Kisah Sang Pandai Besi Piawai dan Kesan Kolektor

Golok Langka Sumedang

Kisah Sang Pandai Besi Piawai dan Kesan Kolektor

Nur Azis - detikJabar
Sabtu, 12 Mar 2022 16:30 WIB
Golok Cikeruh yang menjadi salah satu koleksi Museum Prabu Geusan Ulun di Kabupaten Sumedang
Golok Cikeruh Sumedang. (Foto: Nur Azis)
Sumedang - Sejarah pandai besi Cikeruh tidak terlepas dari perjalanan para bangsawan dari keturunan Kerajaan Sumedang Larang. Bahkan, nama Cikeruh dikaitkan dengan sosok bernama Santowan Cikeruh yang merupakan anak dari Pangeran Kusumadinata I atau Pangeran Santri dengan Nyai Ratu Pucuk Umun.

Hal itu sebagaimana yang tertulis dalam Jurnal Panaluntik, Vol. 3(1), Juli 2020, berjudul Sejarah dan Akulturasi dalam Pedang Cikeruh karya Tendi. Dimana, Pangeran Santri dan Nyai Ratu Pucuk Umun yang memiliki 6 orang anak, salah satunya bernama Santowan Cikeruh.

Sementara 5 anak lainnya, yaitu Pangeran Angkawijaya (Prabu Geusan Ulun), Kiyai Rangga Haji, Kiyai Demang Watang, Santowan Wirakusumah dan Santowan Awiluar.

Setelah turun temurun, ada salah satu nama yang cukup piawai dan dikenal sebagai pandai besi awal di Cikeruh pada sekitar tahun 1800-an, yakni Ki Adimadja. Sosok ini kerap membuat berbagai perkakas pertanian dan senjata tradisional, dalam hal ini golok atau pedang Cikeruhan.

Sepeninggal Ki Adimadja, tradisi pandai besi pun dilanjutkan oleh salah satu putranya, yakni Kartadimadja. Sementara putranya yang lain, yakni Natamadja lebih memilih memperdalam bidang senjata api.

Sosok Kartadimadja menurut catatan Tendi, merupakan sosok yang paling banyak diulas dalam arsip-arsip Belanda. Usaha Kartadimadja dalam senjata tajam sendiri dimulai sekitaran tahun 1881. Ia memproduksi senjata tajam dengan model penempaan tradisional.

Kemudian pada sekitaran tahun 1882, cucu dari Ki Adimadja yakni Tanoemadja turut bergabung mengembangkan usaha dalam bidang pembuatan senjata tajam bersama Kartadimadja.

Kolaborasi keduanya menjadikan hasil produksi senjata tajam Cikeruh berupa golok, parang, pedang, pisau dan lain sebagainya menjadi semakin dikenal. Nama Kartadimadja semakin moncer saat ia diberikan kesempatan untuk memamerkan hasil karyanya di tingkat internasional.

Tendi dalam (Parijsche Tentoonstelling) (Java-Bode, 1897), menyebutkan bahwa saat itu produk bilah dan pisau dari Cikeruh akan ditampilkan dalam suatu pameran seni dan budaya tingkat dunia di Eropa.

Sebagaimana dalam (H.C.H De Bie, Batavia, G kolff & Co, 1902) disebutkan bahwa saking terkenalnya golok buatan Cikeruh. Banyak diantara para pandai besi daerah lain yang membuat replika dengan kualitas dibawah standar.

Menyikapi hal itu, Kartadimadja pun membuat brand atau membubuhkan suatu ciri golok atau pedang hasil produksinya dengan tanda atau simbol "KTDMJ" dan "TJ" yang tidak lain dari inisial namanya dan desanya.

Salah seorang penggiat pusaka Sunda, Hadian Wasita Soleh menjelaskan, pandai besi asal Cikeruh sangat terkenal pada masa sebelum atau era kolonial Belanda.

Golok atau pedang Cikeruhan sendiri, lanjut Hadian, memiliki dua gaya desain, pertama golok Cikeruh yang dipengaruhi gaya Eropa lantaran untuk memenuhi pesanan dari Pemerintah Kolonial Belanda kala itu. Kemudian, golok Cikeruh dengan desain murni dengan tema masyarakat Sunda.

"Desain pertama memiliki bilah dan sarangka (sarung golok) model gaya Eropa, gaya ini seperti tipe hunting sword (pisau berburu), pada era-era kalau di Jerman pada era 1600 sampai sekarang replikanya masih ada," papar Hadian kepada detikjabar, Rabu (9/3/2022).

Saat berbincang dengan salah satu kolektor asal Belanda, kata Hadian, ciri tempa golok Cikeruh yang mengikuti gaya Eropa itu terlihat pada bilahnya.

Artinya, sambung Hadian, para pandai besi Cikeruh sudah mencapai sebuah tingkat keahlian yang cukup tinggi dalam seni membuat golok atau pedang.

"Jika melihat golok atau pedang gaya Cikeruhan yang memakai bentuk kerang pada hand guard-nya (tameng pegangan), itu ciri golok Cikeruh model gaya Eropa," terangnya.

"Dengan kemampuan itu, hasil produksi golok dan pedang asal Cikeruh sampai sekarang masih diperhitungkan di ranah kolektor (benda pusaka khususnya golok atau pedang)," tambahnya.

Kemudian pada medio sekitar 1870 sampai 1930, kata Hadian, terdapat juga golok dengan tanda atau simbol dari Cipacing, Cisurat dan Cibatu. Pada medio di era tersebut, para pandai besi Cikeruh kembali membawa tema-tema model golok Sunda.

"Jadi pada era itu para pandai Cikeruh kembali membawa model dengan tema-tema golok Sunda. Seperti salah satunya golok Jambe Sapasih yang bukan meng-copy bentuk dari Eropa," ungkapnya.

Menurutnya, golok yang dibuat di era itu tidak kalah keren dengan yang dibuat sebelumnya lantaran telah terdidik dengan teknik atau kualitas setingkat dengan pedang model Eropa.

"Golok Cikeruh sangat terkenal dengan pola ukir ala Cikeruhan pada bilahnya dan ini menjadi salah satu ciri khas dari golok Cikeruh itu sendiri," terangnya.

Namun sebagai pecinta atau kolektor benda pusaka khususnya senjata tajam, kini ia sangat menyayangkan bahwa pandai besi Cikeruhan sudah jarang ditemui bahkan tidak ada.

"Bagi saya sebagai pecinta benda pusaka sangat menyayangkan suatu langgam atau gaya golok Cikeruh yang sudah matang bahkan terkenal sampai keluar negeri, saat ini tidak ada penerusnya," katanya.

Ia pun berharap seni pembuatan golok Cikeruh dapat kembali dilestarikan oleh masyarakat. "Kedepan semoga ada perkumpulan yang bisa meneruskan seni pandai besi Cikeruhan ini," pungkasnya.


(yum/tey)


Hide Ads