Kampung Cigumentong merupakan salah satu perkampungan terpencil di Kabupaten Sumedang. Perkampungan ini berada di tengah-tengah hutan konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi.
Secara administratif, kampung Cigumentong yang berada di dekat perbatasan antara Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut ini, masuk di Wilayah Desa Sindulang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang.
Kampung Cigumentong sudah berdiri sejak lama. Bahkan dokumen dan surat kabar masa kolonial Belanda mencatatkan akan keberadaan Kampung Cigumentong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti ditulis dalam buku Bijblad Op Het Staatsblad Van Nederlandsch Indie tahun 1940. Dalam buku itu dibahas soal batas wilayah antara Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut. Tiga kampung tercantum di sana di antaranya Kampung Cigumentong, Cimulu dan Pangeureunan.
Kemudian surat kabar Bintang Timoer edisi Selasa, 15 Oktober 1929 mengabarkan sebuah berita pendek tentang kebakaran yang menimpa sebuah kebun serai seluas 221 tumbak di perkebunan Cigumentong.
Berita lainnya ditulis oleh surat kabar Dekorrier edisi 14 November 1930 atau setahun berselang dari berita kebakaran di Cigumentong yang ditulis oleh Bintang Timoer. Entah ada hubungannya atau tidak?
Dalam tulisannya, Dekorrier mencatatkan sebuah peristiwa tentang penangkapan pelaku pembakaran rumah kaca milik perusahaan di Cigumentong oleh asisten wedana. Tersangkanya bernama Alnasan, warga dampit, Cicalengka.
Jai Suryana mengatakan Kampung Cigumentong dahulunya merupakan salah satu posko bagi kerajaan Sumedang Larang. Namun, seiring waktu pada akhirnya menjadi sebuah pemukiman.
Ia melanjutkan, kawasan tersebut mulai ramai dihuni warga pada sekitar tahun 1884 hingga 1919 atau saat kolonial Belanda memasuki Cigumentong. Saat dimana Pemerintah Hindia Belanda mulai mendirikan perkebunan-perkebunan di Cigumentong.
"Saat itu kawasan sekitaran Cigumentong mulai ramai oleh pemukiman penduduk lantaran disini didirikan sebuah perusahaan perkebunan Belanda," ujarnya.
Sebagai salah satu kampung karuhun di Kabupaten Sumedang maka Kampung Cigumentong pun memiliki sejumlah tradisi di dalamnya.
Jai Suryana menyebut, Kampung Cigumentong memiliki tradisi berupa hajat buruan. Yaitu, syukuran kampung.
"Hajat buruan itu syukuran kampung, syukuran ini supaya Cigumentong itu mendapatkan rahmat dan keselamatan, jauh dari penyakit dan segala macam hal buruk," tuturnya kepada detikjabar belum lama ini.
Kemudian ada juga tradisi yang namanya rebo wekasan. Yaitu syukuran di setiap Rabu terakhir pada bulan safar.
"Pada momen ini acaranya, yakni shalat sunah, tawasulan dan memberi makan binatang ternak," terangnya.
Ada lagi tradisi ngagogo yang diselenggarakan setiap tanggal 18-19 Agustus. Yaitu warga secara berbarengan menangkap ikan di sungai dengan tangan kosong.
"Jadi warga dari mulai anak-anak dan remaja yang ikut kegiatan itu turun sama ke sungai lalu mengepung ikan dengan tangan kosong," terangnya.
Selain tradisi-tradisi di atas, kampung Cigumentong yang mayoritas beragama Islam ini juga melaksanakan kegiatan keagamaan, baik itu yang wajib ataupun peringatan hari-hari besar. Seperti salah satunya peringatan isra miraj.
"Selain tradisi, disini juga kerap memperingati kegiatan keagamaan karena disini mayoritas agamanya Islam," ucapnya.
Jai menyebut, Kampung Cigumentong sendiri saat ini dihuni oleh 16 KK atau 65 jiwa dengan jumlah bangunan rumah ada 20 unit.
"Kampung Cigumentong memiliki luas lahan sekitar 33 hektar. Dari luas itu, 6 hektar untuk pemukiman sementara sisanya untuk perkebunan," ucapnya.
(mso/mso)