Dikutip detikEdu dari laman Unpad, nama Sunda yang menghilang dalam 90 tahun terakhir, yakni Sunaja, Saim, Sundia, Djatma, Boelah, Unamah, Entjil, Eyut, Kitji, dan Macih.
Selain 10 nama yang hilang, ada 10 nama baru yang muncul dalam 10 tahun terakhir, yakni Naura, Arsila, Keyla, Raffa, Rafka, Khanza, Aqila, Zahra, Keysa, dan Aleska.
Prof Dr Atje Setiawan Abdullah, MS, MKom Guru Besar FMIPA Unpad melaksanakan penelitian ini bersama tim dosen dan mahasiswa sebagai penerapan etnoinformatika.
Dalam penerapan etnoinformatika ini, diteliti perubahan antroponimi atau penamaan orang di Kabupaten Sumedang selama 100 tahun terakhir, yaitu 1920-2020.
Informasi yang dimunculkan antara lain nama-nama favorit, nama yang sudah hilang, hingga nama baru yang muncul.
"Nama-nama Sunda di pedesaan Sumedang masih banyak digunakan, tetapi secara keseluruhan jumlahnya relatif turun. Sedangkan nama Sunda di perkotaan relatif sudah banyak berubah," tutur Prof Atje kepada 170 pelajar dan guru SMKN Sukasari, Sumedang, dikutip Selasa (6/12/2022).
Selain itu, penelitian ini ditemukan 10 nama favorit di Sumedang, yakni Muhammad, Muhamad, Dede, Asep, Ade, Ai, Agus, Ani, Wawan dan Cucu.
"Walaupun 80% dari 10 nama favorit masih digunakan, tetapi penggunaannya relatif turun. Bahkan nama favoritnya sudah berubah, mengambil serapan dari budaya lain," papar Atje dalam sosialisasi penerapan etnomatematika dan etnoinformatika oleh Pusat Studi Pemodelan dan Komputasi FMIPA Unpad tersebut.
Atje berharap, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk ikut terlibat melestarikan budaya Sunda.
Sementara itu, Guru Besar FMIPA Unpad Prof Dr Budi Nurani Ruchjana, MS menuturkan, etnomatematika juga diterapkan di budaya Sunda. Salah satunya yakni alat ukur simbolik di keseharian orang Sunda.
Contoh, satuan ukur panjang khas Sunda yaitu sajeungkal, sadeupa, dan lain-lain. Sementara itu, satuan ukur volume khas Sunda yaitu sabukucuruk, satangtung, sabitis, salaput hulu, dan lain-lain.
Lebih lanjut, penyebutan waktu simbolik mulai matahari terbit sampai matahari terbenam dalam budaya Sunda yaitu wanci ngagayuh ka subuh, maktu carangcang tihang, waktu wanci pecat sawed, wanci reureuh budak, dan lain-lain.
Dalam pembelajaran geometri, sambungnya, etnomatematika juga digunakan lewat pembahasan Lingga, batik Sumedang.
Prof Budi menuturkan, kajian etnomatematika salah satunya bertujuan untuk memahami keterkaitan antara matematika dan budaya.
Menurutnya, etnomatematika juga dapat mengoptimalkan penerapan matematika bagi kehidupan siswa dan warga. Harapannya, siswa dan warga bisa mendapat manfaat dari belajar matematika.
Artikel ini sudah tayang di detikEdu, baca selengkapnya di sini. (wip/mso)