Asep Sunandar Sunarya merupakan salah satu sosok yang memopulerkan wayang golek di Indonesia. Dengan berbagai kreativitas dan inovasinya saat ini wayang golek bisa dinikmati oleh semua orang.
Saat ini Padepokan Giri Harja 3 telah diteruskan oleh beberapa anak keturunannya. Salah satunya adalah anak kedua Asep, yakni, Dadan Sunandar Sunarya.
Dadan mengungkapkan sosok ayahnya tersebut tidak pernah secara langsung mendidik soal pewayangan atau wayang golek terhadap anak-anaknya. Tiap anak Asep, ujar Dadan, belajar wayang golek secara masing-masing dengan cara yang berbeda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Abah asep itu mendidik anak-anaknya secara unik sebenarnya. Mungkin ibaratnya 1.000 banding 1 pendidikan seperti Abah Asep. Karena Abah Asep itu tahu anaknya yang ini harus dididiknya begini, yang ini harus dididik begini. Seperti saya dari dulu tidak pernah sini belajar sini, enggak pernah sama sekali. Kamu kalau ngewayang itu harus kaya gini, gini, gini, enggak pernah. Jadi harus mandiri," ujar Dadan kepada detikJabar belum lama ini.
Dadan menjelaskan dalam manggung di suatu tempat, Asep ikut menonton. Namun, usai pagelaran, tak jarang Asep memberikan kritikan pada pagelaran yang menampilkan anak-anaknya.
"Malahan saya pernah ngewayang pas perpisahan SMP, Abah Asep nonton, terus yang nonton juga ramai sekali pokoknya. Tapi pas saya pulang, saya malah dimarahi sama Abah Asep, siga 'tai siah ngawayang teh'. Abah Asep mah mendidik saya kaya gitu," ucapnya.
Dia mengaku sempat sakit hati saat dikritik dengan keras oleh ayahnya tersebut. Namun, menurutnya, dalam didikan yang keras tersebut membuat dirinya terus belajar.
"Dulu mah sempat ada sakit hati, tapi lama-lama oh baru sadar jangan terbuai dengan pujian, jangan cukup dengan seperti itu. Dalang itu harus tetap belajar, belajar, belajar. Jadi tidak bisa dipuji, tidak bisa naon, belajar aja terus," jelasnya.
Dia mengungkapkan wayang merupakan cerita keseharian masyarakat. Oleh karena itu, tidak bisa hanya mengandalkan satu pakem alur cerita saja.
"Sebab logikanya wayang itu logikanya menceritakan cerita sehari-hari yang dinamis, yang berubah tuh, jadi emang harus berubah. Dari pembawaan cerita, segala rupanya, terus faktor pendukungnya juga pasti berubah. Contoh kaya dari segi lighting, dulu mah kan pakai obor, terus ke sini nya pakai patromax, terus ke sininya pakai lampu pijar, terus ada neon, terus sekarang ada lagi LED. Beda kalau saya dengan Oga, dia mah melatih terus," kata Dadan.
![]() |
Besar dengan didikan yang keras, Dadan merasakan ada perhatian yang tinggi dari Asep pada anak-anaknya. Sosok itu tergambar dari Asep, yang dekat dengan siapa pun saat berada di rumah.
"Jadi yang paling membekas adalah memang didikannya yang luar biasa. Tapi di balik itu memang perhatian banget. Cuma ketika dalam profesi jangan ada kata puas," ucapnya.
"Ketika di rumah, Wah beliau mah bisa dikatakan sebagai ayah, sebagai teman, pokoknya luar biasa," katanya menambahkan.
![]() |
Dadan pun tak henti-hentinya terus memuji apa yang ayahnya telah berikan terhadap anak-anaknya. Dia pun tidak memungkiri ada peran ayahnya ketika saat ini telah menjadi dalang.
"Luar biasa beliau, bukan karena beliau bapak saya, makanya beliau memegang gelar maestro. Saya bisa kaya gini karena mengikuti jejak beliau, meskipun masih jauh kalau saya dibandingkan dengan Abah Asep. Abah asep memang benar-benar dalang idola saya, memang secara profesi beliau luar biasa. Apalagi yang merupakan sebagai barometer dari dulu hingga sekarang," katanya menjelaskan.
Dadan menambahkan Asep Sunandar Sunarya memiliki anak sebanyak 15 anak. Namun, kata dia, pada perjalanannya tidak semuanya menjadi dalang seperti ayahnya.
"Abah Asep itu semuanya ada sekitar 15 anak. Saya yang kedua, kebetulan yang pertama kakak saya adalah perempuan, jadi enggak bisa nerusin. Terus yang jadi dalang baru saya, Yoga Suara, Batara Sena, dan Cipta Dewa. Dari 15 tidak semuanya menjadi dalang, macam-macam profesinya," tutur Dadan.
"Dari 15 itu 11-nya laki-laki, jadi tidak semuanya tidak ke dalang dan berkesenian. Ada juga yang berbisnis, dan lain-lain. Kan awi ge teu lempeng kabeh, awi ge aya nu bengkokna. Maksudnya kan bukan dalam artian bengkok jelek, tapi kan bengkok yang tidak samanya," ujar Dadan menutup wawancara.