Keunikan Nama Orang Suku Baduy yang Penuh Makna

Keunikan Nama Orang Suku Baduy yang Penuh Makna

Rifat Alhamidi - detikJabar
Minggu, 04 Des 2022 18:00 WIB
Warga Suku Baduy Dalam berjalan kaki ke Rangkasbitung untuk mengikuti ritual tradisi Seba Baduy di Cimarga, Lebak, Banten, Jumat (6/5/2022). Seba Baduy merupakan tradisi tahunan Suku Baduy untuk bertemu sejumlah kepala daerah di Banten guna menyampaikan aspirasi serta rasa syukur atas hasil panen berlimpah yang akan digelar pada 6-7 Mei 2022. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/tom.
Ilustrasi orang suku Baduy. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)
Bandung -

Nama-nama khas orang Sunda seperti Asep dan Ujang saat ini sedang menarik perhatian Prof Cece Sobarna. Pasalnya, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran itu meyakini nama-nama tersebut sudah 'punah' dan telah ditinggalkan generasi sekarang.

Dugaan Cece ini salah satu faktornya terjadi karena pengaruh pesatnya perkembangan informasi digital. Jika dulu nama Asep dan Ujang biasanya lumrah diberikan kepada anak laki-laki, sebagaimana nama Eneng dan Euis untuk anak perempuan.

Namun kini, nama tersebut seolah ditinggalkan, khususnya orang Sunda yang memilih nama lebih keren untuk anaknya, bahkan tak jarang kebarat-baratan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengenai nama-nama ini, Cece punya reportase dari hasil kunjungannya ke Suku Baduy di Kabupaten Lebak, Banten. Reportase itu ia tuangkan dalam tulisan berjudul Pesona Nama Orang Baduy pada 2020 lalu.

Sebagaimana judulnya, Cece begitu terpesona dengan cara Suku Baduy dalam hal mempertahankan budaya, termasuk pemberian nama. Ada beragam hal yang dilakukan Suku Baduy saat memberi nama untuk seorang anak yang hasilnya begitu simpel dan mudah diingat, namun tidak kebarat-baratan.

ADVERTISEMENT

"Bagi Suku Baduy, nama itu simpel. Hanya untuk membedakan seseorang dengan orang lain. Dan tentunya konvensi nama-namanya yang akrab di telinga mereka. Ini pasti akan berbeda dengan masyarakat Sunda pada umumnya," kata Cece saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.

Dalam rangkuman tulisannya, Cece membagi tahapan dan cara Suku Baduy dalam memberikan nama anak. Semua hal menurut Cece tidak menghilangkan sifat filosofis dan makna yang mendalam bagi Suku Baduy tersebut.

Yang pertama, Cece menerangkan Suku Baduy akan menempuh tiga cara saat hendak memberikan sebuah nama anak. Pertama, melalui impian seorang sesepuh yang biasa dimintai pertolongan untuk memberi nama. Jika tak kunjung mendapat pituduh atau petunjuk, sesepuh akan menyiapkan beberapa nama alternatif untuk anak tersebut.

Kedua, pemberian nama dilakukan dengan menyesuaikan hari kelahiran. Misalnya jika anak tersebut lahir Rabu, maka dia akan diberi nama Rebo. Ketiga pertimbangan linguistis dilakukan dengan mengambil sebagian nama dari orangtuanya. Anak perempuan akan mengambil dari nama ayahnya, sedangkan anak laki-laki dari ibunya. Biasanya, bagian nama yang diambil itu dari suku kata awal.

Misalnya kata Cece, untuk anak perempuan yang bernama Arsunah, Calinah, Sani memiliki hubungan dengan suku awal nama ayahnya yaitu Ardi, Caiwin, Sadi. Begitu pula dengan nama anak laki-laki yaitu Caikin, Sarda hingga Taki, diambil dari suku awal nama ibunya Caiah, Sarti hingga Taci.

"Intinya, harus ada keterkaitan walaupun hanya satu huruf," ungkapnya.

Tak hanya itu, pemberian nama anak yang pertama di Suku Baduy biasanya akan menentukan panggilan kepada orangtuanya. Biasanya, dengan menggunakan tambahan sebutan ayah dan ambu di depan nama si anak seperti Ayah Sani atau Ambu Sani.

Panggilan baru ini pun akan terus digunakan dalam kehidupan sehari-hari si orang tua anak tersebut. Bahkan, sampai ada orangtua yang lupa pada nama aslinya sendiri akibat dari panggilan baru dari nama anaknya itu.

Meski terdengar sederhana, Cece mengungkap nama-nama Suku Baduy mengandung makna yang filosofis. Kata dia, jika si anak tidak cocok dengan nama pemberiannya maka akan dilakukan semacam ritual untuk mengganti nama anak tersebut.

"Adakalanya nama yang diberikan tidak cocok. Misalnya, si bayi sering menangis, sering cedera, sampai sakit-sakitan, itu ada semacam ritualnya supaya nama yang diberikan pas buat anak itu," kata Cece.

Untuk mengatasinya, Suku Baduy biasanya melakukan cara seolah-olah bayi itu dibuang ke paraji atau dukun beranak untuk dipulung atau dipungut. Maka, tak heran kata Cece, jika di Baduy banyak orang yang bernama Pulung.

Mengenai pengambilan sebagian nama pada anak dari orangtua dan pemberian silang secara jenis kelamin anak ini pun menurut Cece tidak terlepas dari unsur kepercayaan. Penggunaan suku kata pertama pada nama ayah diturunkan pada anak perempuan, begitu pula sebaliknya ibu pada anak laki-laki.

"Pada prinsipnya mengandung nilai filosofis bahwa ayahlah yang harus melindungi anak perempuannya dan anak laki-lakilah yang harus melindungi ibunya," pungkasnya.

(ral/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads