Pulau Sirtwo di kawasan Waduk Saguling, Kabupaten Bandung Barat menyimpan harta terpendam berupa fosil-fosil hewan purba yang memproyeksikan jejak kehidupan masa lampau.
Hal itu berawal dari temuan sejumlah fosil hewan purba oleh warga Kampung Suramanggala, RT 01 RW 01, Desa Baranangsiang, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB) pada Oktober 2021 lalu.
Sejumlah paleontolog dari berbagai perguruan tinggi melakukan peninjauan langsung kawasan tersebut. Hasil survei ke lokasi, paleontolog menemukan sedikitnya 17 titik fosil tulang hewan (verterbrata) berbagai jenis dan bentuk. Mulai dari bagian lengan, kaki, tangan, tulang belakang, dan bagian kepala.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain tiga jenis binatang itu, peneliti juga menemukan fosil gajah. Penemuan terakhir ini dianggap sangat menggembirakan, karena populasi gajah di Jawa sudah lama punah. Menurutnya penemuan fosil gajah bisa jadi bukti bahwa dulu di pulau Jawa juga pernah hidup gajah.
Di kawasan Sirtwo Island juga, tim peneliti menemukan beberapa hewan purba yang berasal dari kelompok Bovidae (sapi, kerbau dan banteng), Cervidae (kelompok rusa) dan Elepha maximus (gajah). Fosil gajah telah diselamatkan lebih awal karena letaknya yang lebih dekat dengan permukaan air waduk Saguling.
Penyelidik Bumi dari Badan Geologi Bandung Johan Budi Winarto mengatakan pengumpulan dan penelitian fosil hewan purba di kawasan Pulau Sirtwo terkendala keadaan, karena beberapa waktu lalu sempat tergenang oleh air.
"Musim hujan ini tenggelam, jadi singkapan yang ada fosil nggak bisa dilihat. Nah itu jadi kendala dalam penelitian ini," ujar Johan saat dikonfirmasi detikJabar belum lama ini.
Namun, ia dan tim sudah memulai lagi penelitian fosil-fosil hewan purba di kawasan Pulau Sirtwo tersebut. Melihat kondisi dan segala hambatan yang bakal muncul, ia mengatakan butuh waktu dan usaha ekstra.
"Saya sudah mulai meneliti lagi, tapi ya perlu waktu lama mungkin setahun untuk mengembangkan ide-ide dari fosil di Pulau Sirtwo. Kemungkinan ratusan fosil yang masih terpendam belum tergali karena terkendala banjir," tutur Johan.
Sebelumnya pihaknya berhasil menyelamatkan fosil hewan kerbau purba. Bentuknya berupa setengah tengkorak berserta satu tanduk bagian kiri. Kondisi tanduk kerbau itu berhasil terawetkan utuh dengan panjang hampir mencapai satu meter atau sekitar 90 centimeter.
"Jadi awalnya kita menyelamatkan dua fosil penting yang sempat tersingkap di permukaan. Pertama ada tulang rusuk gajah dan setengah tengkorak fosil kerbau purba. Untuk fosil kerbau awalnya hanya terlihat setengah wajah saja, ketika digali ditemukan tanduk yang panjang," kata Johan.
Para peneliti melakukan penyelamatan dengan cara ekskavasi, melindungi dengan gips, dan mengangkatnya ke tempat aman. Langkah itu diambil guna menyelamatkan fosil dari genangan air Waduk Saguling. Pasalnya kondisi fosil khawatir tenggelam atau rusak karena debit air meningkat.
"Bakal diamankan dulu ke rumah penduduk. Saya harap masyarakat bisa sama-sama menjaga karena ini warisan penting sejarah," tutur Johan.
Tak hanya kerbau purba, tim peneliti juga berhasil menemukan dan menyelamatkan fosilCervidae (kelompok rusa) danElephamaximus (gajah). Dengan penemuan tersebut, tim peneliti menduga habitat hewan purba tersebut terdapat padang rumput luas, bukan hutan belantara dengan pohon lebat.
Mendorong Adanya Museum Untuk Simpan Fosil
Saat ini fosil-fosil yang telah diangkat melalui proses ekskavasi masih tersimpan di rumah-rumah warga setempat. Kondisi itu sebetulnya tak cukup aman karena fosil itu berisiko hilang maupun rusak.
"Jadi fosil yang diamankan peneliti sekarang disimpan sama warga sekitar. Seharusnya ada penyimpanan khusus," kata Johan.
Menurut Johan seharusnya ada langkah konkret dari pemerintah daerah setempat untuk membangun sebuah museum yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan memamerkan fosil-fosil tersebut untuk tujuan pendidikan dan penelitian
"Tapi tergantung pemerintah setempat juga, punya kepedulian enggak untuk itu. Kalau di tempat lain, di Jateng misalnya punya museum masing-masing. Kan ada di Grobogan, Blora, Sangiran, semua punya dan dibangun bupati masing-masing," kata Johan.
Runtutan penemuan fosil di Pulau Sirtwo KBB tak berbeda dengan penemuan berbagai fosil hewan purba di Jembarwangi, Sumedang. Namun yang membedakan adalah antusias pemerintah daerah setempat.
"Persis seperti Jembarwangi, tapi kalau di sana kan kadesnya senang, camatnya terlibat, di sini enggak. Kalau ingin mengembangkan seharusnya dibuat tim dan direspons. Kalau di sini agak rumit, mungkin punya pandangan tersendiri," ucap Johan.
Menurutnya sebagai peneliti ia mendorong pemerintah bisa membangun dan mencurahkan sedikit perhatian untuk benda-benda bersejarah yang ditemukan di KBB.
"Nah di KBB ini enggak ada, dan mungkin bupatinya belum concern ke arah situ. Saya sebetulnya mendorong untuk itu. Tapi itu kan tugas mereka, kalau kami hanya menyarankan saja," ucap Johan.