Siang itu panas terik matahari tidak menyurutkan semangat Koswana (50) untuk mencoba layang-layang berbentuk ikan untuk diterbangkan. Kokos sapaan akrabnya, sedang mencoba pesanan layang-layang untuk pelanggannya asal Surabaya.
Layang-layang berbentuk mirip ikan nemo itu bakalan diterbangkan di Surabaya. Bahkan satu layangan itu dihargai cukup fantastis. Layang-layang berbentuk ikan itu dijual dengan harga Rp 5 juta.
Angin timur ke barat membuat satu persatu layang-layang milik Kokos terbang. Layang-layang berbahan Ripstop mudah terbang walaupun angin tak bertiup kencang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bola tali ditarik kencang, layang-layang milik Kokos pun terbang. Kecerian tampak di wajah Kokos saat karyanya berhasil menghiasi langit Pangandaran. Baginya kebahagiaan itu sederhana.
Ayah lima anak itu merupakan warga Pantai Timur Pangandaran. Kokos berkarya sebagai seniman layang-layang sejak tahun 1987 di Pangandaran.
Namanya cukup dikenal di warga Pangandaran, secara nasional maupun Internasional. Ia pun menjadi salah satu pemrakarsa Kite Festival Pangandaran pertama tahun 1993. Waktu itu, ada lima negara dari berbagai benua yang menerbangkan layang-layang di Pantai Timur Pangandaran.
Kokos mengatakan layang-layang yang saat ini diuji coba akan dibeli oleh orang Surabaya. Itu merupakan pesanan beberapa waktu lalu.
"Pesanan beberapa waktu lalu asal Surabaya minat untuk bikin layang-layang dari saya," kata Kokos saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.
Diantar cucunya, Kokos menerbangkan tiga layang-layang berukuran 2 hingga 4 meter. Uji coba penerbangan itu untuk mengetahui kekurangan dan kondisi layang-layang sebelum dikirim.
"Tadi saya coba terbangkan beberapakali, kondisinya aman, siap diterbangkan," ucapnya.
Ia bercerita jika pesanan layang-layang miliknya tidak hanya diminati warga lokal maupun nasional. Menurutnya, pesanan masuk hadir dari teman-teman satu hobi di luar negeri.
Bahkan, Kokos saat ini sudah menerima pesanan layang-layang ke lima negara Asia. "Pesanan saat ini baru ke empat negara, Malaysia, Singapur, Italia dan India," katanya.
![]() |
Di Indonesia, kata dia, hanya 3 orang yang memproduksi layang-layang khusus untuk festival. "Tiga orang itu saya, Mas Yanto asal Cilacap, Jateng, dan Mas Andi asal Surabaya, Jatim," ujarnya.
Dalam setahun pesanan layang-layang untuk festival bisa mencapai puluhan layang-layang berukuran besar. Sementara layang kecil mencapai ratusan.
"Setahun 50 layang-layang besar itu produksi untuk pesanan banyak," ucapnya.
Ia mengatakan dalam sebulan ada 3 sampai 5 layang-layang dengan omzet bersih mencapai Rp 25 juta. "Omzet Rp 25 juta per bulan itu sudah bersihnya. Kan ada 4 karyawan yang bantu desain dan bikin," ujarnya.
Mendapat Pelanggan Dari Media Sosial dan Festival
Kokos mengatakan para pelanggan yang memesan layang-layang berasal dari media sosial. Semuanya dimanfaatkan sebagai pasar untuk berjualan.
"Hampir semuanya saya dapat orderan itu dari medsos," katanya.
Selain dari itu, kata dia, mendapatkan pesanan saat mengikuti festival di daerah secara nasional maupun internasional. "Tapi lebih cuan itu biasanya pesanan saat festival," ucapnya.
Biasanya sekali festival Kokos mengaku lebih banyak mendapatkan orderan secara langsung maupun pesanan. "Kan biasanya saya bawa tuh layang-layang, pulang pasti ada yang beli," katanya.
Baca juga: Mengintip Produksi Susu Ikan di Indramayu |
Ia mengatakan untuk layang-layang yang dibuat ada beberapa kategori yang biasanya menjadi pesanan. Pertama, layang-layang balon, stand kait, layang dua dimensi, tradisional dan layangan adu.
"Cuman dari banyaknya kategori paling sering layang-layang dua dimensi atau karakter," ujarnya.
(dir/dir)