Kalangan pengusaha di Kota Cimahi kesulitan memenuhi tuntutan buruh yang meminta kenaikan upah minimum kota/kabupaten (UMK) tahun 2024 mendatang hingga 25 persen. Hal itu jauh berbeda bila dibandingkan dengan keputusan pemerintah yang telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Jawa Barat tahun 2024 naik 3,57 persen atau menjadi Rp2.057.495.
Formulasi penghitungan upah yang dilakukan pemerintah sendiri menggunakan PP Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan sekaligus jadi acuan untuk kenaikan UMK tahun 2024.
Baca juga: UMK Majalengka Diusulkan Naik Rp 320 Ribu |
"Kalau buruh ya namanya meminta, tapi kita nggak bisa berkomentar. Cuma pengusaha intinya ikut aturan dan apa yang sudah diputuskan pemerintah," kata Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Cimahi, Christina Sri Manunggal saat dikonfirmasi, Jumat (24/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesulitan yang dialami pengusaha, kata Christina, lantaran saat ini kondisi rata-rata perusahaan di Kota Cimahi khususnya, sedang tidak baik-baik saja imbas krisis yang terjadi secara global.
"Jadi pengusaha sedang mengalami penurunan produksi, karena order banyak berkurang. Perusahaan Cimahi rata-rata produksinya untuk ekspor. Makanya dengan kondisi sekarang, buat naik (upah) itu sebenarnya berat juga," kata Christina.
Morat-maritnya kondisi perusahaan di Cimahi itu tentu berdampak pada nasib karyawan. Pengusaha sebisa mungkin tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai solusi mengatasi krisis.
"Kan banyak anggota kami sekarang itu mengurangi hari kerja untuk menekan biaya produksi. Jadi ada yang kerja tiga hari saja atau ada juga yang mengurangi jam kerja, cuma detailnya kita nggak tahu juga ya," kata Christina.
Namun segala keputusan yang diambil perusahaan itu, tentu saja berdasarkan hasil kesepakatan dengan karyawan. Termasuk di dalamnya soal pembayaran upah akibat berkurangnya waktu kerja.
"Tentu semuanya sudah ada kesepakatannya. Termasuk untuk pembayaran, itu bipartit antara perusahaan dengan karyawan," kata Christina.
(orb/orb)