Keunikan Ragam Bahasa Sehari-hari Masyarakat Cirebon

Keunikan Ragam Bahasa Sehari-hari Masyarakat Cirebon

Ony Syahroni - detikJabar
Sabtu, 21 Jan 2023 15:00 WIB
Ketua Lembaga Bahasa Cirebon, Akbarudin Sucipto
Ketua Lembaga Bahasa Cirebon, Akbarudin Sucipto (Foto: Ony Syahroni/detikJabar)
Cirebon -

Setiap daerah tentu memiliki bahasa khasnya masing-masing yang biasa digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Tidak terkecuali dengan Cirebon yang juga memiliki bahasa daerahnya sendiri.

Uniknya, daerah berjuluk Kota Udang ini memiliki bahasa yang cukup beragam. Secara garis besar, ada dua bahasa yang sering digunakan oleh masyarakat setempat dalam kehidupan sehari-hari, yaitu bahasa Jawa dan Sunda.

Di sebagian besar wilayah di Cirebon, bahasa Jawa merupakan alat komunikasi yang banyak digunakan oleh masyarakat setempat. Hanya saja, di beberapa wilayah tertentu, ada juga kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa Sunda dalam kesehariannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendati demikian, baik bahasa Jawa maupun bahasa Sunda yang digunakan oleh masyarakat di Cirebon sebagai alat komunikasi, keduanya memiliki ciri khasnya tersendiri.

Ketua Lembaga Bahasa Cirebon, Akbarudin Sucipto mengatakan, meski secara kosa kata bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat Cirebon sama dengan bahasa Jawa pada umumnya, namun jika dilihat dari sisi dialek memiliki perbedaan.

ADVERTISEMENT

"Kalau bahasa Jawa di Cirebon sebenarnya induknya memang bahasa Jawa. Tapi secara dialek itu berbeda. Akhirnya disebut juga kalau itu adalah bahasa Jawa dialek Cirebon. Karena memang Cirebon itu memiliki wilayah kulturnya tersendiri," kata Akbarudin saat berbincang dengan detikJabar di Cirebon, baru-baru ini.

Begitu juga dengan bahasa Sunda. Menurut Akbarudin, bahasa Sunda yang digunakan oleh sebagian masyarakat di Cirebon tidak sama dengan bahasa Sunda pada umumnya. Sebab, dalam bahasa Sunda yang biasa digunakan oleh masyarakat di wilayah ini terdapat beberapa diksi atau kata yang diambil dari bahasa Jawa.

"Seperti contohnya, ketika masyarakat Cirebon menuturkan pertanyaan 'Mau Kemana?', itu bahasa Sundanya bukan 'Arek Kamana?', tapi 'Arek Ka Endi?'. 'Endi' di situ kan sebenarnya bahasa Jawa yang artinya 'Mana'," kata dia.

Beberapa daerah di Cirebon yang menggunakan bahasa Sunda sebagai alat komunikasinya di antaranya adalah Desa Munjul Kecamatan Astanajapura, Desa Belawa Kecamatan Lemahabang, Desa Jatiseeng Kecamatan Ciledug di beberapa daerah lainnya.

Macam-macam Dialek dalam Bahasa Jawa Khas Cirebon

Saking beragamnya bahasa daerah yang dimiliki oleh Cirebon, khusus untuk bahasa Jawa yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat juga terdapat beberapa dialek atau variasi bahasa yang bermacam-macam.

Seperti salah satu contohnya, kita akan mendengar atau menemukan bahasa Cirebon yang menggunakan akhiran huruf O di setiap kata-katanya. Di Kabupaten Cirebon, gaya bahasa seperti ini salah satunya bisa ditemukan di wilayah Kecamatan Plered dan sekitarnya.

Sedangkan di beberapa daerah lainnya, kita juga akan menemukan masyarakat Cirebon yang menggunakan akhiran huruf A dalam setiap kata-katanya saat mereka berkomunikasi.

"Di Cirebon sendiri ada daerah yang menggunakan bahasa dengan kata-kata yang akhirannya menggunakan huruf O dan ada juga yang menggunakan bahasa dengan kata-kata yang akhirannya A," kata Akbarudin.

"Sebagai contoh, untuk penyebutan kata 'Apa', dalam lingkungan masyarakat yang biasa menggunakan bahasa Cirebon dengan akhiran O itu berubah menjadi 'Apo'. Begitu juga dengan kata-kata lainnya," kata dia menanamkan.

Di samping itu, jika dilihat dari cara bertutur, masyarakat yang ada di sejumlah wilayah di Cirebon juga memiliki gaya yang berbeda-beda. Sebagian masyarakat ada yang bertutur dengan tempo sedikit cepat dan ada juga yang bertutur dengan tempo sedang.

Di wilayah Cirebon bagian barat, seperti di Kecamatan Plered misalnya, masyarakat di daerah ini biasa berbicara dengan tempo yang sedang. Sementara di wilayah Cirebon bagian timur, ada beberapa daerah yang masyarakatnya memiliki gaya bicara dengan tempo yang sedikit cepat.

Dua Tingkatan dalam Bahasa Jawa Dialek Cirebon

Secara hirarki, di dalam bahasa Jawa dialek Cirebon terdapat dua tingkatan. Tingkat pertama yaitu bahasa Cirebon Bebasan dan yang kedua adalah bahasa Cirebon Padinan atau Bagongan.

Akbarudin menjelaskan, bahasa Cirebon Bebasan merupakan bahasa yang biasanya digunakan oleh masyarakat setempat saat berkomunikasi dengan orang yang dihormati. Seperti orang tua, guru, dan lain sebagainya.

"Istilahnya kalau Bebasan itu bahasa halusnya atau bahasa sopannya Cirebon. Tapi untuk Bebasan ini biasanya digunakan di beberapa wilayah tertentu saja, seperti di lingkungan Pesantren dan di Keraton," kata dia.

Sementara bahasa Cirebon Padinan atau Bagongan, menurut Akbarudin adalah bahasa yang biasa digunakan masyarakat Cirebon dalam kehidupan sehari-hari atau bisa dibilang itu merupakan bahasa pergaulan.

Bahasa Bagongan atau Padinan inilah yang dalam perjalanannya selalu mengalami perkembangan. Sebab, kata Akbarudin, bahasa Bagongan merupakan bahasa keseharian yang selalu menerima hal-hal baru atau istilah-istilah baru dengan mengadopsi bahasa-bahasa dari luar Cirebon.

"Bagongan atau Padinan itu sendiri akhirnya fleksibel dan lebih akomodatif. Bahkan proses perkembangannya itu pesat. Karena Bagongan atau Padinan Cirebon ini lah yang kemudian dalam perjalanannya sering terjadi proses akulturasi atau sering menyerap bahasa lain," kata dia.

Berbeda dengan bahasa Bebasan. Bahasa Bebasan yang bagi masyarakat Cirebon adalah bahasa yang tingkatannya paling tinggi itu tidak boleh diubah kata-katanya. Hal ini karena dikhawatirkan justru akan memberikan kesan kurang baik.

"Kalau Bebasan secara kosa kata itu tidak berkembang. Kalau misalkan kita ingin mengatakan kata 'Iya', berarti dalam bahasa Bebasan pakainya kata 'Nggih'. Kalau Padinan kan kadang bisa pakai kata 'Ok' atau kata lain yang sedang banyak disukai. Sementara kalau Bebasan ketika kita ingin mengatakan kata 'iya' ya berarti pakainya 'Nggih' nggak bisa diganti 'Ok'. Karena kalau diganti justru nantinya jadi tidak sopan," kata dia.

"Dan untuk bahasa Cirebon yang Bebasan, itu aroma Sundanya ada. Seperti contohnya 'Mboten Kenging', kalau dalam bahasa Sundanya kan 'Teu Kenging', yang artinya tidak boleh," kata Akbarudin menambahkan.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads