Rumah rangken di Indramayu, Jawa Barat yang keberadaannya hampir punah memiliki konsep ramah lingkungan. Bahkan, pemerhati budaya Indramayu menyebutkan teknologi tradisional bisa membuat rumah tahan bencana gempa bumi.
Dua desa di Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu itu dulu banyak terdapat rumah rangken. Sebab, desa yang berada di wilayah pesisir itu kaya akan potensi alam seperti pepohonan rawa.
Sehingga, masyarakat banyak memanfaatkan hasil alam sebagai material tempat tinggal. "Awalnya di situ masih banyak pepohonan di pekarangan itu. Sehingga, lebih murah dan simpel dikemas model kearifan lokal rumah limasan," kata Pemerhati Budaya Indramayu, Ucha M. Sarna belum lama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah rangken Indramayu, kata Ucha, memiliki konsep ramah lingkungan. Semua material bangunan terbuat dari bahan alami.
Setiap bagian material bangunan, terdiri dari dinding geribig bambu, atap menggunakan bahan dari pohon jembatu atau daun nipah. Bahkan, lanjut Ucha, rumah rangken nyaris tidak menggunakan paku atau material besi lainnya.
"Karena masyarakat memanfaatkan hasil alam sekitar seperti pohon jembatu atau daun nipah juga bambu serta kayu kelapa maupun kayu lainnya," ujarnya.
Uniknya, lanjut Ucha, rumah rangken selain memberikan kenyamanan yang khas yang sejuk di cuaca panas. Juga diklaim tahan akan bencana gempa bumi.
Model rumah rangken lebih mirip rumah tradisional Jawa pada umumnya, yakni berbentuk limasan. Namun rumah rangken menggunakan kearifan lokal Indramayu dari pemanfaatan hasil alam.
"Cara berfikir dulu, tempat tinggal yang penting nyaman dan aman. Bahkan, banyak mengatakan bahwa rumah rangken tahan bencana gempa meski dibangun dengan cara teknologi tradisional," kata Ucha kepada detikJabar.
(mso/mso)