Suara mesin penghalus fiber terdengar bising, rupanya aktivitas tersebut berasal dari tempat pembuatan perahu nelayan di Dusun Karangsari, Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran. Lokasi perajin perahu itu sudah ada sejak tahun 1993.
Dari tangan kreatifnya itu, perahu fiber nelayan miliknya dilirik pasar luar negeri. Salah satunya nelayan di Australia dan Belanda. Meski demikian, perahu yang dipesan berukuran tidak terlalu besar karena akan kembali dimodifikasi di masing-masing negara tersebut. Perahu dari tangannya menjadi bahan dasar dan fondasi awal.
Baca juga: Berkah dari Kelapa Muda Pangandaran |
Pemilik perajin perahu nelayan Tio (46) mengatakan kemahiran tangannya dalam membuat perahu memiliki waktu yang cukup panjang. Semula Tio hanya sebagai bengkel tukang memperbaiki perahu yang rusak dengan berbagai kondisi. Melihat banyak persoalan soal perahu, Tio secara autodidak belajar membuat perahu sendiri untuk kebutuhan nelayan di pesisir Pantai Pangandaran. Dari mulai perahu kayu hingga perahu fiber.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Puluhan tahun bekerja menjadi bengkel perahu membuat dirinya secara bertahap menjual perahunya sendiri. Semua itu Tio mulai pada tahun 1994.
Perahu yang dijual Tio berjenis perahu fiber yang digunakan untuk melaut lebih dari satu mil. Adapun panjang perahunya 17 meter dengan lebar 2-3 meter.
Satu perahu dari tangan Tio denagn panjang 17 meter dibuat selama hampir 2 minggu hingga 1 bulan. Pembuatan perahu nelayan itu dilakukan oleh 5 orang.
"Membuat perahu ini sudah sejak tahun 1992, dulu pertama bikin sudah perahu fiber ukuran kecil. Mulai serius itu tahun 1994 karena kan nggak punya modal, selingannya menjadi seorang nelayan laut," kata Tio, Rabu (5/3/2025).
Ia mengatakan pertama kali menjadi perajin perahu itu ikut sama orang lain jadi kuli pembuat perahu. Lalu, ketertarikan Tio berniat ingin memilikinya sendiri, sehingga mempunyai toko sendiri dengan langsung belajar autodidak.
"Kerjanya menyemir perahu kayu, memotong kayu dan cat. Gitu-gitu aja awalnya mah," ucap dia.
Kemudian, langkah Tito semakin maju awal tahun 1993-1994 dengan merintis kerajinan perahu di saung kecil miliknya. Kini tempat pembuatan perahu nelayan miliknya mulai lebih luas. "Sekarang alhamdulillah lebih luas," katanya.
Sebelum ke Karangsari, Tio awalnya buka di Intisari Parapat Pantai Pangandaran. Namun, pindah lagi ke dekat rumahnya.
"Dulu mah bikin perahu yang lebar satu meter dengan panjang 2-3 meteran saja. Untuk perahu nelayan kampung dulu mah," ucapnya.
Nilai Sebuah Kepercayaan
Dilihat dari semangat dan kegigihan Tio menjadi salah satu orang yang cukup detail dan mementingkan kualitas dan pelayanan. Ia mengaku jika ada kerusakan perahu yang dikrim ke beberapa derah, akan mendatangi langsung dan memperbaikinya.
"Misalkan beberapa waktu lalu di Garut perahu nelayan mengalami kebocoran, saya langsung ke sana. Kalau pun harus keluar negeri untuk memperbaiki akan dilakukan," ucapnya.
Ia mengatakan nilai sebuah kepercayaan itu yang membawanya selalu dipercaya oleh pelanggannya. "Bahkan banyak yang memberi uang dulu cash full pembayaran padahal perahunya belum dibuat, saking percayanya banyak tidak perlu nota, tapi tetap dibuatkan untuk tanda bukti transaksi," ungkapnya.
Selain itu, Tio sangat menerima masukan dan saran apapun. Bahkan, tak sedikit pesanan pelanggannya dalam memodifikasi perahu memiliki kerumitan.
"Mungkin karena saya suka tantangan, maka saat ada permintaan tidak langsung menolak, melainkan dicoba terlebih dahulu," katanya.
Sehingga, tak sedikit yang memiliki permintaan tambahan, seperti pembuatan boks untuk ikan dibawahnya. "Karena kan kalau dari kita biasanya sudah tinggal mereka modif bahan jadi. Kadang-kadang ada yang pesannya full sampai modifikasi," ucapnya.
Harga Perahu Nelayan
Harga perahu nelayan kampung waktu itu, dengan panjang 3 meter hanya Rp 1,8 juta. "Satu perahu waktu itu harganya Rp1,8 juta paling murah. Nelayan tradisional pantai, kalau dulu kan tidak terlalu jauh ke tengah melautnya," katanya.
Ia mengatakan untuk saat ini perahu nelayan paling kecil yang dibuat itu memiliki lebar 1,2 meter dengan panjang 8-11 meter. "Untuk perahu tersebut harganya mulai dari Rp20 juta hingga Rp30 juta. Menghitung harga perahu itu dari lebar dan panjangnya," ungkapnya.
Menurutnya, pembuatan perahu dengan panjang 11 meter lebar 1.3 meter itu paling lama untuk produksinya selama dua minggu dan paling cepat 1 minggu. Dengan jumlah pekerja lima orang.
Proses pembuatan perahu tidak semudah yang dilihat dan dibayangkan. Ada bahan-bahan utama yang harus dibentuk dan diukir. "Bahan-bahan dasarnya itu sebetulnya hanya fiber dan kayu. Sudah itu saja, karen fiberglass kan mencakup beberapa bahan, ada resin, katalis, talek dan pigmen untuk warna," terangnya.
Tio menambahkan, untuk perahu agar tetap stabil bisa berada diatas air yaitu bentuk bawahnya melengkung, karena ada hampa udara. "Jadi perahu itu bisa stabil, walaupun bebannya cukup berat," ucapnya.
Sekali perahu itu terjual Tio mendapatkan besaran uang yang cukup tipis. "Ya kan misal hari ini terjual perahu besar panjang 17 meter itu harganya sekitar Rp 30 juta. Mungkin 80% untuk biaya produksi untungnya 20%," katanya.
Sepanjang tahun 2024 Tio telah menjual lebih dari 30 perahu nelayan yang dikirim dari mulai ke pantai utara dan pantai selatan.
![]() |
Transaksi Digital Memberikan Kepercayaan
Transaksi digital saat ini telah menjadi trends bagi siapapun, terutama anak muda dalam melakukan belanja. Maupun itu di pasar, warung, pedagang, toko modern hingga mall sudah sebagian menggunakan transaksi digital.
Hal tersebut didorong dengan adanya mobile banking dengan transfer dan fitur QRIS yang membuat transaksi menjadi lebih singkat. Sehingga pembayaran online dianggap akan memberikan harga pas tanpa kembalian.
Bank Indonesia pun mencatat jika jumlah transaksi perbanlan digital (digital banking) tumbuh cukup pesat. Per September 2024 transaksi digital naik 54,89% secara year on year (yoy).
Tio mengatakan selama menjual perahu dalam 3 tahun terakhir mulai menerapkan transaksi digital atau dalam bentuk transfer uang. "Mungkin kalau dulu itu belum secanggih sekarang masih cash, kadang ada orang kurir yang mengantarkan. Karena banyak permintaan untuk transfer jadi saya menyediakan pembayaran digital melalui transfer ke rekening. Saya pakai BRI untuk transaksinya," ucap dia.
Menurutnya, jumlah transaksi dari rekening BRI miliknya saat ini lebih banyak dibandingkan uang cash. "Kalo yang pesannya masih orang sini mah pasti cash, kalo dari pantura atau pansela mereka memilih DP dulu transfer sisanya cash sambil melihat progres pembuatan perahu di sini," katanya.
Kata dia, penggunaan transaksi digital cukup membantu akses jual beli online lebih singkat. "Kalau dulu harus cash itu banyak risikonya apalagi orang jauh. Sempat ada kekurangan, pas dianterin kurir kesini uangnya ataupun sobek jadi masalah," ucapnya.
Selama ini, untuk membantu proses transaksi dibantu para anaknya. "Semua anak saya kerja disini sampai menantu saya pun kalo tidak melaut sama-sama disini," katanya.
Sementara itu, Regional CEO BRI Bandung Sadmiadi mengatakan pembayaran digital melalui bank BRI dilakukan pakai QRIS.
Tujuan Qris adalah mempermudah sistem pembayaran digital. Selain itu, pihak BRI sangat mendukung dari adanya QRIS karena proses transaksi lebih cepat, mudah dan aman.
"BRI menyambut baik dengan adanya QRIS sebagai salah satu opsi alat pembayaran, QRIS juga membantu merchant BRI menyediakan pilihan pembayaran yang mudah karena merchant cukup menyediakan satu kode QR yang bisa digunakan untuk berbagai sumber dana baik melalui mobile banking maupun uang elektronik (e-wallet)," kata Sadmiadi saat melalui pesan WhatsApp.
(sud/sud)