Besaran Investasi dan UMP Jawa Barat yang Berbanding Terbalik

Besaran Investasi dan UMP Jawa Barat yang Berbanding Terbalik

Bima Bagaskara - detikJabar
Jumat, 24 Nov 2023 16:00 WIB
Ilustrasi investasi
Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Bandung - Sebanyak 36 Provinsi di Indonesia telah mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024. Penetapan upah minimum itu mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

Dari perhitungan tersebut, ada sejumlah daerah dengan persentase kenaikan UMP yang terbilang rendah. Jawa Barat bahkan termasuk dalam 10 provinsi dengan kenaikan UMP paling rendah di Indonesia.

UMP Jawa Barat tahun 2024 sebelumnya ditetapkan naik 3,57% menjadi Rp 2.057.495. Jumlah tersebut naik sekitar Rp 70.825 dari UMP tahun 2023 yang sebesar Rp 1.986.670.

Rendahnya besaran UMP Jawa Barat berbanding terbalik dengan besarnya nilai investasi yang masuk ke Tanah Pasundan. Dalam lima tahun terakhir, realisasi investasi baik dalam negeri dan luar negeri di Jabar mencapai Rp685,35 triliun. Hal itu membuat Jabar disebut jadi provinsi dengan capaian investasi tertinggi di Indonesia.

Rinciannya, tahun 2018 Rp116,96 triliun, tahun 2019 Rp116,96 triliun, tahun 2020 Rp120,43 triliun. Kemudian tahun 2021 Rp136,14 triliun dan tahun 2022 Rp174,6 triliun.

Investasi di Jabar bahkan diklaim semakin moncer tahun 2023 ini. Hingga Agustus kemarin, realisasi investasi di Jabar sudah mencapai Rp103,6 triliun atau separuh lebih dari target investasi yang dicanangkan sebesar Rp188 triliun.

Menanggapi hal tersebut, pengamat ekonomi UIN Sunan Gunung Djati Bandung Setia Mulyawan menuturkan, melihat formula perhitungan UMP dengan acuan PP 51, yang jadi persoalan rendahnya UMP Jabar adalah belum kuatnya pertumbuhan ekonomi.

"Kalau inflasinya tinggi, pertumbuhan ekonominya tinggi, faktor kalinya tinggi, berarti kan UMP-nya pasti tinggi. Kalau keadaannya seperti itu di Jawa Barat, berarti kan pertumbuhan ekonominya tidak membuat UMP itu menjadi naik sesuai dengan harapan," kata Setia saat dihubungi, Jumat (24/11/2023).

"Jadi agenda yang penting untuk dipacu di Jawa Barat itu growth-nya, pertumbuhan ekonominya," imbuhnya.

Setia juga mengungkapkan, rendahnya upah minimum dibalik besarnya nilai investasi di Jabar, menandakan jika kehadiran investor-investor belum bisa mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi secara signifikan.

"Sejauh ini, klaimnya kan investasinya tertinggi di Indonesia, tapi berarti angka investasi yang tinggi itu belum mendongkrak, belum menjadi faktor pendongkrak pada pertumbuhan ekonomi. Kira-kira di situ duduk persoalannya," ungkap Setia.

Meski begitu, dia menyebut, bisa saja efek dari investasi yang masuk di Jabar belum dirasakan secara langsung. Karena itu, diperlukan proses agar investasi bisa berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat.

"Kalau investasi kan tidak serta-merta begitu ada investasi di Jawa Barat, kemudian growth-nya langsung naik, karena kan butuh proses tuh, investasinya di sektor apa. Ada masa awal-awal investasi, sektor realnya kan belum bergerak, jadi belum secara signifikan bisa langsung mendongkrak pertumbuhan ekonomi," tegasnya.

Agar upah minimum di Jabar bisa naik dengan signifikan, Setia mengatakan pemerintah harus terus menggenjot laju pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan menjaga angka inflasi agar daya beli masyarakat tetap tinggi.

"PR besarnya bagaimana pertumbuhan ekonomi ini bisa tumbuh signifikan sehingga daya beli masyarakat naik, kalau dikaitkan dengan UMP tadi itu ya jadi faktor pengalinya itu untuk menentukan upah minimum provinsi menjadi besar juga," ujarnya.

Investasi Tinggi Karena Upah Rendah

Lebih lanjut, Setia menuturkan, tingginya nilai investasi yang masuk di Jabar bisa saja disebabkan karena masih rendahnya upah minimum. Sebab menurutnya, beban upah yang harus dibayar oleh perusahaan jadi komponen penting sebuah investasi.

"Kalau UMP-nya terlalu tinggi nanti minat orang untuk berinvestasi di Jawa Barat juga bisa turun karena beban upah kerjanya berarti kan tinggi, itu menjadi tidak menarik karena bagi perusahaan itu kan menjadi komponen biaya gitu, komponen cost," jelasnya.

"Jadi di angka seperti itu saya meyakini bahwa itu adalah angka moderat yang win-win solution, yang bagi pengusaha tidak terlalu memberatkan, tapi juga bagi para pekerja ada pengimbang daya beli, karena pendapatannya digerogoti oleh inflasi," lanjutnya.

Masih kata Setia, upah minimum jadi pertimbangan pokok bagi investor. Apalagi, industri yang dihadirkan adalah padat karya yang membutuhkan tenaga kerja dengan jumlah banyak. Karena itu, kemungkinan tingginya investasi di Jabar karena upah yang masih rendah bisa saja dianggap hal yang tepat.

"Apalagi yang padat karya, kalau perusahaan yang padat karya yang mempekerjakan orang banyak, itu UMP itu akan menjadi pertimbangan pokok. Karena besarnya UMP kalau dengan jumlah karyawan yang banyak itu tentu akan menjadi perusahaan tidak bekerja secara efisien," tutup Setia.


(bba/dir)


Hide Ads