Anggota Komisi 2 DPRD Provinsi Jawa Barat Arief Maoshul Affandy menyoroti, perihal perhatian pemerintah provinsi pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Ia menilai, setelah adanya kabar baik soal penghapusan utang macet UMKM oleh Presiden Prabowo Subianto, nyatanya masih ditemukan bantuan program UMKM yang belum pas.
Seperti diketahui, Presiden Prabowo resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan utang macet bagi UMKM di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan, serta sektor lainnya seperti mode/busana, kuliner, dan industri kreatif. Prabowo mengetahui ada sekitar 6 juta nelayan, petani, dan pelaku UMKM tak bisa mengakses kredit perbankan.
Sebab, bank masih memiliki hak tagih meski utang tersebut telah dihapus bukukan. Sehingga data 6 juta orang tersebut terbaca bermasalah di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Arief mengatakan apresiasinya pada langkah pemerintah pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagai Anggota Komisi 2 DPRD Provinsi Jawa Barat, saya mengapresiasi dan menyambut baik kebijakan ini. Tentunya akan sangat meringankan para petani, nelayan, dan seluruh pelaku UMKM kita yang selama ini terbebani utang. Sebab utang itu akan jadi beban, sehingga petani itu tidak progresif untuk meningkatkan produktivitas karena tertekan dari beban utang sebelumnya," ucap anggota Fraksi PPP itu.
"Kebijakan ini perlu kita kawal untuk memastikan siapa saja yang benar-benar butuh bantuan. Jangan sampai justru ini tidak tepat sasaran, karena kebijakan ini akan sangat berdampak terhadap progres ketahanan pangan Nasional," sambungnya tegas.
Tapi, dalam agenda kunjungan yang ia lakukan di beberapa wilayah seperti Kuningan, Ciamis, Banjar, dan Pangandaran, ada beberapa keluhan warga soal UMKM. Dimulai dari sektor pertanian, banyak warga mengeluhkan soal pupuk.
"Banyak yang mengeluhkan tentang pupuk dan air bersih. Memang dari dulu pupuk ini banyak petani kesulitan. Saya cukup concern dan memang cukup meresahkan karena petani mengeluhkan soal harga pupuk yang dan kelangkaan juga terjadi," ucap Arief.
Ia juga menemukan adanya laporan pemberian bantuan pada UMKM yang kurang maksimal. Arief menceritakan bagaimana setelah pelatihan diberikan, tak sejalan diberikan pemodalan.
"Dari Pemerintah itu kan ada dua, yang satu biasanya terkait Bimtek-nya entah itu untuk UMKM yang dasar, baru mau mempelajari, atau UMKM tingkat lanjutan. Kejadian di Kuningan ada pelatihan UMKM untuk tukang cukur, tapi setelah bimbingan dilaksanakan, mereka nggak dikasih modal," kata dia.
Arief dapat banyak curhatan dari warga, bagaimana pendampingan diberikan tapi setelah itu tak dibarengi dengan peralatan atau modal untuk usaha. Ada dua sisi yang ia kritisi, salah satunya yakni bantuan pemerintah harus hadir dalam bentuk bantuan modal. Lalu tentu bantuan dengan pendampingan usaha.
"Itu makanya salah satunya kemarin saya sampaikan juga, bahwa Raperda yang sudah disetujui dan sedang dibahas oleh Pansus itu kan tentang kemudahan berusaha di Jabar. Jadi ada dua bantuan, yang secara persyaratan hari ini agak paradoks mungkin bagi saya. Kenapa? Karena bantuan pertama itu bimbingan teknisnya, bantuan kedua itu adalah pemodalannya," kata Arief.
"Nah ini dua program berbeda kalau yang kemarin-kemarin kata masyarakat. Problemnya di mana? Problemnya bila mana satu desa atau satu komunitas UMKM melaksanakan salah satunya (bimtek atau pemodalan), itu nggak bisa dapat lagi," imbuh dia.
Arief mencontohkan jika setelah warga mendapat bantuan terkait peningkatan SDM, skill, dan lain-lain di tahun 2023, untuk mendapatkan bantuan modal ke pemerintah tidak bisa didapatkan di tahun yang sama. Padahal, tentu saja bekal skill harus disertai dengan modal.
"Atau yang kejadian sebaliknya di pertanian. Misal, sekelompok tani mendapatkan bantuan katakanlah domba atau sapi untuk dikembang biakkan, tapi tidak semua kelompok kan mempunyai ilmu untuk mengurus sampai bisa sukses? Kalau tadi tukang cukur itu ilmunya dikasih modalnya nggak, nah kalau yang ternak modalnya dikasih ilmunya enggak," ujar Arief.
Ia pun menegaskan, akan mendorong pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan ini. Setelah ia mencatat adanya kasus tersebut, Arief menilai, perlu evaluasi bantuan-bantuan program pemerintah agar tepat sasaran.
Terlebih lagi, UMKM yang memang sudah mendapatkan bantuan, juga masih ada yang belum benar-benar dalam posisi aman. Sebab masih ada yang bingung terkait penjualan di pasar. Arief mengatakan akan mengkaji lebih jauh lalu mendorongnya ke Disperindag.
"Salah satu masalah lainnya soal penjualan Kapolaga di Pangandaran. Sosialisasi aturan pemerintah juga harus lebih digenjot, karena banyak masyarakat yang tidak tahu. Masyarakatnya memang secara SDM harus di-upgrade juga," ucap Arief.
"Karena saya temukan adanya masalah kualitas Kapulaga yang akan diekspor. Tentu kan harus dengan kualitas yang bagus dan standar tertentu. Sampai satu kelompok itu kan kerjasama dengan petani. Tapi nggak semua petani mempelajari cara tanam dan bibit baik. Mereka banyak juga yang asal tanam. Pada akhirnya ketika mereka panen si hasil panen kapulaga ini tidak memenuhi ekspor," imbuh dia.
Ia berharap, permasalahan soal UMKM ini tidak berujung saling menyalahkan soal efektivitas program. Namun dapat dievaluasi dan segera dibenahi soal aturan-aturan yang dirasa belum betul-betul optimal untuk masyarakat.
(aau/mso)