Permintaan Tusuk Sate di Tasikmalaya Meroket Jelang Idul Adha

Permintaan Tusuk Sate di Tasikmalaya Meroket Jelang Idul Adha

Faizal Amiruddin - detikJabar
Senin, 03 Jun 2024 20:00 WIB
Aktivitas usaha produksi tusuk sate di Kota Tasikmalaya.
Aktivitas usaha produksi tusuk sate di Kota Tasikmalaya. (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar)
Tasikmalaya -

Menjelang Hari Raya Idul Adha produsen tusuk sate di Kota Tasikmalaya terus menggenjot produksi untuk memenuhi pesanan. Menjelang Idul Adha permintaan tusuk sate meningkat karena akan banyak masyarakat yang memanggang daging kurban.

Kesibukan produksi terlihat di sebuah pabrik perajin tusuk sate di Kampung Panunggalan Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Tamansari Kota Tasikmalaya, Senin (3/6/2024). "Permintaan tusuk sate menjelang Idul Adha memang meningkat, order nggak ketahan. Naik tinggi sekali," kata Karto Widodo, pemilik pabrik tusuk sate tersebut.

Karto menjelaskan kendati permintaan meningkat banyak, tapi pihaknya tidak bisa memanfaatkan momentum ini. Hal itu disebabkan oleh kapasitas produksi pabrik skala UMKM yang dikelolanya terbatas. Kapasitas produksi tusuk sate milik Karto mentok di kisaran 6 ton per bulan. Jumlah produksi maksimal itu berjalan setiap bulan, artinya ketika terjadi lonjakan permintaan Karto tak bisa mengambil kesempatan itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Namun yang jadi masalah produksi kita terbatas, rata-rata produksi tusuk sate sehari 2 kuintal atau sekitar 6 ton per bulan. Setiap hari pun segitu," kata Karto.

Masalah itu dipicu keterbatasan kapasitas kerja peralatan atau mesin yang dimiliki Karto. Dia memang memproduksi tusuk sate dengan kualitas yang baik, berbentuk bulat, licin dengan ukuran yang seragam.

ADVERTISEMENT

"Mesin-mesin ini memang tergolong mahal bagi kami, butuh investasi ratusan juta rupiah kalau mau menambah kapasitas produksi. Semua tahapan produksi memang kita sudah menggunakan mesin. Selain cepat juga agar kualitasnya bagus," kata Karto.

Untuk harga jual sendiri, Karto mengatakan relatif stabil meski permintaan pasar mengalami lonjakan. Satu kilogram tusuk sate dia jual ke tingkat distributor di kisaran Rp 15 ribu.

"Kalau di tingkat produsen seperti saya tak ada kenaikan harga, tetap Rp 15 ribu per kilo dijual ke distributor. Kemudian oleh mereka dikemas dan diberi label brand sendiri," kata Karto.

Soal pasokan bahan baku, Karto menjelaskan selama ini tak ada masalah. Bahan baku bambu sangat melimpah di Tasikmalaya dan wilayah Priangan Timur lainnya. Untuk menyokong laju usahanya, Karto rupanya punya mitra usaha di wilayah Tasik Selatan yang mengolah batang bambu "gelondongan" menjadi tusuk sate setengah jadi.

"Jadi saya memang punya 4 mitra di wilayah Tasikmalaya Selatan dan Pangandaran, mitra itu lokasinya dekat dengan sumber bahan baku. Mereka mengolah dari batang bambu sampai setengah jadi, lalu saya tampung di sini untuk finishing," kata Karto. Selain sebagai upaya pemberdayaan, pola kemitraan itu juga membuat proses pengiriman dan pola kerja Karto menjadi lebih ringkas.

Inspirasi dari Tukang Sate Depan Rumah

Sekilas membahas perjalanan usahanya, Karto mengatakan mulai menekuni bisnis ini sejak 2011 silam. Saat itu di depan rumahnya ada penjual sate ayam. Suatu waktu dia mengamati tusuk sate bekas yang kerap dibuang percuma.

"Waktu itu saya masih bisnis percetakan sama konveksi. Awalnya iseng mengamati tusuk sate dari penjual sate di depan toko. Nah dari situ mulai saya mencari tahu dan mencoba memproduksi tusuk sate," kata Karto.

Rupanya langkah yang diambil Karto itu menemukan jalan terang. Usaha produksi tusuk satenya bisa tumbuh dengan baik dan berubah menjadi sumber utama penghasilan keluarga.

"Ya Alhamdulillah berkat usaha ini bisa membebaskan saya dari hutang riba, menyekolahkan anak. Walau pun kecil-kecilan tapi berkelanjutan," kata Karto.

(iqk/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads