Di Kecamatan Jatibarag, Kabupaten Indramayu ada dua desa yang masjid dan musalanya tak memiliki bedug dan kentongan. Keduanya adalah Desa Jatisawit dan Desa Jatisawit Lor.
Ada alasan tersendiri kenapa di dua desa ini tak ada bedug dan kentongan, termasuk tak ada yang berani menabuhnya. Itu tidak terlepas dari adanya kisah legenda siluman buaya.
Salah seorang sesepuh Desa Jatisawit Lor, H Casmana (66), mengatakan pantangan menabuh bedug ini karena adanya mitos siluman buaya yang dipercaya warga setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya pantangan di sini, tidak boleh menabuh bedug dan kentongan karena cerita Ki Kuwu (Kepala Desa) pertama," kata H Casamana, Minggu (11/9/2022).
Konon, di masa awal pemerintahan Desa Jatisawit, seorang perangkat desa bernama Ki Lebe Talun Kanta, memelihara anakan buaya yang ditemukan penggembala kerbau di Sungai Cimanuk. Siluman buaya bernama Ki Jumad kecil itu kemudian dibiarkan hidup di kolam samping rumahnya.
Siluman buaya yang kemudian menginjak remaja menjelma jadi manusia untuk menonton tari ronggeng. Di tengah ramainya pertunjukan seni, rupanya siluman buaya atau Ki Jumad itu bertemu seorang gadis, putri dari Ki Jagantaka sang Kepala Desa Jatisawit. Keduanya pun saling menyukai.
Gadis bernama Suniah yang sedang kasmaran kemudian menceritakan sosok Ki Jumad (siluman buaya) kepada ayahnya yakni Ki Kuwu Jagantaka. Namun, Ki Jagantaka terkejut atas pengakuan Ki Jumad sebagai putra Ki Talun Kanta yang merupakan salah satu bawahannya di pemerintahan.
"Ki Kuwu panggil Ki lebe dan menanyakan soal putranya, karena Suniah ingin menjadi istrinya. Tapi Ki Lebe justru bingung, karena ia tidak memiliki anak," ungkap Casamana.
![]() |
Penasaran akan pengakuan tersebut, Ki Lebe Jagantaka kemudian mencari tahu keaslian pemuda misterius itu. Singkat cerita sang buaya itu ternyata bisa menjelma jadi manusia. Ki Jagantaka kemudian mengambil baju milik siluman buaya peliharaannya sesaat setelah menjelma sebagai manusia.
"Setelah itu, Ki Jumad diangkat sebagai anak Ki Lebe dan siap mengawinkan Ki Jumad dengan Suniah, anak Ki Kuwu," lanjutnya.
Setelah menikah, Suniah dibawa Ki Jumad kembali ke kerajaan asalnya. Sesuai aturan, Suniah dilarang naik ke atas atau kembali ke alam manusia. Namun, larangan tersebut justru dilanggar Suniah. Sehingga Suniah dikembalikan ke dunia manusia.
Meskipun sudah berada di alam manusia, Ki jumad tetap ingin menjaga istrinya. Dia meminta Suniah menabuh bedug ketika mendapat masalah atau dalam kondisi darurat.
"Tandanya di kerajaan (siluman buaya) akan terasa panas jika ada yang membunyikan bedug. Rombongan siluman akan berdatangan jika ada suara bedug karena dianggap wujud permintaan bantuan dari Suniah," jelas Casamana.
Permintaan dan janji siluman buaya itu tentu memiliki konsekuensi. Karena saat masuk waktu salat, bedug pasti ditabuh dan siluman buaya acapkali muncul menyangka Suniah meminta bantuan.
Untuk mencegah kedatangan rombongan siluman buaya, warga diminta tidak menabuh bedug atau kentongan. Sehingga, semua masjid dan musala di dua desa ini tidak ada bedug dan kentongan.
"Sampai sekarang tidak ada yang menabuh bedug dan alhamdulillah aman aman saja, bahkan saat ramai tawuran, di sini tetap aman," pungkasnya.
(orb/orb)