Guratan kuas terus ditanamkan terhadap kanvas yang kosong. Tak terbatasi latar belakang kehidupan atupun ukiran cinta yang melompong.
Mereka adalah para seniman lukis yang berada di Kampung Lukis Jelekong, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Mereka terus menggoreskan kuasnya terhadap sebuah kanvas demi sebuah karya.
Pemilik Budiman Art Galeri Jelekong Iman Budiman (36) mengatakan lukisan di Kampung Lukis Jelekong telah ada sejak puluhan tahun lalu. Tumbuhnya Jelengkong menjadi kampung lukis diawali oleh salah seorang pelukis legend di daerah tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau untuk lukisan Jelekong sendiri udah masuk dari tahun 1969, dipelopori oleh salah seorang pelukis beliau bernama Bapak alm Odin Rohidin. Lalu dipelajari oleh pihak keluarga, seterusnya dipelajari oleh masyarakat," ujar Iman saat ditemui detikJabar, belum lama ini.
Pihaknya mengungkapkan pada zaman dahulu hampir seluruh masyarakat di Jelekong berprofesi sebagai pelukis. Menurutnya hal tersebut dikarenakan harga lukisan yang melambung tinggi.
"Kenapa di Jelekong ini sangat banyak pelukis kan, karena waktu itu lukisan itu sangat mahal harganya sebelum krisis moneter tahun 90an itu cukup tinggi harganya. Kemudian penerbitan pasar sangat tinggi sekali. Akhirnya masyarakat memilih lukisan untuk jadi lahan pekerjaan," jelasnya.
Iman menjelaskan lukisan yang ada di Jelekong rata-rata penjualannya telah sampai luar negeri. Apalagi, kata dia, para penjual yang dari Bali dan Jakarta pun membeli lukisannya ke Jelekong.
"Dalam dan luar negeri. Sebenarnya Bali juga mewakili kita untuk go Internasional, seperti galeri-galeri di Jakarta juga, tempat-tempat wisata, itu mewakili kita go internasional. Jadi yang dari Bali dan Jakarta banyak yang ngambil dari sini," ucapnya.
Dia mengungkapkan harga lukisan yang ada di Jelekong sangat bervariatif. Menurutnya terbagi ke dalam dua spesifikasi.
"Di Jelekong sendiri ada dua kelas lukisan sekarang. Ada lukisan yang bersifat industri, artinya digarap secara cepat dengan bahan yang minim. Ada juga yang bersifat karya, di mana si lukisan secara konseptual terus dengan bahan-bahan yang bertaraf internasional," kata Iman.
"Kalau untuk lukisan industri sendiri dari mulai ratusan ribu hingga jutaan juga ada. Tapi untuk sekelas karya, itu biasanya harga di atas Rp1 juga sampai puluhan juta, bahkan hingga ratusan juta," tambahnya.
Iman menjelaskan para seniman lukis di Jelekong belajar melukis secara otodidak. Apalagi, menurutnya, masyarakat di Jelekong telah terbiasa dengan apa yang namanya lukisan.
"Iyah belajar secara otodidak. Jadi karena keseharian masyarakat mengkonsumsi garis, titik, bidang, warna secara setiap hari terkonsumsi. Jadi pas waktu belajar itu nggak belajar secara formal, mereka otodidak," ujar Iman.
Menurutnya para seniman lukis mengajarkan murid-muridnya dalam konteks non akademis. Dengan itu, kata dia, para murid belajar secara mandiri.
"Paling si sanggul itu mengajarkan teknik-teknik yang non akademis, jadi si muridnya duduk, ngelihatin, terus mencoba si karya gurunya itu, lalu nanti di finishing, ya seperti itu polanya, sangat sederhana," jelasnya.
Dia menambahkan lukisan yang ada di Jelekong terdapat berbagai jenis aliran. Dengan itu, menurutnya, berbagai pelukis bisa menghasilkan berbagai jenis lukisan.
"Kalau sekarang berbagai jenis aliran ada, kalau dulu cuma realis dan naturalis. Ya mengadopsi objek-objek yang ada di sekitar alam. Makanya tak sedikit pelukis-pelukis Jelekong yang melanjutkan pembelajarannya ke perguruan tinggi, dan itu pun ngambilnya seni," pungkasnya.
(mso/mso)