Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) terus memperkuat peran kawasan berikat (KB) sebagai instrumen strategis untuk mendorong industri berorientasi ekspor. Fasilitas ini terbukti tidak hanya meningkatkan daya saing dan menarik investasi, tetapi juga menyerap jutaan tenaga kerja, sekaligus tetap berada dalam pengawasan yang transparan dan akuntabel.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan kawasan berikat dirancang untuk memberikan stimulus fiskal bagi pelaku industri. Melalui fasilitas penangguhan bea masuk dan pajak impor atas bahan baku serta barang modal, perusahaan mampu menekan biaya produksi sehingga lebih kompetitif di pasar global.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hingga Agustus 2025, terdapat 1.512 perusahaan beroperasi dengan skema kawasan berikat. Industri ini berhasil menyerap lebih dari 1,83 juta tenaga kerja, berkontribusi sekitar 30% terhadap total ekspor nasional, serta menghasilkan devisa senilai Rp3.140 triliun," ungkap Nirwala, Kamis (25/9/2025).
Tak hanya menopang ekspor, kawasan berikat juga terbukti menjadi magnet investasi. Pada 2024, tercatat nilai investasi industri mencapai Rp221,53 triliun, dengan dukungan fasilitas fiskal dari pemerintah sebesar Rp69,63 triliun.
Meski fasilitas yang diberikan cukup besar, Bea Cukai memastikan pengawasan tetap berjalan optimal. Mekanisme manajemen risiko, audit kepabeanan, sistem IT Inventory terintegrasi, hingga pemantauan melalui CCTV online diterapkan agar seluruh fasilitas dimanfaatkan sesuai aturan.
"Kami padukan pengawasan ini dengan ruang dialog terbuka bersama pelaku industri, sehingga fasilitas kawasan berikat bisa memberikan manfaat maksimal dengan tetap menjaga kepatuhan," tambahnya.
Ia menyoroti kontribusi signifikan fasilitas KB terhadap perekonomian wilayah Ciayumajakuning.
"Hingga September 2025, jumlah perusahaan penerima fasilitas di wilayah kerja Bea Cukai Cirebon meningkat hampir 77% dibandingkan 2022. Industri alas kaki menjadi dominan dengan devisa ekspor lebih dari Rp15 triliun dan menyerap lebih dari 112 ribu tenaga kerja. Dampaknya meluas hingga sektor pendukung seperti logistik, transportasi, dan jasa," jelasnya.
Salah satu perusahaan yang merasakan langsung manfaat kawasan berikat adalah PT Long Rich Indonesia, produsen alas kaki internasional yang berbasis di Cirebon. Perusahaan ini memproduksi berbagai merk global seperti Adidas, New Balance, Under Armour, Crocs, ASICS, Brooks, dan On Cloud.
Pada 2025, Long Rich menargetkan ekspor 32 juta pasang sepatu dengan nilai USD360 juta, serta kontribusi devisa mencapai USD808 juta per tahun. Perusahaan juga menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di wilayah Ciayumajakuning, dari 25.520 orang pada 2024 menjadi proyeksi 35.000 orang pada akhir 2025.
Direktur Ekspor Impor PT Long Rich Indonesia, John, menegaskan fasilitas kawasan berikat berperan vital dalam menjaga efisiensi produksi.
"Selain meningkatkan daya saing, fasilitas ini juga membuka lapangan kerja bagi puluhan ribu orang serta menggerakkan ekonomi daerah melalui rantai pasok lokal, transportasi, hingga jasa pendukung. Bahkan kami mendapat tambahan investasi senilai Rp425,47 miliar berkat dukungan kawasan berikat," jelasnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB), Iwa Koswara, menyebut KB sebagai instrumen penting dalam menjaga kepastian usaha.
"Perusahaan penerima fasilitas harus memenuhi persyaratan ketat, mulai dari administrasi hingga infrastruktur IT. Dengan pengelolaan yang transparan, kawasan berikat akan terus menjadi motor pertumbuhan industri ekspor Indonesia," tegas Iwa.
(orb/orb)