Di Kampung Siluman, Kota Banjar, terdapat sebuah tempat yang dinamakan Pulo Majeti yang merupakan salah satu cagar budaya. Pulo Majeti kerap didatangi orang untuk berziarah.
Selain memiliki kesan angker, tempat ini pun memiliki cerita legenda yang cukup terkenal. Pulo Majeti ini berada di Lingkungan Siluman Baru, Kelurahan Purwaharja, Kota Banjar. Dikelilingi area persawahan Rawa Onom.
Menurut cerita dari buku yang dimiliki oleh Kuncen Pulo Majeti Yoyo, zaman dulu Pulo Majeti ini merupakan sebuah kerajaan. Yang menjadi Raja dan Ratu Kerajaan Pulo Majeti yakni Prabu Selang Kuning Sulaeman Anom dan Ibu Ratu Candrawati Ingkang Garwa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut kabar, Ibu Ratu Candrawati atau Ratu Gandawati ini merupakan putri Jin Kuraesin. Sedangkan Prabu Selang Kuning merupakan sosok raja yang gagah dan memiliki kesaktian.
Dikisahkan, pada suatu hari ketika Raja sedang memeriksa wilayahnya dan juga rakyatnya dengan menunggangi kuda Sembrani, melihat cahaya terang dari atas. Setelah didekati ternyata cahaya terang itu berasal dari Putri Ratu Ibu Candrawati. Raja pun kemudian tertarik dengan kecantikannya.
Prabu Selang Kuning kemudian melamar sang putri melalui surat. Kemudian surat itu diberikan kepada Burung Caladi Bawang untuk diantarkan kepada putri, namun burung tersebut tidak menyanggupinya.
Supaya burung tersebut memiliki keberanian dan kesanggupan, maka mahkota dan sebagian pakaian milik raja dipakaikan ke burung tersebut. Akhirnya burung Caladi Bawang pun menyampaikan surat lamaran tersebut. Hingga akhirnya keduanya pun menikah.
Dari pernikahan itu, Prabu Selang Kuning dan Ratu Gandawati memiliki seorang putri bernama Nyi Mae Mayang Munah.
Pada suatu waktu, ketika Prabu Selang Kuning akan mandi, semua pakaian dan cincin (Ali) yang dipakainya dilepas dan disimpan. Kemudian ada jin yang melihat cincin tersebut lalu mencurinya.
Jin tersebut kemudian memakai cincin milik Prabu Selang Kuning itu dan menjelma menyerupai sang Raja. Setelah cincinnnya dicuri, kesaktian dan kegagahan Prabu Selang Kuning pun hilang.
Prabu Selang Kuning pun keluar dari Kerajaan Pulo Majeti dengan melewati hutan menuju arah selatan. Sedangkan jin yang mencuri cincinnya menjadi raja dan memerintah Kerajaan Pulo Majeti.
Setelah cukup lama jin yang menjelma menjadi Prabu Selang Kuning memerintah kerajaan, tiba-tiba muncul wabah penyakit yang menyerang rakyat Pulo Majeti. Sehingga mengakibatkan kematian, kemiskinan hingga terjadi kekacauan.
Lalu seorang Pandita dengan ilmunya melihat raja yang saat ini memimpin bukan raja yang sebenarnya. Melainkan jin yang menjelma sebagai Raja Prabu Selang Kuning. Sehingga muncul pengumuman untuk tidak lagi melaksanakan segala perintah raja tersebut.
Akhirnya, jin yang menjadi raja pun bimbang. Ia pun menduga musibah tersebut datang dari cincin yang ia curi sebelumnya dari raja sebenarnya. Akhirnya ia melemparkan cincin tersebut ke arah selatan dan jatuh di laut selatan. Akhirnya jin tersebut pun berubah kembali menjadi wujud semula dan pulang ke negeri Jin nya.
Prabu Selang Kuning yang pergi, sampai di Pantai Selatan. Ia membantu nelayan menjaring ikan. Ia mendapat upah berupa ikan. Saat ikan itu disembelih untuk dimasak, muncul cincin miliknya yang hilang dari dalam perut ikan. Akhirnya, kesaktian dan kegagahan Prabu Selang Kuning pun kembali pulih.
Prabu Selang Kuning kembali ke Pulo Majeti dan mendamping istrinya. Kerajaan Pulo Majeti pun aman, tentram dan rakyatnya sejahtera. Melihat keadaan Kerajaannya damai, Prabu Selang Kuning pun akhirnya meninggalkan kerajaan lalu meninggalkan cincin saktinya untuk anak cucunya. Menurut cerita cincin tersebut menjadi rebutan dan akhirnya dimiliki oleh Syeh Syarif Hidayatullah.
Sebelum pergi, raja meninggalkan wasiat pada pohon Katubaya yang satu dahannya 4. Setiap dahan memiliki makna, pertama untuk per-ilmuan, kedua untuk kepangkatan, ketiga untuk kekayaan/keduniaan, keempat kuda Sembrani.
Wasiat ini turun temurun dari zaman ke zaman sampai sekarang. Isi wasiat itu bisa dimiliki siapa pun yang menginginkannya dengan sungguh-sungguh serta mendapat Ridha dari Alloh SWT.
Dengan wasiat ini, Pulo Majeti kerap dikunjungi peziarah. Bukan hanya warga lokal namun dari berbagai daerah di Indonesia. Tujuan mereka umumnya untuk ngalap berkah.
(mso/mso)