Kala Musik Tanji Kuda Renggong Bangunkan Warga Sumedang Sahur

Kala Musik Tanji Kuda Renggong Bangunkan Warga Sumedang Sahur

Nur Azis - detikJabar
Jumat, 15 Apr 2022 03:00 WIB
Aksi warga Sumedang bangunkan sahur.
Aksi warga Sumedang bangunkan sahur (Foto: Nur Azis/detikJabar).
Sumedang -

Beragam cara unik terkadang dilakukan warga untuk membangunkan waktu sahur di bulan Ramadan. Seperti yang dilakukan oleh sejumlah warga Dusun Bojong, Desa Padasuka, Kecamatan Sumedang Utara.

Warga mengarak dan memainkan alat musik tanji dengan berkeliling kampung. Bedanya hanya tidak dibarengi dengan iring-iringan hewan kuda.

Sekadar diketahui, tanji merupakan salah satu unsur dalam kesenian kuda renggong atau musik pengiring yang bernadakan pentatonik. Saat musik tanji dimainkan maka saat itu pula aksi kuda renggong dimulai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tanpa kehadiran musik tanji, pertunjukan kuda renggong tidak akan meriah karena satu kesatuan. Kuda renggong sendiri merupakan salah satu kesenian khas dari Sumedang.

Khusus di bulan Ramadan, para seniman tanji itu berkeliling untuk membangunkan sahur. Bahkan tidak tanggung-tanggung, pengeras suara yang biasa untuk pentas pun mereka hadirkan dalam kegiatan itu.

ADVERTISEMENT

Jumlah nayaga atau sebutan para personel yang memainkan musik tanji ada sekitar belasan orang. Lengkap dengan personel cadangannya.

Dopi Yusuf, salah seorang pemuda yang ikut dalam kegiatan tersebut menyebutkan kegiatan membangunkan sahur dengan musik tanji dimulai sejak awal Ramadan hingga berakhir nanti saat malam takbiran.

"Kita mulai dari jam 2 pagi sampai jam 3.30 pagi pas mau sahur," ucapnya kepada wartawan belum lama ini.

Para personel yang memainkan alat musik tersebut berasal dari grup kesenian bernama Pusaka Muda. Jika bukan di bulan Ramadan, para personel musik ini sering pentas mengiringi pertunjukan kuda renggong ke luar kota.

"Pusaka Muda ini sudah sering tampil ke luar kota bukan hanya di Sumedang, seperti ke Bandung, Karawang, Tangerang, Jakarta dan daerah lainnya," ungkapnya.

Dopi menambahkan selain membangunkan sahur, kegiatan ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya melestarikan kesenian khas Kasumedangan.

"Ini semua yang berkeliling rata-rata pemuda ini," ucapnya.

Dinilai cukup kreatif dan bisa menjadi wadah untuk pengembangan bakat dan minat, terutama dibidang kesenian tradisional, sepengetahuan detikjabar, masyarakat sekitar khususnya para orang tua pun tidak ada yang berkomentar negatif atas kegiatan tahunan pemuda itu.

Mengenal Kesenian Kuda Renggong

Dikutip dari Pratiwi Wulan Gustianingrum dan Idrus Affand dalam Memaknai Nilai Kesenian Kuda renggong dalam Upaya Melestarikan Budaya Daerah di Kabupaten Sumedang (Journal of Urban Society's Arts. Volume 3. Nomor 1. April 2016: 27-36), Kuda Renggong merupakan seni pertunjukan gelaran (pawai).

Kuda Renggong menjadi salah satu pertunjukan rakyat yang berasal dari Kabupaten Sumedang. Seni tersebut muncul pertama kali dari Desa Cikurubuk, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang. Hal itu berdasarkan keterangan dari para seniman.

Kesenian Kuda Renggong bahkan telah didaftarkan di Balai Pelestarian Budaya Provinsi Jawa Barat sebagai kesenian unggulan dari Kabupaten Sumedang yang wajib dilestarikan.

Sedikit mengulas, kata renggong yang berarti rereongan atau gotong royong. Renggong sendiri kerap diartikan sebagai metatesis dari kata ronggeng. Ronggeng dalam kamus KBBI diartikan sebagai tari tradisional dengan penari utama wanita, dilengkapi dengan selendang yang dikalungkan di leher sebagai kelengkapan menari.

Mengutip dari berbagai sumber, Tari Ronggeng telah berkembang di pulau Jawa sejak dulu kala. Tari Ronggeng di Jawa Barat, ditandai dengan ditemukannya sebuah candi di Kampung Sukawening, Desa Sukajaya, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, bernama Candi Ronggeng atau para arkeolog menyebutnya dengan Candi Pamarican.

Sementara bukti perkembangan Tari Ronggeng di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Salah satunya bisa dilihat dari relief pada abad ke-8 di bagian Karmawibhanga di Candi Borobudur, Magelang. Dalam relief tersebut menggambarkan perjalanan sebuah rombongan hiburan dengan musisi dan penari Wanita.

Kata ronggeng mengingatkan juga pada novel karyanya Ahmad Tohari; Ronggeng Dukuh Paruk (Gramedia Pustaka Utama, 2003). Dalam novel itu dikisahkan bahwa seni ronggeng melalui tokohnya Bernama Srintil mampu menghidupkan kembali desanya yang miskin dan terpencil. Seni ronggeng bahkan dijadikan sebagai perlambang denyut kehidupan bagi warga Dukuh Paruk dengan latar waktu 1960-an.

Kembali ke tesisnya Pratiwi Wulan Gustianingrum dan Idrus Affand, renggong dalam seni Kuda Renggong merupakan kamonesan (bahasa sunda : keterampilan) cara berjalan kuda yang telah dilatih menari serta mampu mengikuti irama musik (terutama kendang). Seni ini biasanya dipakai sebagai media tunggangan dalam arak-arakan anak sunat.

Seni kuda renggong menampilkan pertunjukan berupa atraksi seekor kuda yang bisa menari mengikuti hentakan musik khas tradisional Sunda yang disebut kendang pencak. Kuda yang diarak biasanya berjumlah tiga sampai empat ekor kuda yang dinaiki oleh pemilik hajatan, sunatan atau perkawinan.

Selain menari, atraksi yang paling ditunggu yakni silat kuda renggongnya, berupa gerakan dimana seolah-olah kuda tersebut berkelahi dengan seorang pawangnya. Gerakannya, dari mulai berdiri dengan kedua kaki belakangnya sampai kuda tersebut rebahan diatas tanah.

Seni kuda renggong pertama kali muncul tahun 1910. Hingga saat ini kesenian kuda renggong sering ditampilkan pada acara-acara hajatan atau acara lainnya.

Koko (60), salah satu pelaku seni kuda renggong asal Rancakalong Sumedang menyebutkan kesenian kuda renggong di Sumedang pertama kali muncul di daerah Buahdua dan Conggeang Sumedang. Daerah Rancakalong Sumedang sendiri menjadi salah satu pelestari kesenian kuda renggong dari sana.

"Kalau awal-awal munculnya di daerah Conggeang dan Buahdua, jadi Kuda Renggong di Rancakalong itu mengikuti seni Kuda Renggong dari sana, saat itu kakek saya juga masih menjadi Kuwu (Kepala Desa)," ungkapnya saat dikunjungi detikcom di Kampung Cijere, Desa Negarawangi, Kecamatan Cikalong, beberapa hari lalu.

Koko mengaku seni kuda renggong yang digelutinya saat ini merupakan warisan dari kakeknya yang Bernama Ikih Madlia yang merupakan pelopor seni Kuda Renggong di Kawasan Rancakalong Sumedang sejak tahun 60-an. Hal itu bisa dilihat dari arsip yang ditunjukannya berupa Surat Keputusan Kepala Kantor Depdikbud Kabupaten Sumedang Nomor 23/102.12/1992 yang menyatakan bahwa Seni Kuda Renggong Hegarmanah dengan pimpinannya Ikih Madlia telah berdiri sejak 1 Maret 1960.

"Kuda Renggong yang digeluti Kakek saya dulunya sangat sederhana pertunjukannya, bahkan ornamen-ornamen pada kudanya hanya dihias oleh kain samping saja tapi meski begitu undangan untuk tampil sudah datang dari warga-warga sekitar," terang dia.

(mso/bbn)


Hide Ads