Perubahan dan Mimpi Besar dengan Endog Emen

Serba-serbi Warga

Perubahan dan Mimpi Besar dengan Endog Emen

Faizal Amiruddin - detikJabar
Kamis, 13 Mar 2025 10:30 WIB
Emen saat memproduksi telur.
Emen saat memproduksi telur asin. (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar)
Tasikmalaya -

Pantang menyerah, boleh jadi istilah itu cocok untuk menggambarkan sosok Emen Saefulloh (30), warga Kampung Ranjeng, Kelurahan/Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya. Kondisi gangguan jiwa yang dideritanya tak menyurutkan semangat untuk bisa hidup mandiri dan berpenghasilan.

Usai 5 tahun terpuruk dalam kondisi sakit jiwa, Emen kini tengah menata diri untuk kembali bangkit melanjutkan hidupnya. ODGJ yang satu ini tengah menekuni usaha produksi telur asin.

Tak disangka telur asin buatannya bisa memikat lidah masyarakat, karena enak dan murah. Endog Emen, demikian sebutan produk telur asin yang sedang hits di wilayah Bungursari Tasikmalaya itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bisa bikin telur asin karena belajar waktu di rumah sakit Bogor. Tiga bulan saya di sana," kata Emen, ditemui di rumahnya Rabu (12/3/2025).

Akhir 2024 lalu, Emen baru saja keluar dari pengobatan dan pelatihan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor. Selama 3 bulan dia berobat dan ikut program pelatihan keterampilan.

ADVERTISEMENT

"Di sana kan belajar cara bikin telur asin, menanam sayur hidroponik dan sayur organik. Saya milih telur asin saja, karena lebih mudah," ucap Emen.

Sudah hampir tiga bulan, usaha Emen itu mulai memberi penghasilan bagi dirinya, meski nilainya belum ideal. Karena terbentur modal, dia tak setiap hari memproduksi telur asin. Dalam sepekan hanya dua kali produksi, dengan kapasitas 100 sampai 150 butir telur per minggu.

"Kalau menjual telur asinnya lancar, yang susah cari bahan telur bebeknya," ujar Emen.

Emen kesulitan mendapatkan bahan baku karena yang dia cari adalah telur bebek segar dan harga murah langsung dari peternak. "Memang telur bebek di pasar banyak, tapi nggak segar dan harganya Rp 3.000. Kalau di peternak sudah segar, harganya mirah, Rp 2.200," jelasnya.

Emen menambahkan, telur asin buatannya dia jual Rp 3.500 per butir. "Murah ya, biar cepat saja, yang penting ada buat jajan dan belanja telur lagi," kata Emen.

Dia juga menaruh harapan usahanya terus berkembang dan memiliki omzet besar. "Mudah-mudahan jadi bos telor asin," ungkap Emen

Kedua orang tua Emen, Ojoh (65) dan Didi (75) mengaku senang dengan apa yang dilakukan anaknya itu. Lima tahun dalam kondisi gangguan jiwa, menjadi cobaan tersendiri bagi keluarganya.

"Alhamdulillah sekarang Emen sudah baik, sudah saleh. Walau pun masih minum obat, tinggal 2 tablet lagi sehari. Sebelumnya kan sampai 5 tablet sekali minum," kata Ojoh.

Ojoh mengisahkan sekitar 5 tahun lalu usai pulang merantau dari Bekasi, Emen menunjukkan gelagat tak biasa. Sering melamun, tertawa sendiri, hingga menangis histeris.

Emen saat memproduksi telur.Emen saat memproduksi telur asin. (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar)

"Jadi dia itu sering di-bully di tempat kerjanya. Mungkin jadi kepikiran hingga akhirnya sakit," kata Ojoh.

Kondisi Emen ketika itu semakin memburuk dengan gejala gemar menyakiti diri sendiri. "Menyundut tangannya sendiri, membenturkan kepala sampai mandi lumpur," ungkapnya.

Saat itu Ojoh dan Didi berusaha mengobati Emen dengan membawanya ke pengobatan alternatif, tapi sudah puluhan dukun dan orang pintar didatangi, tak ada yang mampu menyembuhkan Emen.

"Sudah habis segala rupa, berobat ke sana ke mari, sampai 21 tempat, eh ternyata jalan sembuhnya pakai obat medis," tutur Ojoh.

Kondisi Emen ini diketahui oleh Gina Nurahida, petugas kesehatan jiwa Puskesmas Bungursari. Oleh petugas ini Emen difasilitasi untuk mendapatkan pengobatan gratis dan pelatihan keterampilan.

"Sekarang kami sedang membantu mengurus izin PIRT dan sertifikat halal untuk produk telur asin Emen," kata Gina.

Gina mengatakan saat ini kondisi Emen sudah stabil, soal obat yang masih harus dikonsumsi menurut dia itu hal yang lumrah. "ODGJ tak bisa disembuhkan, tapi lebih kepada terkontrol sehingga tetap harus rutin minum obat," kata Gina.

Kepala Puskesmas Bungursari, Eko Anggoro menambahkan Emen bukan satu-satunya ODGJ yang berhasil sembuh dan bisa kembali hidup berpenghasilan.

"Selain Emen calon bos telur asin, ada Cucu yang seorang jualan Cilor, ada juga yang bekerja jadi penjahit dan lain sebagainya," kata Eko.

Eko mengatakan di wilayah kerjanya yang meliputi Kelurahan Bungursari dan Cibunigeulis, tercatat ada 30 warga yang ODGJ. Semuanya kata dia, sudah ditangani dan terus dipantau secara berkala.

"Kami upayakan penanganan setiap pasien jiwa ini dilakukan secara komprehensif. Jadi setelah disembuhkan atau setelah stabil, kami juga akan mendorong pemberdayaan agar yang bersangkutan bisa mandiri," jelas Eko.

(orb/orb)


Hide Ads