Di tengah tren gaya hidup sehat yang makin populer, peluang bisnis pertanian ikut terbuka lebar. Salah satunya dirasakan oleh Indra Risandi (27), petani muda dari Kelompok Tani Langit Firdaus di Sukabumi. Sejak 2021, ia memilih menanam edamame, kacang hijau asal Jepang yang kini digemari masyarakat Indonesia sebagai camilan sehat.
"Awalnya saya lihat edamame ini banyak diminati karena selain sehat juga cocok buat diet. Peluang pasarnya besar, makanya kami fokus bertani edamame," ujar Indra kepada detikJabar, Senin (13/10/2025).
Dari lahan seluas tiga hektare di Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, yang digarap bersama kelompoknya, Indra memanfaatkan sistem tanam berpola. Artinya, sebagian lahan ditanami edamame dan sebagian lagi untuk komoditas lain. Pola itu membuat panen bisa dilakukan bergilir setiap dua minggu sekali. "Sekali panen paling sedikit 200 kilo, paling banyak 700 kilo," kata Indra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan harga jual Rp30 ribu per kilogram, omzet kotor yang ia kantongi bisa mencapai Rp15 juta per bulan. Meski tak terlalu besar, angka itu cukup stabil karena seluruh proses tanam dan distribusi dikelola secara mandiri dari hulu hingga hilir.
Indra menanam edamame secara organik tanpa pestisida maupun pupuk kimia. Semua bahan pendukung seperti pupuk organik cair, kompos, dan pengusir hama dibuat sendiri.
Menurutnya, sistem organik bukan hanya ramah lingkungan, tetapi juga menghasilkan rasa edamame yang lebih manis. "Kami tanam di dataran tinggi, sekitar 1.100 mdpl. Di ketinggian ini, bobot biji lebih besar dan rasa lebih manis dibanding edamame dataran rendah," jelasnya.
![]() |
Namun, perjalanan menjadi petani edamame tak selalu mulus. Cuaca menjadi tantangan terbesar, terutama saat hujan turun di awal masa tanam. Meski begitu, Indra tetap optimis karena hasil panen berikutnya justru menunjukkan kualitas yang lebih baik. "Waktu pertama nanam, tanahnya padat karena hujan terus, jadi edamame enggak tumbuh maksimal," ujarnya.
Selain fokus pada produksi, Indra juga berupaya menggerakkan generasi muda agar tertarik ke dunia pertanian. Ia rutin menggelar kegiatan panen bareng yang diikuti anak-anak muda Sukabumi. "Kami ingin generasi sekarang tahu kalau petani itu profesi penting. Kita nggak akan bisa makan tanpa petani," katanya.
Respons kalangan muda pun positif. Banyak di antara mereka yang awalnya menganggap pertanian kotor dan melelahkan, kini mulai melihat sisi bisnis dan inovasinya. "Ternyata kalau kita olah sendiri, kemas dengan bagus, dan jual lewat media sosial, hasilnya lumayan banget," ujar Indra.
Beberapa di antaranya bahkan menjadi reseller edamame Langit Firdaus. Setiap panen selalu ludes karena sudah dipesan lewat sistem pre-order. Indra dan kelompoknya kini memiliki sepuluh mitra petani yang menanam edamame dari hasil pembibitan mandiri. Ia bangga karena sejak awal tidak lagi membeli bibit baru. "Kami cuma beli bibit sekali di 2021, setelah itu hasil panen kami bibitkan sendiri," katanya.
Baca juga: Suburnya Kurma Irak Berbuah di Tanah Geopark |
Meski belum mendapat perhatian dari pemerintah, Indra memilih tetap berjalan mandiri. "Selagi masih bisa sendiri, kenapa harus nunggu bantuan?" ujarnya.
Ia juga menyiapkan rencana untuk mengembangkan produk olahan seperti edamame kukus, garlic chili oil, hingga camilan edamame berbagai rasa. Indra berharap ke depan usahanya bisa menembus pasar ekspor. Namun, ia tak ingin terburu-buru.
"Kalau pola tanam sudah stabil dan kualitasnya konsisten, baru kami coba ekspor. Untuk sekarang, fokus dulu penuhi pasar dalam negeri," tutupnya.
(iqk/iqk)