Cerita Suka Duka Mahasiswa Naik Damri di Bandung

Serba-serbi Warga

Cerita Suka Duka Mahasiswa Naik Damri di Bandung

Wisma Putra - detikJabar
Minggu, 09 Mar 2025 11:00 WIB
Ilustrasi bus Damri Bandung-Jatinangor
Ilustrasi bus Damri Bandung-Jatinangor (Foto: Wisma Putra/detikJabar)
Bandung -

Kapan terakhir kali detikers naik Damri? Seminggu lalu? Sebulan lalu? Atau mungkin belum pernah sama sekali? Bagi yang belum familiar dengan transportasi umum ini, detikJabar berbincang dengan warga yang rutin menggunakan Damri untuk bepergian di wilayah Bandung Raya.

Salah satunya adalah Siska Agus Rini, mahasiswi Universitas Padjadjaran (Unpad) yang tinggal di Kecamatan Lengkong, Kota Bandung. Dalam seminggu, ia menggunakan Damri dua kali untuk menuju kampusnya.

"Saya naik di halte yang dekat Hotel Horison Bandung dengan tujuan Jatinangor, untuk jurusan Bandung-Jatinangor jalurnya ke Moh Toha via Tol Cileunyi," kata Siska kepada detikJabar belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai pengguna setia, Siska mengaku cukup nyaman menggunakan Damri. Namun, ia memiliki keluhan ketika bus dalam kondisi penuh, tetapi tetap dipaksakan menaikkan penumpang.

"Perjalanan lancar jaya selama bulan Ramadan, enak, kadang kalau pagi padat, suka dimasukkan terus penumpangnya, padahal sudah padat, itu kalau pagi, tapi agak siang dikit santai," ungkap Siska yang sudah menggunakan Damri selama 1 tahun.

ADVERTISEMENT

Dari segi tarif, Siska menilai Damri sangat terjangkau, terutama bagi mahasiswa. Selain itu, metode pembayarannya yang menggunakan e-money dan QRIS juga dinilainya praktis.

"Ongkos murah, terjangkau buat anak kuliah, pakai e-money, bisa pakai QRIS, memudahkan buat anak yang cashless banget, nunggu juga ga lama, selalu ada setiap waktu," ucapnya.

Lama perjalanan sendiri tergantung kondisi lalu lintas. Jika lancar, perjalanan bisa ditempuh dalam 30 menit, tetapi jika macet parah bisa lebih dari 45 menit.

"Masukannya semoga Damrinya lebih wangi dan jangan terlalu padat, kalau sudah penuh ya sudah jangan dimasukkin lagi," harap Siska.

Pendapat serupa juga diungkapkan Fadila Rizkia, mahasiswi Unpad asal Lembang yang rutin naik Damri dari Halte Dipatiukur ke Jatinangor. Perjalanan yang ia tempuh biasanya memakan waktu 1 hingga 1,5 jam.

Menurut Fadila, metode pembayaran di Damri memang praktis, tetapi ia lebih memilih tap e-money daripada QRIS. Ia pernah menyaksikan penumpang yang mencoba mengelabui sopir dengan menunjukkan screenshot bukti pembayaran QRIS.

"Menurut aku lebih baik pakai tap e-money, soalnya kalau QRIS, potensi kecurangan lebih tinggi, ada kejadian, penumpang scroll gallery, dan menunjukan screenshot QRIS, sopir gak fokus, kan kesel tahu," ujarnya.

"Kalau tap bunyi, terus ada timbal balik suara 'terimakasih'. Mending tap jangan QRIS," ujarnya.

Baginya, penggunaan e-money lebih aman, karena ada bunyi konfirmasi saat kartu ditempelkan. Secara keseluruhan, Fadila menilai fasilitas di Damri cukup baik. Namun, ia menyoroti beberapa aturan yang sering dilanggar, seperti larangan makan di dalam bus.

Namun, ada satu hal yang cukup mengganggunya, yaitu penumpang yang pura-pura tidur di kursi prioritas. "Ada kan kursi merah buat lansia, yang duduk yang muda, terus pura-pura tidur," ucapnya.

Selain itu, ia mengapresiasi suasana di dalam bus yang nyaman karena tidak ada pengamen dan waktu tunggu yang relatif singkat. Ketika ditanya lebih nyaman naik Damri atau angkot, Fadila tanpa ragu memilih Damri. "Lebih efektif pakai bus, angkot nunggu penuh, buat yang kerja gak worth it nunggu lama gitu," pungkasnya.

(wip/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads