Semringahnya Pedagang Hewan Kurban di Bandung

Semringahnya Pedagang Hewan Kurban di Bandung

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Minggu, 16 Jun 2024 19:45 WIB
Lokasi penjual hewan kurban di Bandung.
Lokasi penjual hewan kurban di Bandung. (Foto: Anindya Aurellia Devi/detikJabar)
Bandung -

Satu hari tepat sebelum Idul Adha, sejumlah pedagang bersiap dengan semringah menyambut para pelanggannya. Biasanya, pada dua hari sebelum Idul Adha itu jadi momen mereka 'panen' besar-besaran.

Seperti yang diceritakan Dede, Humas Pondok Hewan Qurban (PHQ) Jalan Caringin, Babakan Ciparay, Kota Bandung. Ia menyebut, pada tahun ketiga usaha tersebut biasanya tren puncak penjualan ada pada dua hari sebelum Lebaran Haji.

"Dua hari ini alhamdulillah meningkat signifikan, mungkin sekitar 30 ekor terjual dalam sehari. Jual awalnya 120-150 ekor, sampai siang ini sisa 20 ekor. Kalau trennya memang dua hari sebelum, itu puncaknya. Kalau hari H ada yang beli, cuma paling 1-2 ekor saja," kata Dede, Minggu (16/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beragam cara coba dilakukan untuk menarik pelanggan. Salah satunya, mengadakan promo diskon bagi para pembeli.

Tak cuma itu, ia menyediakan opsi untuk memudahkan pelanggan yakni dengan jasa antar hewan ternak, sehingga bisa dibeli online dari rumah. Dede pun optimis, kurbannya bakal laku sebelum Hari Raya besok.

ADVERTISEMENT

"Nah hari ini kami buka sampai tengah malem, jadi kami ada diskon di hari akhir sampai jam 22.00 WIB nanti ada diskon cukup besar sampai Rp500 ribu untuk yang mau beli hewan kurban," ucapnya.

"Jadi untuk yang mau beli hewan kurban bisa datang aja ke PHQ Caringin. Nah kita juga bisa booking online, bisa booking ke whatsapp 085603007707. Kita ada fasilitas pemeliharaan dan pengiriman, jadi tidak ada ongkir lagi untuk area Bandung," lanjutnya.

Hewan kurban yang Dede jual rata-rata dari supplier kepercayaannya di Priangan Timur seperti Garut, Tasik, dan Ciamis. Hal tersebut katanya demi memudahkan dan memastikan kualitas kesehatan hewannya.

"Memang hewan yang kami ambil itu dari supplier petani langsung yang sudah langganan, nggak ngambil sembarangan, jadi yang sudah ada kerjasama. Sampai di depot juga masih kami fiksasi lagi untuk memastikan karena kan hewan melalui proses perjalanan juga, kami sortir lagi kalau ada yang sakit. Kita kasih obat dan herbal, tapi kalau fisiknya kurang ya kita retur. Kita nggak mau jual hewan yang tidak sesuai standar syariat," ujar Dede.

Sama halnya dengan Bambang Haryanto, pemilik usaha Sapi Haryanto di Jalan Permata Taman Sari, Arcamanik, Kota Bandung. Setelah 50 ekor sapinya mendapat barcode kesehatan dari DKPP Kota Bandung, kini hanya tersisa 10 ekor sapi yang belum terjual.

"Alhamdulillah penjualan hewan kurban sapi sekarang ini sudah membaik. Alhamdulillah laku 40 ekor syukur, karena dibanding waktu covid itu sepi banget. Sekarang sisa 10, tapi kalau misal besok masih sisa biasanya ya kami rawat saja sampai ada pembelinya, karena kan kami ada kandang ya," ceritanya.

Bambang pun juga sebelum menjual hewan ternak, telah memastikan kondisi hewan tersebut sehat dan sempurna. Dengan telaten ia merawatnya, hingga Bambang siap panen penjualan dengan harga sapi kisaran Rp22-70 juta.

"Kisaran harga kami pasaran di Rp22-70 juta. Yang mahal itu hanya beberapa ekor ada sapi brahman, itu yang merah gitu. Kalau sapi yang merah dan panjang, itu kami sebutnya sapi brahman limosin. Itu yang paling mahal," kata dia.

Meskipun baik Dede atau Bambang senang bukan main jelang panen di hari sebelum Lebaran Haji, mereka mengaku terasa adanya penurunan daya beli hewan kurban.

"Kalau melihat perbandingan hewan ini dengan tahun sebelumnya, kondisinya lebih sedikit. Mungkin karena memang bukan minat yang turun, tapi ada kebutuhan lain dari masyarakat. Kebutuhan pokok yang diutamakan, jelang kenaikan kelas mungkin. Tapi minat masih ada, hanya terjadi penurunan," tutur Dede.

Sama dengan yang dialami Bambang, namun ia membandingkan dengan usahanya sebelum pandemi COVID-19. "Kalau saya yang paling berpengaruh itu pandemi dan lingkungan. Sebelum COVID saya bisa jual sampai 120 ekor sapi, kalau sekarang hanya 50 lalu sisa 10," katanya.

"Lingkungan itu karena daerah Arcamanik ini kebanyakan yang tinggal orang sepuh ya, jadi misal ada yang sudah meninggal, istri anaknya tidak kurban di Arcamanik lagi. Di Masjid itu dulu 17-19 ekor yang kurban, sekarang hanya tujuh. Kalau tempat lain mungkin masih rame," lanjut Bambang.

Maka dari itu, tempat penjualan hewan Dede dan Bambang kemudian punya strategi penjualan masing-masing. Seperti Dede, menggunakan sistem penjualan berdasarkan kelas. Jadi, hewan ternak dibagi mulai dari kelas D, C, B, A, super, dan istimewa.

Tujuannya, supaya mempermudah para muqorib untuk memilih dan mengeluarkan anggarannya. Kelas disesuaikan dengan besaran dan bobotnya hewan, yang kemudian dimasukkan dalam kelas apa dan disesuaikan harganya.

Contohnya pada domba, Dede menjual dari kelas D seharga Rp2,3 juta sampai kelas istimewa yakni Rp6 juta. Sementara sapi mulai dari Rp20-70 juta.

"Hal ini memudahkan supaya masyarakat tidak bingung berapa harga domba dan sapi. Ini kan lebih mudah menyesuaikan anggaran. Sapi itu paling mahal kelas Istimewa Rp70 juta, beratnya bisa sampe 9,2 kwintal," katanya.

Sementara Bambang, juga mengenakan sistem tawar-menawar harga sesuai kesepakatan. Nantinya akan dicari harga tengah yang sesuai dengan kemampuan pembeli dan tidak merugikannya.

Ia pun berharap agar perekonomian bisa membaik seiring berjalannya waktu, sehingga masyarakat mampu untuk berkurban dan beramal setiap Idul Adha.

"Kadang memang yang kasihan itu kan pedagang hewan ternak di pinggir jalan, tidak punya kandang jadi H-1 dijual murah banget. Itu juga jadi ada efek ke kita, harga orang datang juga dia nawar seperti yang dijual di tepi jalan," ceritanya.

"Jadi ya biasanya gimana negosiasi, kalau harga tawar cocok ya saya kasih lah itung-itung untuk amal," imbuh Bambang.

(aau/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads