Setelah bertahun-tahun menghilang, keganasan hama wereng kembali menyerang lahan petani padi di Tasikmalaya. Sejumlah petani di Tasikmalaya meradang akibat gagal panen diserang hama di periode panen kedua tahun 2024 ini. Hampir semua sawah di wilayah kecamatan Kota Tasikmalaya, jadi sasaran hama ini. Tak sedikit petani penggarap menangis akibat menanggung kerugian akibat gagal panen.
"Petani padi di Tasikmalaya sedang terkena musibah akibat hama wereng. Hampir semua wilayah di Kota Tasik kena, di grup Gapoktan ramai keluhan hama ini," kata Dadan Daruslan, Ketua Forum Gapiktan Kota Tasikmalaya, Selasa (11/6/2024).
Meski tak melakukan pendataan secara khusus, Dadan memperkirakan, ratusan hektar sawah di Kota Tasikmalaya terdampak serangan hama wereng.
"Ratusan hektar ada, silahkan saja dicek ke lapangan petani pasti mengeluh. Tidak hanya Kota Tasikmalaya, tapi wilayah Ciamis dan sekitarnya juga sedang terserang," kata Dadan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang menjadi sorotan sekaligus keheranan petani adalah kemunculan wereng ini datang secara tiba-tiba, padahal sudah bertahun-tahun serangan wereng ini tak pernah muncul lagi.
"Menurut catatan petani di Kecamatan Indihiang, serangan wereng ini baru muncul lagi sejak 1976. Sudah lama sekali, makanya banyak petani yang merasa kecolongan, bagaimana bisa hama wereng bisa bangkit lagi," kata Dadan.
Dia berharap pemerintah segera turun tangan untuk membantu kesulitan petani padi ini, termasuk melakukan kajian dan penyuluhan terkait serangan wereng yang kembali bangkit.
"Ya dibantulah sama pemerintah, petani ini kan pejuang pangan. Kontribusinya jelas bagi bangsa ini, kasihan kalau terus-terusan merugi," kata Dadan.
Nestapa akibat serangan hama wereng salah satunya diutarakan oleh Apong (50), seorang petani penggarap di Kampung Nagrog, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya. Perempuan ini merupakan petani penggarap atas lahan seluas 150 bata. Lahan milik orang lain itu dia garap untuk ditanami padi, dia juga yang menanggung beban operasional mulai dari pembelian pupuk, membajak, tandur, menyiangi serta beban operasional lainnya.
"Modalnya habis sekitar Rp 2 jutaan," kata Apong.
Namun saat hendak panen sekitar beberapa pekan lalu, sawah garapan Apong diserang hama wereng. Saat itu dia tak bisa berbuat banyak, karena hama yang satu ini relatif ganas dan cepat merusak tanaman padi.
"Sudah tak bisa apa-apa, cepat sekali, beberapa hari juga rusak. Pestisida sudah tak ada gunanya lagi, mungkin karena sudah telat," kata Apong.
Akhirnya Apong memanen sawahnya, dia hanya mendapatkan gabah sekitar 1 kuintal, padahal biasanya dapat 1 ton. Kondisi ini tentu saja menyebabkan kesedihan bagi Apong.
"Saya hanya bisa menangis, dapat padi 1 kuintal. Dijemur terus digiling jadi beras kurang dari 50 kilogram. Saya serahkan ke yang punya lahan," kata Apong.
Beruntung siempunya lahan bijaksana, dia bisa memahami kondisi yang dihadapi Apong. Beras hasil panen itu dia berikan semuanya kepada Apong.
"Untung yang punya lahan baik. Saya sedihnya itu selain gagal panen, saya juga takut tidak dipercaya lagi untuk menggarap lahan. Takut disangka berbohong, padahal benar-benar terkena hama," ucap Apong.
Nasib Apong setali tiga uang dengan apa yang dialami Mang Ute, petani padi di daerah Rarangjami Kecamatan Indihiang. Meski lebih baik dari nasib Apong, alih-alih mendapatkan keuntungan, Mang Ute kini harus memikirkan utang bekas modal menanam.
"Sama garapan saya juga terkena wereng, "wararaas siga zaman baheula, kumaha ieu kahirupan teh, siga nu balik deui ka baheula kitu?" (terkenang seperti zaman dulu, bagaimana ini kehidupan kok seperti balik lagi ke masa lalu)," kata Mang Ute.
Meski menelan kerugian karena hanya dapat gabah 5 kuintal dari lahan garapan seluas 200 bata lebih, Mang Ute mengaku tak akan kapok. "Ah sudah biasa, lakoni saja, walau pun utang belum terbayar. Itu 5 kuintal dibagi dua sama yang punya lahan," kata Mang Ute.
Serangan wereng juga dirasakan Wawan (56), petani penggarap di Kampung Pasanggrahan, Desa Margalaksana, Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya. "Gagal semua, pokoknya lahan garapan punya Yayasan Sukapura musim panen kali ini gagal, semuanya ada 11 hektar," kata Wawan.
Dia menjelaskan serangan hama wereng diawali dengan adanya bintik-bintik yang memenuhi tanaman padi. "Sebulan yang lalu, bintik-bintik muncul setelah penanaman sudah ada. Awal mulanya memerah, seperti kekurangan air, pupuk, tapi begitu dilihat-dilihat di dalamnya hamanya hampir 5 jenis," kata Wawan.
Wawan sempat mengupayakan agar tanaman padinya bisa diselamatkan dengan menyemprot pestisida. Tapi upayanya tak membuahkan hasil. "Ternyata susah, mungkin karena sudah terlambat," kata Wawan.
(mso/mso)