Seabad lalu, kopi dari tanah Sukabumi pernah dijuluki Black Gold, atau emas hitam, oleh para pedagang Belanda. Di masa itu, wilayah pegunungan menjadi penghasil kopi unggulan yang diekspor ke Eropa.
Aroma kopi Sukabumi dikenal kuat, rasanya khas, dan menjadi salah satu komoditas penting penopang ekonomi daerah. Namun seiring waktu, kejayaan itu perlahan memudar, lahan-lahan kopi berganti jadi perumahan dan pabrik, sementara minat generasi muda untuk bertani kian menurun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, secercah harapan muncul kembali. Bukan sekadar petani, tapi generasi baru yang tengah menanam mimpi untuk mengembalikan kejayaan kopi Sukabumi.
Seperti yang dilakukan Indra Saputra, petani muda yang memulai langkah besar lewat penanaman pohon kopi Robusta di kawasan Geopark Ciletuh. Ia bergerak tidak hanya di hulu saja, namun hingga ke hilir, dari menanam hingga menyeduh kopi.
"Inspirasinya sederhana, kami ingin menunjukkan bahwa bertani itu asyik. Kami manfaatkan lahan yang ada untuk menanam kopi, dimulai dari sekarang," kata Indra saat ditemui detikJabar di Gunungpuyuh, Kota Sukabumi, Senin (13/10/2025).
Penanaman ini menjadi langkah awal dari gerakan jangka panjang. Indra menjelaskan, pihaknya menargetkan penanaman hingga 10 ribu pohon kopi dalam dua tahun. Setiap tahap penanaman dilakukan bertahap dengan mempertimbangkan siklus alam dan riset pertumbuhan.
"Untuk awal kita tanam 500 pohon dulu, bulan depan lanjut lagi. Tahun pertama ini jadi bahan riset untuk lihat pertumbuhan Robusta di sini. Targetnya sampai 10 ribu pohon di luas lahan lima hektare, mungkin bisa dibilang skalanya masih kecil tapi kalau tidak dari sekarang ya kapan lagi," jelasnya.
![]() |
Kopi yang ditanam adalah jenis Robusta dan Liberica, dipilih karena kontur lahan dan suhu di kawasan Ciletuh yang lebih panas. Menurut analisa para pakar kopi, jenis ini paling sesuai dengan karakter tanah di wilayah tersebut.
Bagi Indra, gerakan ini bukan sekadar menanam pohon. Ia ingin membangun ekosistem kopi yang utuh dari hulu hingga hilir. Di kawasan itu nantinya akan dibangun tempat edukasi kopi, mulai dari penanaman, pengolahan, roasting, hingga penyeduhan. Tak berhenti di situ, kawasan kebun kopi ini juga diproyeksikan menjadi destinasi wisata edukatif.
"Kami ingin orang bisa ngopi di tempat yang berdampingan langsung dengan pohon kopinya. Dari mulai tanam, panen, sampai jadi kopi seduh, semuanya bisa dipelajari di sini," ujarnya.
Ahli Kopi Indonesia, Adi Taroeprajeka yang turut hadir dalam penanaman pohon kopi menilai apa yang dilakukan Indra merupakan langkah penting untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap profesi petani.
"Betul, salah satu kendala kita adalah orang selalu melihat petani itu tidak keren. Padahal pertanian itu bisnis jangka panjang. Mengutip pernyataan teman saya, orang paling kaya di dunia adalah orang yang punya tanah, karena dari tanah itu kita bisa hidup," ujar Adi.
![]() |
Menurutnya, banyak orang yang memilih hidup di kota hanya terlihat kaya di permukaan, namun sejatinya tidak memiliki pegangan jangka panjang.
"Orang kota kelihatan kaya, tapi kayanya kaya semut. Mereka tidak punya pegangan sebetulnya. Petani justru punya aset nyata, tanah yang bisa menopang hidup mereka," tambahnya.
Adi berharap gerakan menanam kopi di Sukabumi ini bisa menjadi inspirasi agar masyarakat kembali menghargai pekerjaan bertani.
"Menanam itu pekerjaan mulia. Kalau dilakukan dengan baik, hasilnya juga akan baik. Petani tidak miskin, mereka hanya tidak tampil glamor. Investasi mereka ada di tanahnya, dan itu yang akan menopang kehidupan mereka suatu saat nanti," ujarnya.
Selain Adi Taroeprajeka, kegiatan ini juga menghadirkan Mia Lakhmi dan Rivo Trie dari Specialty Coffee Indonesia. Kolaborasi ini memastikan proses penanaman dan pengembangan dilakukan dengan standar mutu tinggi.
"Bibitnya dari mereka, dianalisa langsung, bahkan mereka yang menanam. Jadi kerjasamanya jangka panjang, bukan sekadar event seremonial," kata Indra.
Ketiga tokoh ini juga dikenal sebagai pelatih barista dan eksportir kopi kelas dunia. Mereka terlibat untuk membantu Sukabumi memiliki kopi khas yang bisa bersaing di tingkat nasional bahkan global.
Menghidupkan Lagi Era Keemasan Kopi Sukabumi
Indra mengaku gerakan ini juga lahir dari keprihatinan terhadap makin berkurangnya lahan pertanian di Sukabumi yang berubah menjadi perumahan dan industri.
"Sekarang banyak lahan produktif yang habis. Kalau bukan kita yang tanam, siapa lagi yang selamatkan ekosistemnya?," tuturnya.
Ia berharap, kopi bisa kembali menjadi kebanggaan daerah seperti masa kejayaan dulu. Terlebih, permintaan kopi lokal di Sukabumi sendiri terus meningkat dengan tumbuhnya ratusan kedai kopi.
Bagi Indra, keberhasilan gerakan ini bukan hanya soal jumlah pohon yang tumbuh, tapi juga tentang kesadaran generasi muda untuk kembali mencintai tanahnya sendiri.
"Kalau kopi luar bisa mendunia, kenapa kopi Sukabumi nggak? Kita punya potensi besar. Sekarang tinggal kemauan dan kolaborasi," tutupnya.
(dir/dir)