Sementara itu, biasanya konser selesainya malam, Ramdan pulang ke daerah Dipatiukur dengan berjalan kaki. Meski demikian, dia tetap menikmati.
![]() |
Ramdan mengakui, banyak hal yang tidak dapat dilupakan saat menonton konser di GOR Saparua, salah satunya penontonnya yang tak pernah sepi. "Selalu penuh acaranya, terus gemuruh penonton di tribune membuat merinding ya," ujarnya.
Ramdan menyebut, sulit menemukan tempat seperti di GOR Saparua. Untuk gedung serupa seperti Dago Tea House sama namun panggungnya permanen meski kapasitasnya sama.
"Tapi feel-nya beda ya. Saparua lebih punya nilai sentimentil ya, itu yang melekat, kalau Dago Tea House secara bangunan oke ada tribune agak mirip, tapi nilai sentimentilnya gak dapet," tuturnya.
Ramdan menyebut, meski nama eventnya beda, tapi band-band yang bermain di event itu hampir sama.
"Yang ingat beberapa Hula Balo, Gorong-gorobg, Bandung Underground pernah di Saparua. Mirip sebenarnya, yang main di Hula Balo main di Gorong-gorong juga main, karena hampir semingguan sekali bisa dikatakan event digelar," ujar Ramdan.
Baca halaman selanjutnya tentang Menyebar Info Konser Lewat Poster
"Kita bergereliya, cetak poster di tempel di mana-mana tempat strategis di kota, di lem dan tempel. Begitupun rilis album sama (media penyebaran informasi)," tutur Ramdan.
Disinggung apakah ia berharap Saparua digunakan kembali untuk konser, Ramdan mengiyakan, namun jika melihat kapasitas tidak mungkin lagi digelar di Saparua apalagi perkembangan musik di Kota Bandung saat ini sangat tinggi.
Ramdan mengatakan, jika di Kota Bandung tidak ada tempat konser indoor khusus untuk gelar even-even musik seperti di Saparua dulu. Namun menurutnya, jika di luar negeri ada.
"Kemarin saya main di Singapura, itu indoor, tempatnya provert di Singtel Waterfront Theatre. Kapasitas 5 ribu orang, di Bandung enggak ada secara overall ya, baik secara layout, acoustic treatment dan lain sebagainya," tuturnya.
![]() |
Pria yang kerap tampil di even-even luar negeri bersama Burgerkill berpesan kepada band-band cadas di Bandung agar tetap semangat dan jangan putus asa. Menurutnya keberhasilannya kini dimulai dari bawah dengan banyak pengorbanan.
"Jangan mudah putus asa kalau main band, apalagi di industri musik ekstrem, itu struggle nya gila-gilaan," pungkasnya.